ilustrasi pepohonan yang tumbuh subur (unsplash.com/ Rivan Saputra)
Bukan sebagai lelucon konyol ketika maksud dari Batu Gajah dan Beringin Putih muncul sebuah larangan. Larangan agar tidak memindahkan batu maupun menebang pohon. Minsarwati dalam bukunya Mitos Merapi dan Kearifan Ekologi menjelaskan bahwa larangan tersebut sebagai bentuk kearifan lokal yang diwariskan demi kelestarian alam.
Nah, ketika di pandang dari sudut berbeda menggunakan ilmu geologi, keberadaan Batu Gajah sebenarnya bukan perubahan binatang gajah menjadi batu seperti yang ada dalam cerita rakyat tersebut. Batu ini adalah produk dari letusan Gunung Merapi yang terpental jauh ketika erupsi disebut Andesit.
Begitu pula dengan pohon beringin putih yang dianggap aneh kenapa bisa tumbuh di ketinggian pegunungan sehingga diyakini gaib. Padahal semestinya tumbuhan jenis itu butuh ruang luas untuk tumbuh subur. Kedua elemen ini menjadi sesuatu yang membantu kehidupan sekitar lereng Merapi bertahan, karena batu gajah dan pohon beringin putih bisa mencegah lahar yang keluar, dan menahan erosi.
Seperti yang dipaparkan oleh Suwardi Endraswara dalam buku Falsafah Hidup Jawa, masing-masing tempat punya etikanya. Etika sosial biasanya berbentuk anjuran dan larangan untuk manusia bersikap hingga bertindak. Ini tercermin dalam makna mitos Batu Gajah dan Beringin Putih, di mana menghasilkan larangan memindahkan batu dan menebang pohon.
Keduanya mengandung pesan agar manusia beretika baik terhadap Tuhan, sesama, dan lingkungan sekitarnya untuk dapat bertahan dan selamat. Pada akhirnya, larangan tersebut pun jadi pelajaran berharga untuk menjaga ekosistem lingkungan. Bersikap baik dan menjaga sehingga ada keseimbangan alam yang mampu memperpanjang kehidupan.