Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tari Golek Ayun-ayun Gaya Yogyakarta, Perempuan Mencari Jati Diri

ilustrasi Tari Golek Ayun-ayun (youtube.com/Budayanira)
Intinya sih...
  • Tari Golek Ayun-ayun adalah tarian klasik gaya Yogyakarta yang memiliki makna filosofis dan pesan baik untuk kehidupan manusia.
  • Tari ini berkembang dari kalangan pesinden hingga diangkat menjadi bagian tari klasik di Keraton Yogyakarta, serta diajarkan di banyak sanggar tari dan lembaga pendidikan formal.
  • Unsur dalam tata rias, busana, dan gerak tari Golek Ayun-ayun mengandung nilai-nilai kearifan lokal budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, masyarakat, dan dirinya sendiri.

Bukan sekadar hiburan biasa, tari klasik punya makna filosofisnya juga. Makna yang memiliki pesan baik untuk kehidupan manusia, sebagai contohnya adalah tari Golek Ayun-ayun gaya Yogyakarta.

Tarian ini populer dipentaskan untuk pembukaan acara sebagai tanda penghormatan, biasanya ada beberapa penari dalam pertunjukannya. Kata “golek” berarti mencari, dalam tarian ini menggambarkan seorang perempuan yang sedang mencari jati dirinya. Gerakannya lembut dan penuh makna yang isinya nilai-nilai kearifan lokal.

Apa saja nilai kearifan lokal dalam tari Golek Ayun-ayun? Yuk, simak.

1.Perkembangan tari Golek Ayun-ayun

pertunjukan tari Golek Ayun-ayun (youtube.com/Budayanira)

Awalnya, tari klasik ini lahir di luar lingkungan istana dan berkembang di kalangan pesinden atau penyanyi tradisional Jawa. Seiring waktu, tari ini mulai dapat perhatian dari kalangan bangsawan dan diberi dukungan dengan mengangkatnya menjadi bagian tari klasik di Keraton Yogyakarta.

Perubahan positif pun terjadi setelah putri Sultan Hamengku Buwono IX mulai mempelajari tarian ini. Pandangan masyarakat terhadap tari golek menjadi baik. Tarian yang semula ditampilkan oleh pesinden kini menjadi kesenian yang dihormati dan dilestarikan.

Tokoh yang berperan dalam perkembangan tari klasik gaya Yogyakarta adalah KRT Sasmintadipura, seorang pakar tari yang aktif melestarikan tari klasik. Tarian ini disusun pada tahun 1976, peran beliau begitu berharga karena mampu memperkuat posisi Tari Golek Ayun-ayun sebagai tari klasik yang bernilai seni tinggi.

Sekarang, tari Golek Ayun-ayun gak lagi terbatas di lingkungan kraton, tapi sudah meluas dan diajarkan di banyak sanggar tari, bahkan hingga lembaga pendidikan formal. Dengan begitu, generasi muda bisa mempelajari serta ikut menjaga kelestariannya.

2.Unsur-unsur tari Golek Ayun-ayun

Tari Golek Ayun-ayun (youtube.com/PesonaYogyakartaOfficial)

Mengutip jurnal “Beksan Golek Ayun-ayun Gaya Yogyakarta dalam Perspektif Aksiologi” yang ditulis oleh Sri Widayanti (2016), terdapat beberapa unsur dalam tari klasik ini yaitu tata rias dan busana, serta serangkaian gerak yang punya makna mendalam. Berikut uraiannya.

Unsur pada tata rias kepala, aksesori, dan tata busana tari Golek Ayun-ayun:

  1. Godheg, pengganti rambut berbentuk melengkung ke belakang bermakna sebagai manusia perlu tahu asal-usul dan tujuan hidupnya.
  2. Sumping, aksesori telinga yang terbuat dari logam berwarna emas dihiasi bunga mawar, kantil, kenanga. Ini bermakna agar manusia mampu mendengarkan segala sesuatu dengan baik, mengambil hikmah dan pelajaran untuk kebaikan hidupnya.
  3. Subang Ronyok, hiasan telinga yang bercahaya, mengandung makna manusia yang semakin cerdas dan harapan baik lainnya.
  4. Jamang Elar, hiasan ikat kepala yang terbuat dari bulu menthog, ini adalah lambang seorang gadis yang sedang bertumbuh dewasa dan berusaha mewujudkan impiannya.
  5. Sanggul dengan sinyong, tata rias rambut berbentuk oval yang dilengkapi beraneka ragam hiasan.
  6. Jebehan dan ceplok, bunga buatan yang dibuat dari kain untuk mempermanis penampilan.
  7. Pelik, bunga kertas dengan empat kelopak yang dihiasi ketep dan ditempelkan ke sanggul sebagai pelengkap tampilan.
  8. Cundhuk Mentul dan Cundhuk Jungkat, hiasan sanggul berbentuk setangkai bunga berjumlah 5, ini adalah simbol nafsu manusia yaitu kasih sayang, kenikmatan, keinginan, kekuasaan dan kesucian. Hal ini bermakna bahwa gadis yang beranjak dewasa diharapkan mampu mengelola nafsunya agar menjadi wanita yang baik.
  9. Kalung Susun (Tanggalan), hiasan leher yang terbuat dari lempengan berjumlah tiga diikat menjadi satu. Ini bermakna manusia mengalami tiga kehidupan yaitu, lahir, pernikahan, dan kematian.
  10. Gelang Kana dan cincin, hiasan yang dipakai pada pergelangan tangan dan jari manis, bermakna sebagai ikatan yang juga lambang kesetiaan wanita.
  11. Kelat Bahu, hiasan lengan berbentuk naga melingkar dipasang pada bagian kanan dan kiri, bermakna perasaan yang menyatu dengan pikiran, artinya harapan agar dapat kekuatan dan jalan untuk berkehidupan.
  12. Slepe/ Plending, hiasan yang berfungsi sebagai ikat pinggang, bermakna agar manusia mampu mengelola nafsunya, dalam tarian ini agar gadis dewasa dapat menjaga kesuciannya.
  13. Kebaya bludru hitam disulam benang emas, maknanya supaya gadis memiliki kepribadian lembut dan memancarkan pesonanya.
  14. Sondher Cinde/Sampur, selendang yang diikatkan pada pinggang, ini lambang komunikasi penari dengan penonton. Aksesori ini bermakna agar gadis tersebut nantinya mampu bergaul dengan semua orang dengan cara yang baik.
  15. Kain batik Parang Rusak, batik dengan motif berwarna putih yaitu lambang kesucian.

