Profil Shinta Ratri, Transpuan Pendiri Ponpes Waria di Jogja

Shinta Ratri tutup usia pada Rabu, 1 Februari 2023

Kabar duka datang dari Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta. Shinta Ratri, sang pendiri sekaligus pemimpin ponpes tersebut tutup usia pada Rabu (01/02/2023). 

Shinta Ratri tak hanya dikenal sebagai pendiri Pondok Pesantren Waria, tapi juga aktivis yang memperjuangkan hak-hak kelompok transpuan, khususnya di wilayah Jogja. Berikut ini profil singkat Shinta semasa hidupnya.

1. Terlahir laki-laki dengan nama Tri Santoso Nugroho

Profil Shinta Ratri, Transpuan Pendiri Ponpes Waria di JogjaPemimpin ponpes waria Al-Fatah Yogyakarta, Shinta Ratri, meninggal dunia. (instagram.com/kabarsejuk)

Shinta Ratri lahir dengan nama Tri Santoso Nugroho pada 5 Juni 1962. Ia menggambarkan sosok dirinya sebagai laki-laki, tapi memiliki jiwa perempuan. Sejak kecil, ia sudah bermain boneka alih-alih mobil-mobilan atau perang yang identik sebagai permainan anak laki-laki.

Shinta merasa berbeda sejak ia duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 5. Saat itu ia lebih nyaman dengan pipis jongkok dibandingkan berdiri. Pun saat dirinya di jenjang SMP, ia merasa suka dengan laki-laki hingga menjajal pakai pakaian perempuan dan lipstik.

Ayah dan ibunya diketahui adalah pedagang dan pengusaha kerajinan perak di Kotagede. Selepas mengenyam pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) jurusan Biologi, ia pun turut aktif menjadi pengrajin daripada bekerja yang sesuai dengan jurusan kuliahnya.

Usaha kerajinan perak tersebut sudah ditekuni Shinta bahkan sejak ia kelas 2 SMA. Ia menitipkan buah tangannya tak hanya di toko-toko di Jogja seperti Mirota dan Gardena, tapi juga sampai ke Semarang.

2. Dimarahi orangtua hingga mengalami perundungan

Profil Shinta Ratri, Transpuan Pendiri Ponpes Waria di JogjaAcara MOU pengadaan ustazah antara Ponpes Waria dengan Fatayat NU DIY, Yogyakarta, 22 Januari 2020. (IDN Times/Pito Agustin Rudiana)

Tertarik pada barang dan bertingkah seperti perempuan jelas membuat orang tuanya marah. Ibunya berulang kali berusaha mengarahkan Shinta pada hal-hal yang berbau laki-laki.

Tak sampai di sana, berulang kali Shinta merasakan perundungan yang dilakukan oleh teman sekolahnya sendiri. Walau begitu ia tak pernah ambil hati apalagi melabrak mereka yang merundungnya. Shinta memilih bersikap masa bodoh dan belajar sebagaimana kewajibannya.

Pada suatu waktu ia ditanya oleh keluarga soal pilihan hidupnya, Shinta mengatakan bahwa menjadi waria pun bukan doanya. Ia hanya menjalani apa yang telah Tuhan gariskan. Meski begitu, keluarga Shinta pada akhirnya menerima apa pilihannya.

Baca Juga: Shinta Ratri, Pendiri Ponpes Al-Fatah Yogyakarta, Meninggal Dunia

3. Membentuk kelompok kesenian hingga mendirikan pondok pesantren bagi waria di Jogja

Profil Shinta Ratri, Transpuan Pendiri Ponpes Waria di JogjaIlustrasi. Komunitas waria diajak untuk menulis dan berinteraksi dengan publik, Yogyakarta, 22 Januari 2020. (IDN Times/Pito Agustin Rudiana)

Tahun 2002, sebelum Shinta mendirikan sanggar kesenian khusus waria di Jogja. Ia melihat bahwa teman-teman waria memiliki ketertarikan akan seni sehingga kerap mengadakan pertunjukan ketoprak hingga paduan suara.

Pondok Pesantren Waria Al-Fatah sudah dirintis sejak 2006, tapi secara resmi berdiri pada 2008. Ada tiga nama pendiri utama pondok pesantren tersebut yakni Maryani, Shinta Ratri dan Ustaz KH Hamrolie yang diketahui juga sebagai pemberi nama Al-Fatah.

Pembentukan pondok pesantren tersebut di awal saat para waria melakukan doa bersama setelah adanya gempa besar yang mengguncang Jogja. Ustaz KH Hamrolie yang memiliki Majelis Mujahadah dengan 3 ribu orang anggota ini merasa senang ketika para waria ini melakukan ibadah rohani bersama.

Dari sana, sang Kyai mengajak para waria untuk mengaji bersama hingga timbul ide untuk membentuk pondok pesantren waria. Sebelum berlokasi di rumah Shinta seperti sekarang, pondok pesantren waria ini berlokasi di Jalan Notoyudan. Mereka pindah setelah Kyai tutup usia dan Shinta yang waktu itu menjabat sebagai ketua Ikatan Waria Yogyakarta (IWAYO) memboyong teman-teman waria beserta Pondok Pesantren Al-Fatah ke rumahnya.

4. Kegiatan di Pondok Pesantren Al-Fatah

Profil Shinta Ratri, Transpuan Pendiri Ponpes Waria di JogjaShinta Ratri, pemilik sekaligus pendiri Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta (instagram.com/shintaratri17)

Tujuan dari pendirian Pondok Pesantren Al-Fatah bukan hanya agar para waria bisa lebih dalam belajar agama dan mengetahui bagaimana penerimaan Islam. Kemudian dari pondok pesantren tersebut kegiatan waria di sana tidak hanya mendengarkan tausiyah saja, tapi juga bisa salat berjamaah, mengaji, dan sebagainya.

Saat bulan Ramadan, para waria di pondok pesantren tersebut juga selaiknya pondok pesantren biasa. Mereka melakukan buka dan sahur bersama, salat tarawih, dan membagikan zakat.

Perjalanan panjang Shinta Ratri sebagai waria dan aktivis pembela kaum transpuan membawanya mendapat berbagai penghargaan skala internasional. Seperti pada tahun 2019, Shinta memperoleh penghargaan sebagai pembela hak asasi manusia (HAM) dari Front Line Defenders, organisasi internasional yang berkantor pusat di Irlandia.

Dan yang terakhir yaitu Juli 2022, Shinta juga memperoleh award dalam bidang keanekaragaman dan pembangunan berkelanjutan dari Lembaga Casa Asia dari Spanyol.

Baca Juga: Gunungan Wayang Kulit dari Sultan untuk Paus Fransiskus

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya