Ilustrasi kawasan Kotabaru, Jogja zaman dulu (kebudayaan.jogjakota.go.id)
Pada tahun 1900-an, tak banyak orang Katolik bermukim di Kotabaru. Saat itu, Kotabaru masih berupa kampung yang dihuni pribumi. Tahun 1920, dimulai rancangan kawasan Kotabaru sebagai tempat tinggal orang Belanda di Kota Yogyakarta, warga kampung yang sebelumnya berdiam di tempat tersebut mendapatkan ganti rugi.
Sebelum itu, tepat tahun 1918, hadir seorang romo bernama Fransiskus Strater, SJ. Melansir laman milik Gereja Katolik Santo Antonius, Romo Strater melakukan berbagai pendekatan dimulai dengan menyewa sebuah rumah milik Tuan Perquin. Saat ini lokasinya berada tepat di depan Masjid Syuhada. Rumah tersebut dijadikannya sebagai tempat mengajar agama, novisiat, sekaligus tempat beribadah.
Kedua, Romo Strater mendirikan sebuah pembinaan Jesuit yang diberi nama Kolese Santo Ignatius (Kolsani). Dikutip laman Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, pada 18 Agustus 1922, Kolsani dilengkapi dengan kapel yang terbuka untuk umum.
Keberadaan Kolsani tersebut menambah berbagai agenda karya pewartaan hingga pengikut Katolik kian bertambah. Hal ini membuat jumlah anggota Jesuit dan jemaat kian bertambah. Sementara kapasitas Kolsani kurang mencukupi.
Romo Starter akhirnya memutuskan membangun gereja yang lebih besar dengan bantuan dari donatur asal Belanda dengan syarat diberi nama Santo Antonius van Padua, nama yang sama dengan gereja di Muntilan dan Purbayan, Solo, karena berasal dari pendanaan yang sama.