Keseluruhan unsur tata rias dan busana tari Golek Ayun-ayun bermakna memberikan panduan hidup bagi seorang gadis dewasa, dan seluruh manusia.

Unsur gerak tari Golek Ayun-ayun sebagai berikut:

  1. Pola lantai, bila dipentaskan di keraton maka penari menghadap ke tempat duduk Sultan. Jika di luar kraton, arahnya situasional.
  2. Tata laku, tarian diawali dan diakhiri dengan gerakan sembahan. Ini mengandung makna mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa, menghormati Raja, dan menghormati lainnya.

Keseluruhan gerak dalam tari Golek Ayun-ayun bermakna seorang gadis dewasa yang sedang mencari jati dirinya. Ini juga tergambar dalam beberapa gerakan tariannya yaitu seperti orang berdandan, merapikan pakaiannya, dan berjalan sambil tersenyum dengan langkah gemulai.

3.Nilai-nilai kearifan lokal dalam tari Golek Ayun-ayun

ilustrasi perempuan bercermin sambil tersenyum (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Menurut Sedyawati dalam Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah (2006), kearifan lokal adalah kearifan dalam kebudayaan tradisional suku-suku bangsa. Dalam arti luas ini bisa berupa norma dan nilai budaya, dan segala unsur gagasan termasuk keterlibatan teknologi hingga estetika.

Wujud kearifan lokal dalam tari Golek Ayun-ayun terdapat pada unsur tata rias dan busana, serta geraknya yang penuh makna. Berikut pembahasannya.

  • Nilai budaya dalam hubungannya manusia dengan Tuhan

Adanya ketaqwaan dalam unsur geraknya yaitu diawali dan diakhiri dengan gerak Sembahan. Manusia hendaknya selalu ingat kepada Yang Maha Kuasa dan bersyukur atas segala hal yang dimilikinya. Gerak ini juga menunjukkan rasa hormat kepada Sang Pencipta.

  • Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat

Dalam unsur tata busananya penari mengenakan selendang yang bermakna agar gadis atau manusia umumnya mampu bersosialisasi dengan baik. Ini juga terdapat ajaran tentang sikap menghargai, toleransi, menjaga batasan diri, dan siakp sosial lainnya sehingga tercipta lingkungan yang harmonis.

  • Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri

Manusia memiliki hasrat dan harapan, untuk mewujudkannya perlu diiringi sikap menyayangi diri. Dalam tarian ini hal tersebut ditunjukkan dari unsur-unsur yang ada seperti berhias, berbusana, menjaga kesetiaan untuk kebaikan diri, mampu mengendalikan hawa nafsu, memiliki keteguhan hati, dan menghargai diri sendiri.

Tari Golek Ayun-ayun lebih dari pertunjukan, di dalamnya terdapat cerminan nilai-nilai kearifan lokal budaya. Tata rias, busana, dan gerakannya mengandung makna tentang pencarian jati diri seorang perempuan beranjak dewasa, sekaligus mengajarkan norma-norma kebaikan.

Dengan mengetahui makna dan nilai-nilainya, tertarik ikut menjaga warisan budaya ini? Mari, ikut berkontribusi dengan punya rasa cinta terhadap seni tradisional Indonesia.

 

Sumber Referensi:

Sedyawati, Edy. 2006. Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Widayanti, S. (2016). Beksan Golek Ayun-Ayun Gaya Yogyakarta Dalam Perspektif Aksiologi. Jurnal Filsafat, 25(2), 197–219. https://doi.org/10.22146/jf.12677

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Adelbertha Eva Y
EditorAdelbertha Eva Y
Follow Us