Mengenal Kisah Reog Ponorogo yang Disebarkan dari Mulut ke Mulut 

Dua versi dengan beragam karakter

Yogyakarta, IDN Times – Dua Singa Barong berlaga. Masing-masing penari memanggul topeng bermuka singa dan berkepala burung merak. Jangan dibayangkan mereka saling adu fisik sembari menggotong topeng besar di kepala. Melainkan saling memamerkan kepiawaian melakukan gerakan atraktif, seperti melompat dan memutar badan dengan cepat sehingga rumbai-rumbai bulu merak meliuk indah. Hingga bergulingan di lantai.

Penonton bersorak. Alunan kendang, ketipung, gong, trompet, juga angklung yang rancak memicu kedua penari Singa Barong kian atraktif. Penampilan ini menjadi sajian pembuka Pameran Lukisan dan Soft Launching Buku bertajuk “Kemilau Reog Ponorogo” di Bentara Budaya Yogyakarta akhir pekan lalu, 21 Desember 2019 malam.

Baca Juga: Mengintip Kreasi Lulusan Arsitektur yang Gak Sebatas Jadi Arsitek

1. Cerita rakyat turun-temurun dari mulut ke mulut

Mengenal Kisah Reog Ponorogo yang Disebarkan dari Mulut ke Mulut Sekretaris Dinas Pariwisata Ponorogo Bambang Wibisono di Bentara Budaya Yogyakarta, 21 Desember 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Menurut Ketua Sanggar Kesenian Reog Ponorogo Kartika Puri, Sudirman, tak ada kejelasan asal muasal kesenian reog itu muncul pertama kali. Kisah reog muncul begitu saja secara turun-temurun dari mulut ke mulut tanpa diketahui siapa yang memulai.

Folklore. Bukti otentik yang menunjuk waktu belum valid,” kata Sudirman saat ditemui IDN Times di sela acara malam itu.

Ada yang menyebut itu kesenian tradisional itu berawal dari kisah masa sebelum Kerajaan Majapahit. Ada yang bilang sepanjang Kerajaan Majapahit masih berdiri.

“Hanya mengira-ira,” kata lulusan Jurusan Seni Tari Universitas Negeri Surabaya itu.

2. Penyenggak bikin kesenian reog seru dan ramai

Mengenal Kisah Reog Ponorogo yang Disebarkan dari Mulut ke Mulut Atraksi senggakan dalam Reog Ponorogo di Bentara Budaya Yogyakarta, 21 Desember 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Sebuah kesenian tradisi disebut reog jika menampilkan penari berkarakter sebagai Barongan dan Jatilan. Barongan adalah penari bertopeng singa dengan mahkota dari bulu-bulu merak yang disebut dengan Singa Barong. Sedangkan jatilan menggambarkan sosok prajurit yang menari dengan gemulai. Acap kali Jatilan ditarikan perempuan dengan kostum lengan panjang berwarna putih.  

Karakter lainnya dalam kesenian reog adalah penari yang memerankan tokoh Raja Kediri Klara Sewandana dan Patih Bujang Ganong. Patih ini berkarakter jenaka dan menghibur. Ia mengenakan topeng berambut awut-awutan, berhidung besar, bermuka merah, dan mata melotot.

Selain kelompok penari, Sudirman menambahkan, dalam kesenian reog juga dilengkapi dengan kelompok pengrawit dan penyenggak. Pengrawit adalah para musisinya yang memainkan alat musik tradisional berupa kendang, ketipung, trompet, dan angklung. Sedangkan penyenggak adalah kelompok yang bersorak-sorai mengiringi pengrawit.

“Kalau gak ada penyenggak, reognya enggak ramai,” kata Sudirman.

3. Reog versi Ki Ageng Kutu menyindir prajurit Majapahit

Mengenal Kisah Reog Ponorogo yang Disebarkan dari Mulut ke Mulut Dua penari Jatilan dalam kesenian Reog Ponorogo di Bentara Budaya Yogyakarta, 21 Desember 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Lantaran folklore pula, berbagai versi cerita reog pun bermunculan. Setidaknya ada dua versi besar yang sering dimainkan, menurut Sudirman.

Pertama, versi reog Ki Ageng Kutu. Ia adalah bekas penasihat Kerajaan Majapahit masa pemerintahan raja terakhir, Prabu Brawijaya. Lantaran kecewa dengan Brawijaya yang mudah dipengaruhi permaisuri, Ratu Champa, Ki Ageng Kutu hengkang dari kerajaan. Dia bikin padepokan dan melatih para pemuda ulah kanuragan agar kelak menjadi prajurit yang tangguh dan pemberani.

“Penari reog zaman dulu itu laki-laki semua,” kata Sudirman.

Versi ini, Sudirman melanjutkan, merupakan sindiran kepada prajurit Majapahit masa itu. Mereka dinilai sebagai prajurit yang tidak disiplin, tidak tangguh, dan tidak ksatria.

“Zaman itu dimainkan laki-laki, tetapi didandani ala perempuan,” kata Sudirman.

Ketika memainkan versi ini, kelompok reog hanya berupa tarian yang menampilkan karakter barongan dan jatilan. Seperti malam itu, sanggar reognya menampilkan dua penari Jatilan dan dua penari Singa Barong. Tetapi juga menampilkan dua penari Bujang Ganong.

“Kalau ada Bujang Ganong hanya sebagai penyenggak saja,” kata Sudirman yang malam itu menampilkan versi Ki Ageng Kutu dengan Bujang Ganong.

4. Singa Barong jadi musuh dalam versi Bantar Angin

Mengenal Kisah Reog Ponorogo yang Disebarkan dari Mulut ke Mulut Atraksi Singa Barong dalam Reog Ponorogo di Bentara Budaya Yogyakarta, 21 Desember 2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Versi kedua adalah Reog Bantar Angin. Ini bukan nama tokoh, melainkan nama kerajaan yang dipimpin Raja Kelana (Klana) Sewandana.

“Yang membedakan, versi ini tidak hanya berupa tarian, tapi ada ceritanya. Jadi sendratari,” kata Sudirman.

Alkisah, Raja Klana Sewandana mengutus Patih Bujang Ganong melamar putri dari Kerajaan Kediri, Dewi Sanggalangit. Di tengah jalan, patih dihadang manusia berkepala singa yang disebut Singa Barong. Tugas Singa Barong adalah penjaga perbatasan Kediri. Mereka berkelahi dan Bujang Ganong kalah. Ia mengadu kepada raja sehingga raja sendiri yang turun tangan. Ia mengeluarkan senjata pamungkas berupa pecut atau cambuk Samandiman. Singa Barong pun takluk dan sang raja berhasil memboyong pujaan hati.

“Jadi ada penokohan. Singa Barong itu sebagai musuhnya,” kata Sudirman.

Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App, unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: Kisah di Balik Badai Literasi, Seni Instalasi Karya Onno di UGM

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya