Bandara Yogyakarta International Airport, Kulon Progo (instagram.com/phijenk)
Poin terpenting dari UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta berikutnya adalah soal pertanahan yang tertuang dalam pasal 32 sampai pasal 33. Pada pasal 32 ayat (1) dan ayat (4) disebutkan bahwa Kasultanan dan Kadipaten dinyatakan sebagai badan hukum dengan hak milik atas tanah keprabon dan tanah bukan keprabon yang terdapat di seluruh kabupaten/kota dalam wilayah DIY.
Tanah keprabon sendiri maksudnya adalah tanah yang digunakan untuk bangunan keraton dan pura untuk upacara adat, beserta kelengkapannya. Sementara tanah bukan keprabon yaitu tanah kasultanan dan kadipaten yang belum terikat atas hak.
Tanah tersebut bisa digunakan masyarakat atau lembaga melalui hak yang diberikan oleh kasultanan dan kadipaten dalam bentuk kekancing. Tanah bukan keprabon bisa dilepaskan demi kepentingan umum seperti jalan raya, rumah sakit, kantor pemerintahan, sampai sarana pendidikan.
Walau begitu, pertukaran ini harus sesuai dengan ketentuannya yaitu, pelepasan tanah harus diiringi dengan mencari tanah pengganti yang senilai.
Sebagai badan hukum, Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut. Walau begitu, tujuan pemanfaatan dan pengelolaan tanah ini harus sesuai dengan pasal 32 ayat 5 yaitu untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat.
Ada pun jika ada pihak lain yang ingin memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten, harus mendapatkan izin persetujuan Kasultanan untuk tanah Kasultanan dan izin persetujuan Kadipaten untuk tanah Kadipaten, seperti yang diatur dalam pasal 33 ayat 4.