ilustrasi patung loro blonyo (tokopedia.com/Pratamasouvenir)
Bentuk dan atribut pada patung loro blonyo paes Jogja mencerminkan keindahan tradisi pernikahan adat Jawa. Seperti penjelasan dalam jurnal Patung Loro Blonyo Paes Yogyakarta: Subjektivitas dalam Konsep Kreatif Gunjiar, karya Supono (2019), pembuatan patung ini mengikuti aturan baku Keraton Jogja.
Bagian kepala pengantin laki-laki memakai kuluk, sedangkan perempuan menggunakan cunduk mentul, bagian dahi dihias, rambut disanggul dan ditutup dengan rangkaian bunga melati.
Di bagian tengah, perempuan memakai kemben, warnanya beragam seperti cokelat, biru, kuning, merah, hijau dan putih. Kemudian, diberi setagen dengan motif garis melingkari tubuh. Pengantin perempuan mengenakan kain jarik sidho mukthi atau kebaya.
Pada bagian pergelangan tangan kedua pengantin juga memakai gelang, sehingga tampilannya semakin berkesan melambangkan keceriaan.
Mengenai posisi patungnya ada perbedaan, patung laki-laki duduk bersila, dan patung perempuan duduk timpuh. Ketika diletakkan pada saat perayaan pernikahan, sepasang patung loro blonyo duduk berdampingan. Laki-laki di sebelah kanan, dan perempuan di sebelah kiri.
Patung loro blonyo bukan sebatas dekorasi dalam upacara tradisi pernikahan Jawa, tapi juga terdapat makna yang mendalam. Sebagai simbol keselarasan dan keseimbangan, patung ini mencerminkan harapan suatu hubungan rumah tangga yang bahagia. Seperti pandangan Subiyantoro (2009) pada jurnal Patung Loro Blonyo dalam Kosmologi Jawa, loro blonyo menggambarkan filosofi hidup orang Jawa yang berusaha menyelaraskan dirinya dengan alam semesta dan Sang Pencipta, untuk memiliki kehidupan bermakna indah hingga akhir hayatnya.
Di balik bentuk yang anggun, sepasang patung pengantin ini mengajarkan cara menjalankan hidup berumah tangga. Perlu ada kerja sama dengan porsi seimbang antara suami dan istri, saling melengkapi, menghargai, serta mengapresiasi.