Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App

5 Realitas Pahit yang Kamu Sadari Setelah Menjadi Dewasa

Ilustrasi realita pahit menjadi orang dewasa(pexel.com/Tran Long)
Intinya sih...
  • Tanggung jawab meningkat drastis setelah dewasa, mulai dari pekerjaan hingga merencanakan masa depan.
  • Penghasilan sendiri membawa beban finansial yang berat dan mengelola keuangan menjadi tantangan tersendiri.
  • Waktu untuk bersosialisasi semakin berkurang setelah memasuki dunia kerja, membuat hubungan pertemanan terasa renggang.

Iklan - Scroll untuk Melanjutkan

Ketika masih kecil, mungkin kita sering berpikir bahwa menjadi dewasa adalah kebebasan yang menyenangkan. Kita membayangkan bisa melakukan apa saja tanpa aturan, memiliki uang sendiri, dan membuat keputusan sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, kita mulai menyadari bahwa kenyataan tidak seindah yang dibayangkan.

Ada beberapa hal yang mungkin membuat kita merasa bahwa menjadi dewasa ternyata tidak seasyik itu. Berikut ini adalah lima realitas pahit yang sering dialami setelah menjadi orang dewasa.

1. Tanggung jawab yang terus bertambah

Ilustrasi realita pahit menjadi orang dewasa(pexel.com/cottonbro studio)

Saat masih muda, tanggung jawab kita cenderung ringan. Tugas utama kita hanya belajar dan membantu pekerjaan rumah. Namun, ketika dewasa, tanggung jawab tersebut meningkat drastis. Mulai dari bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, membayar tagihan, hingga merencanakan masa depan. Setiap keputusan yang diambil memiliki konsekuensi yang besar, sehingga kita juga harus lebih berhati-hati dalam segala hal.

Selain itu, menjadi dewasa juga berarti harus mampu mengurus diri sendiri tanpa selalu mengandalkan orang lain. Jika dulu kita bisa meminta bantuan orang tua atau keluarga, kini kita harus mandiri. Tanggung jawab ini sering kali menimbulkan stres yang tidak terduga dan membuat kita merindukan masa-masa di mana segala sesuatu terasa lebih sederhana.

2. Beban finansial yang tak terhindarkan

Ilustrasi realita pahit menjadi orang dewasa(pexel.com/Anna Tarazevich)

Ketika kecil, kita mungkin sering berpikir bahwa memiliki uang sendiri adalah hal yang menyenangkan. Namun, pada kenyataannya, penghasilan yang datang bersamaan dengan beban finansial jauh lebih berat dari yang kita bayangkan. Mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti makan, tempat tinggal, hingga tagihan bulanan yang terus datang tanpa henti.

Selain itu, kebutuhan mendadak seperti kesehatan atau kendaraan yang rusak juga bisa menguras tabungan. Mengelola keuangan dengan bijak menjadi tantangan tersendiri. Jika tidak pintar-pintar dalam mengatur pengeluaran, kita bisa terjebak dalam siklus utang yang semakin membebani kehidupan sehari-hari.

3. Waktu bersosialisasi semakin sedikit

Ilustrasi realita pahit menjadi orang dewasa(pexel.com/Eman Genatilan)

Dulu, bertemu teman setiap hari adalah hal yang biasa. Kita bisa nongkrong bersama kapan saja, terutama saat sekolah atau kuliah. Namun, setelah memasuki dunia kerja dan rutinitas yang padat, waktu untuk bersosialisasi semakin berkurang. Teman-teman pun memiliki kesibukannya masing-masing, sehingga frekuensi bertemu menjadi sangat jarang.

Kondisi ini terkadang membuat kita merasa terisolasi. Hubungan pertemanan yang dulu begitu erat bisa terasa renggang. Prioritas hidup yang berubah sering kali membuat kita lebih fokus pada pekerjaan dan urusan pribadi, dan hal ini membuat kita kehilangan momen-momen sederhana bersama teman yang dulu dianggap biasa.

4. Ekspektasi sosial yang menekan

Ilustrasi realita pahit menjadi orang dewasa(pexel.com/Polina Tankilevitch)

Semakin dewasa, semakin banyak ekspektasi sosial yang dibebankan kepada kita. Di usia tertentu, mungkin kita mulai ditanya tentang kapan menikah, punya anak, atau kapan akan membeli rumah sendiri. Pertanyaan-pertanyaan ini sering kali datang dari keluarga, teman, atau bahkan masyarakat luas, dan tentu saja hal ini bisa menjadi sumber tekanan.

Kita pun merasa terburu-buru untuk mencapai standar tertentu yang sudah ditetapkan oleh lingkungan. Hal ini bisa menimbulkan perasaan gagal jika belum berhasil mencapai apa yang dianggap sebagai 'kesuksesan' menurut orang lain. Padahal, setiap orang memiliki jalannya masing-masing, dan tidak ada ukuran pasti kapan seseorang harus mencapai sesuatu.

5. Kehilangan waktu untuk diri sendiri

Ilustrasi realita pahit menjadi orang dewasa(pexel.com/Elias Boberg)

Ketika tanggung jawab dan pekerjaan terus menumpuk, waktu untuk diri sendiri sering kali terabaikan. Dulu, kita bisa dengan mudah menikmati hobi atau melakukan hal-hal yang disukai tanpa khawatir dengan pekerjaan. Namun, kini kita harus pandai-pandai mencari waktu di antara kesibukan untuk sekadar beristirahat atau me-time.

Kehilangan waktu untuk diri sendiri ini sering kali membuat kita merasa lelah secara mental dan fisik. Padahal, waktu luang untuk diri sendiri sangat penting untuk menjaga keseimbangan hidup. Jika terus dibiarkan, kelelahan ini bisa berdampak buruk pada kesehatan dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Menjadi dewasa memang penuh dengan tantangan dan realitas pahit yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Namun, di balik semua itu, proses ini juga memberi kita kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan memahami kehidupan dengan  lebih dalam. Ketika di fase ini, kita harus selalu ingat bahwa yang terpenting adalah tetap menjaga keseimbangan dan berusaha mencari kebahagiaan dalam setiap langkah kehidupan.

Share
Editorial Team
Afifah
EditorAfifah

Kenapa Mail Karakter Paling Dewasa di Upin & Ipin? Ini Alasannya!

Cuplikan Mail di Upin & Ipin (dok. Les' Copaque Production/ Upin Ipin)
Kota Yogyakarta
Cuplikan Mail di Upin & Ipin (dok. Les' Copaque Production/ Upin Ipin)
Intinya sih...
  • Mail, karakter dalam serial Upin & Ipin, dikenal karena kemandiriannya dan jiwa bisnisnya yang matang sejak kecil.
  • Slogan dagangan Mail, "Dua seringgit, dua seringgit!" menunjukkan pola pikir bisnisnya yang strategis dan ketegasannya dalam menolak tawaran murah.
  • Mail memiliki sifat rasional, fokus pada tujuan, berani menyampaikan pendapat, serta mampu mengakui kesalahannya dengan dewasa.

Dalam serial Upin & Ipin, setiap karakter memiliki sifat unik yang membuat cerita semakin menarik. Salah satu karakter yang sering mencuri perhatian para fans adalah Mail, anak yang dikenal dengan jiwa bisnisnya dan kebiasaannya berjualan ayam goreng. Dibandingkan teman-temannya, Mail sering terlihat lebih mandiri dan berpikiran matang. Tapi, apakah dia benar-benar karakter paling dewasa di Upin & Ipin? Berikut tujuh alasan yang mendukung pendapat tersebut!