Biografi Jemek Supardi, Legenda Pantomim Indonesia Asal Yogyakarta
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dunia teater berduka, Jemek Supardi yang merupakan Bapak Pantomim Indonesia wafat pada Sabtu, 16 Juli 2022. Lelaki kelahiran Pakem, Kabupaten Sleman, ini meninggal dunia pada usia 69 tahun setelah banyak menelurkan mahakarya yang menginspirasi.
Seniman di Yogyakarta turut kehilangan seniman teater ini dan mengucapkan duka cita, sebut saja seperti seniman dan budayawan Yogyakarta, Bambang Paningron dan Butet Kartaredjasa. Berikut biografi singkat Jemek Supardi yang bisa jadi inspirasi anak muda!
1. Biodata Jemek Supardi
- Nama asli: Supardi
- Nama panggung: Jemek Supardi
- Tempat dan tanggal lahir: Pakem, 14 Maret 1953
- Nama istri: Treeda Maryati
- Nama anak: Kinanti Sekar
- Tahun mulai berkarya: 1977
- Akun Instagram: @jemeksupardi
- Tempat dan tanggal wafat: Yogyakarta, 16 Juli 2022
- Usia wafat: 69 tahun
2. Awal berkarier Jemek Supardi
Jemek Supardi dikenal sebagai seniman yang cerdas, tapi siapa sangka, Jemek hanya lulusan SMP walau sempat mengenyam pendidikan jurusan seni rupa di Sekolah Menengah Seni Rupa Indonesia walau hanya tiga bulan. Jemek memulai karier dengan mengikuti berbagai kelompok teater, contohnya Teater Boneka, Teater Alam, dan Teater Dinasti.
Di tahun 1977 atau semasa masih bergabung dalam Teater Dinasti, Jemek mengalami kesulitan menghafal dialog. Karena itu, ia malah dipercaya mengurus properti dan kostum.
Menariknya, meski merasa memiliki kekurangan, Jemek Supardi justru mempelajari hal baru, yaitu soal pantomim. Ia belajar secara otodidak atau tanpa figur guru. Ia malah rajin menonton pentas pantomim dari seniman terdahulunya, termasuk tokoh pantomim asal Prancis, Marcel Marceau yang pernah menggelar pentas di Yogyakarta.
Baca Juga: Bapak Pantomim Indonesia Jemek Supardi Meninggal Dunia
3. Alasan Jemek Supardi dikenal sebagai Bapak Pantomim Indonesia
Di kalangan seniman pantomim, Jemek Supardi adalah maestro. Ia mendapat predikat 'Bapak Pantomim Indonesia' karena komitmen dan ketekunannya sebagai pelaku kesenian tersebut. Gerak tubuh yang gemulai, ekspresi yang penuh hasrat, sampai make up yang digunakan pun selalu totalitas.
Keunikan yang akan selalu dikenang dari sosok Jemek Supardi adalah ketika kerap tampil di tempat-tempat tak lazim. Misalkan saja seperti di pasar, tengah jalan, sampai di salah satu rumah sakit jiwa di Magelang. Diketahui pada tahun 1997, Jemek Supardi pernah membuat keributan dengan mendadak menggelar pertunjukan pantomim di Jalan Malioboro yang membuat kemacetan.
Selain itu, Jemek Supardi juga pernah menggelar aksi diam sewaktu para mahasiswa menuntut Suharto mundur dari jabatannya sebagai presiden. Sampai kini, karya-karya Jemek Supardi masih sering dimainkan oleh seniman pantomim lain.
4. Karya dan penghargaan Jemek Supardi
- Menanti di Stasiun (1992)
- Sekata Katkus du Fulus (1992)
- Se Tong Se Teng Gak (1994)
- Termakan Imajinasi (1995)
- Pisowanan (1997)
- Kesaksian Udin (1997)
- Kotak-Kotak (1997)
- Pak Jemek Pamit Pensiun (1997)
- Badut-badut Republik atau
- Badut-badut Politik (1998)
- Bedah Bumi atau Kembali ke Bumi (1998)
- Dewi Sri Tidak Menangis (1998)
- Menunggu Waktu Pantomim (1998)
- Yogya-Jakarta di Kereta (1998)
- Kaso Katro (1999)
- Eksodos (2000)
- 1000 Cermin Pak Jemek (2001)
- Topeng-topeng (2002)
- Kaca (2007)
- Air Mata Sang Budha (2007)
- Mata-Mati Maesongan 2 (2008)
- Menunggu (Kabar) Kematian (2008)
- Pisowanan (2008)
- Calegbrutussaurus (2009)
- Buku Harian Si Tukang Cukur (2012)
- Jemek Ngudarasa (2013)
Selain dua puluh lima karya Jemek Supardi yang telah dibuatnya, masih ada banyak lagi warisan karya dari Jemek. Pantomim yang dilakukannya banyak mengisahkan soal ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Berkat kehebatannya, Jemek Supardi pernah mendapat penghargaan seni dari Sultan Hamengku Buwono IX.
Baca Juga: Pemda DIY Pilih 3 Desain untuk Pusat Budaya dan Galeri di Malioboro