Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Upacara Panggih di Prosesi Pernikahan Jawa dengan Adat Jogja

ilustrasi pasangan pengantin adat (unsplash.com/Fahmi Ramadhan)

Momen sakral sekali seumur hidup yaitu pernikahan, tak hanya untuk menyatukan dua manusia yang saling cinta, tapi juga bermakna perjalanan hidup selanjutnya. Pernikahan tak hanya membentuk rumah tangga, namun juga menyatukan dua keluarga yang mempunyai beragam perbedaan seperti budaya, ekonomi maupun sosial.

Hingga saat ini, perayaan pernikahan tradisional masih dilakukan, meski zaman semakin modern, salah satunya yaitu menggunakan adat Jawa. Ada dua tradisi yaitu adat Jogja dan Surakarta. Yuk simak penjelasan upacara panggih dalam pernikahan Jawa dengan Adat Jogja. 

1.Pernikahan Adat Jogja dari awal sampai puncak acara

ilustrasi upacara adat pernikahan (pexels.com/rangga ispraditya)

Pernikahan gaya Jogja mempunyai beberapa tahapan pelaksanaannya. Setiap tahapan mengandung makna dan jadi simbol menuju kehidupan berumah tangga bahagia. Tahapannya yang diawali dengan pendekatan kedua calon pengantin disebut nontoni. Dalam tahap ini, kedua pihak diberi kesempatan untuk saling mengenal dan memantapkan hati ke jenjang berikutnya.

Nah, kalau keduanya sepakat merasa cocok, dilanjutkan ke tahap lamaran atau paningsetan. Tujuannya untuk mengikat calon pengantin perempuan supaya tidak menerima pinangan laki-laki lain.

Menjelang pernikahan, biasanya dilakukan sehari sebelum pernikahan, pihak keluarga perempuan memasang tarub di area tempat berlangsungnya acara pernikahan. Tarub ini berupa hiasan janur kuning yang dibentuk melengkung dan dipasang di tepi tratag atau jalan.

Sehari sebelum menikah, calon pengantin melakukan sesi siraman, yaitu mandi menggunakan air kembang yang sudah didoakan. Tujuannya untuk membersihkan diri calon pengantin dari segala keburukan sehingga batinnya lebih siap memasuki hidup baru bersama.

Selanjutnya, dilakukan prosesi ngerik, atau mencukur bulu halus yang tumbuh di dahi sehingga wajahnya tampak bersih berseri. Malam sebelum akad nikah, calon pengantin perempuan menjalani upacara midodareni. Pada malam ini, kedua calon pengantin belum diperbolehkan bertemu. Calon pengantin perempuan berada di kamarnya, sementara calon pengatin laki-laki dan keluarganya berada di rumah pihak perempuan untuk berdoa bersama.

Hari yang dinanti pun tiba yaitu prosesi ijab kabul. Setelah dinyatakan sah oleh para saksi, dilakukan tahap tukar cincin sebagai simbol janji setia antara suami istri. Berikutnya adalah puncak acara yang disebut dengan panggih.

2.Panggih gaya Jogja, ada ciri khususnya

ilustrasi pasangan pengantin (pexels.com/Sili Ontheway)

Panggih berarti bertemu, ini bagian puncak acara di pernikahan adat Jawa, baik Jogja dan Surakarta. Setelah sah sebagai suami istri, keduanya dipertemukan menggunakan busana yang berbeda saat ijab, namun tetap menggunakan pakaian adat khas Jogja.

Gendhing Jawa akan dimainkan sebagai pengiring jalannya pengantin, yang menjadikan suasana semakin sakral dan khidmat. Ada keunikan dalam gaya Jogja yaitu menampilkan tarian edan-edanan sebagai iringan pengatin ke hadapan orangtua.

