ilustrasi mahasiswa baru (pexels.com/Charlotte May)
Fenomena ini berbahaya karena sifatnya yang tak kasat mata. Kondisi yang dibiarkan dapat berkembang menjadi kecemasan kronis, insomnia, burnout, bahkan depresi. Gejala juga dapat memengaruhi hubungan sosial hingga membuat mahasiswa menarik diri. “Ada perasaan takut dihakimi atau dianggap gagal, padahal sebetulnya yang dibutuhkan hanya ruang untuk didengar,” jelasnya.
Anisa menyarankan mahasiswa mengenali gejala duck syndrome dan mengambil langkah kecil untuk mengatasinya. “Sikap jujur ini merupakan bentuk keberanian. It’s okay to not be okay. Kita tidak harus selalu produktif atau terlihat bahagia. Menerima semua, dan mengizinkan diri merasa sedih adalah bagian dari pemulihan,” tuturnya.
Ia menambahkan pentingnya mengelola ekspektasi dan belajar mengatakan tidak demi menjaga kesehatan mental. “Belajar mengatakan tidak tanpa rasa bersalah adalah keterampilan penting,” tambahnya.
Anisa menekankan pentingnya keberanian untuk bercerita, bahkan kepada satu orang saja, karena itu bisa sangat melegakan. FEB UGM melalui CSDU menyediakan layanan konseling gratis dan Program Peer Support, yaitu pendampingan oleh teman sebaya yang telah dilatih menjadi pendengar yang aman dan suportif.
“Tidak perlu lagi kita berpura-pura kuat. Jika hari ini yang bisa kita perbuat atau lakukan hanyalah bertahan maka itu sudah cukup. Bertahan adalah bentuk keberanian,” tutup Anisa.