Potret komunitas Braille'iant Indonesia (instagram.com/brailleiantindonesia)
Awal kegiatan dari komunitas tersebut adalah dengan memberikan berbagai macam pelatihan bahasa seperti Inggris, Arab, dan Indonesia. Tak sampai situ saja, ada kegiatan pendampingan di mana teman tunanetra didampingi dalam mengerjakan tugas, saat tes CPNS, TOEFL, dan lain-lain.
"Sebab pada zaman itu, teman-tema netra belum bisa menggunakan audio book di perangkat yang mereka punya. Karena di zaman tersebut laptop dan komputer masih sangat ekslusif," tutur Arif.
Sementara, program Braille'iant Indonesia sekarang lebih mengikuti perkembangan zaman. Mulai dengan siaran langsung di Instagram membicarakan tentang isu difabel yang sedang hangat diperbincangkan, acara Braille'iant Goes Museum di mana anggota komunitas diajak mengunjungi museum, hingga yang tak kalah seru adalah Layar Bisik di mana teman netra diajak nonton film bersama para pendamping yang bertugas membisikkan hal-hal visual yang terjadi di antara dialog.
Braille'iant Indonesia tidak punya basecamp yang dijadikan tempat ngumpul atau diskusi bersama seperti komunitas pada umumnya. Mereka memilih untuk berpindah dari satu kafe ke kafe yang lain.
"Tujuannya kita kumpul ke kafe-kafe ini supaya lebih banyak yang difabel friendly. Dan kalau setiap komunitas difabel bikin tempat kumpul sendiri, gak di tempat umum, semua akan jadi eksklusif," ucap Arif.