Setelah kedua pengantin bertemu, kurang lebih dalam jarak 3 meter dengan posisi berhadapan, dilanjutkan sesi balangan suruh. Suruh yang digunakan punya makna, yaitu melambangkan kekuatan untuk menangkal hal-hal buruk, sehingga kehidupan rumah tangga damai, aman, sejahtera.

Dalam tradisi Jogja, jumlah lemparan daun sirih berbeda dari Surakarta. Pada tradisi Surakarta lemparan dilakukan oleh masing-masing satu kali saja dengan seiikat sirih. Sedangkan tradisi Jogja, lemparan dilakukan oleh pengantin laki-laki sebanyak empat kali dengan empat ikat sirih, dan perempuan sebanyak tiga kali dengan tiga ikat sirih.

Selanjutnya dilakukan tahapan wiji dadi (memecahkan telur). Pengantin laki-laki menginjak telur sampai pecah, dan pengantin perempuan mencuci kaki suaminya dengan air bunga. Ini melambangkan tindakan penuh cinta dan bakti kepada suami.

Prosesi berikutnya adalah dahar klimah. Adat Jogja dan Surakarta memiliki perbedaan cara makannya. Jika gaya Surakarta pengantin saling menyuapi, dalam gaya Jogja keduanya makan sendiri-sendiri.

Terakhir adalah sungkeman, momen kedua pengantin bersimpuh di hadapan orangtua untuk memohon doa restu. Sungkeman juga jadi simbol rasa hormat dan terima kasih anak kepada orangtuanya yang telah membesarkan, serta mendidik mereka hingga saat pernikahannya.

3.Tujuan upacara panggih

ilustrasi pasangan melangsungkan pernikahan (pexels.com/Muhamad Faizal Awal)

Bukan sebatas seremonial, upacara panggih dalam rangkaian tradisi pernikahan adat Jawa mempunyai makna yang baik. Menurut Pringgawidagda dalam bukunya “Tata Upacara dan Wicara Pengantin Gaya Yogyakarta”, terdapat tiga tujuan, yaitu:

  • Pengukuhan secara adat atas perjodohannya

Panggih berfungsi sebagai wujud pengukuhan adat atas ikatan pernikahan yang sah secara hukum dan agama. Ini menegaskan bahwa kedua pengantin mendapat restu dari keluarga besarnya, serta masyarakat setempat.

  • Memberi informasi kepada masyarakat

Pernikahan tradisi adat Jawa gak hanya melibatkan kedua mempelai, tapi juga seluruh keluarganya hingga masyarakat sekitar. Oleh karena itu, upacara panggih bertujuan sebagai sarana mengumumkan kabar gembira ini. Pengantin dan keluarganya mengumumkan secara resmi bahwa kedua mempelai sudah menikah secara resmi. Hadirnya para sesepuh, dan masyarakat sekitar sebagai tamu undangan juga menjadi bukti pengantin diakui secara adat.

  • Memohon doa dan restu dari para tamu

Restu orangtua dan keluarga, sesepuh serta para tamu menjadi penting bagi pengantin. Melalui prosesi panggih, diharapkan pasangan yang menikah mendapatkan doa-doa baik dan restu dari keluarga hingga seluruh tamu.

Dengan ketiga tujuan ini, prosesi panggih gak hanya bagian tradisi, tapi juga bentuk apresiasi terhadap nilai-nilai budaya Jawa khususnya dalam hal pernikahan. Diharapkan pengantin mampu membina rumah tangganya secara bertanggung jawab, penuh syukur dan kasih sayang, serta senantiasa diiringi keberkahan.

Meski ada beberapa cara yang berbeda antara upacara panggih gaya Jogja dan Surakarta, tetapi keduanya sama-sama punya makna filosofis mendalam, mencerminkan rumah tangga harmonis. Melalui pelaksanaannya, pasangan pengantin gak hanya mengukuhkan ikatan suci resminya, tapi juga menghormati adat dan tradisi leluhur mereka, serta menerapkan ajaran baiknya untuk bangunan rumah tangganya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us