Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret Prajurit Langenkusumo Keraton Jogja (instagram.com/kratonjogja)
Potret Prajurit Langenkusumo Keraton Jogja (instagram.com/kratonjogja)

Intinya sih...

  • Prajurit perempuan dibentuk pada masa Sultan Hamengku Buwono II

  • Turut mengemban tugas di sektor pertanian hingga jadi pedagang

  • Dilatih secara militer hingga piawai pegang senjata

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Melihat penampilan prajurit Keraton Yogyakarta sekarang ini bukan hal yang sulit. Meski tugasnya tak lagi berperang, biasanya bregada ini tampil dalam iring-iringan momen upacara adat dan tradisi yang digelar di Yogyakarta. Selain itu, unit-unit prajurit Keraton Yogyakarta jenisnya cukup banyak, salah satunya adalah Prajurit Langenkusumo.

Prajurit Langenkusumo diketahui sebagai prajurit perempuan (estri) yang gagah perkasa. Baru-baru ini, Prajurit Langenkusumo tampil dalam Garebeg Mulud Dal 2025 yang dihelat pada Jumat (5/9/2025) lalu dan langsung menyita perhatian. Ternyata, keberadaan mereka sudah ada sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono II, lho!

1. Prajurit perempuan dibentuk pada masa Sultan Hamengku Buwono II

Potret Prajurit Langenkusumo Keraton Jogja (instagram.com/kratonjogja)

Laman kratonjogja.id menjelaskan, Prajurit Langenkusumo terdiri dari prajurit perempuan yang berasal dari anak perempuan pejabat tinggi atau keluarga lapisan atas di pedesaan. Sementara, jurnal karya Yuliarni, Apriana, Heryati, Suwonti Atun Badriah (2020) berjudul 'Peranan Prajurit Perempuan (Korps Prajurit Estri) Terhadap Perkembangan Ekonomi dan Militer di Yogyakarta 1750-1810', menyebutkan adanya keterlibatan perempuan di Keraton Yogyakarta dipengaruhi oleh situasi politik yang ada di dalam keraton. Raden Mas Sundoro yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono II dikenal sebagai sosok keras untuk tidak bersedia bekerja sama dengan pihak asing, yaitu Belanda. Meningkatkan keamanan di keraton menjadi upaya sang Sultan untuk menentang keberadaan Belanda.

Prajurit perempuan dibentuk pada saat Sultan HB II masih menjadi putra mahkota. Awalnya, mereka bertugas sebagai prajurit pengawal putra mahkota, tapi saat Sultan Hamengkubuwana II naik takhta, maka prajurit perempuan tidak hanya menjadi pengawal putra mahkota, melainkan sebagai penjaga keamanan keraton dan keselamatan sultan dan keluarganya.

Hal ini dikarenakan ketidakpercayaan sultan terhadap laki-laki, menurutnya laki-laki mempunyai sifat yang cenderung memberontak. Berbeda dengan perempuan yang penurut. Seperti lelaki, prajurit estri dididik secara militer dan terlatih.

2. Turut mengemban tugas di sektor pertanian hingga jadi pedagang

Potret Prajurit Langenkusumo Keraton Jogja (instagram.com/kratonjogja)

Jurnal Yuliarni dkk menjelaskan bahwa peran prajurit estri semakin hari semakin signifikan. Terutama kala prajurit Estri kemudian akan dihadiahkan kepada bangsawan untuk dijadikan istri. Dan menurut para prajurit, ini adalah hal yang membanggakan karena ada anggapan bahwa para bangsawan yang memperistri mereka tidak akan berani memperlakukan mereka dengan buruk karena takut Raja akan murka.

Nah, syarat untuk menjadi Prajurit Langengkusumo yang dipilih oleh Sultan Hamengkubuwana II, harus memiliki wajah cantik, berpenampilan rapi, ramah, dan mempunyai kecerdasan karena nantinya akan dijadikan penyambutan raja-raja atau sebagai pengawal pribadi Sultan.

Tak sampai di situ saja tugas mereka. Di sumber yang sama juga disebutkan bahwa pasukan estri ikut bertani bahkan terjun langsung membagikan tanaman juga pupuk yang akan ditanam oleh masyarakat. Bahkan, ada juga yang kemudian berdagang sehingga bisa dibilang bahwa pengawal estri cukup berpengaruh pada bidang ekonomi Keraton Jogja.

3. Dilatih secara militer hingga piawai pegang senjata

Potret Prajurit Langenkusumo Keraton Jogja (instagram.com/kratonjogja)

Setidaknya ada empat puluh perempuan yang berbaris di takhta sultan dan bersenjata lengkap, berikat pinggang, dilengkapi sebilah keris yang diselipkan di tali pinggang, serta masing-masing memegang sebilah pedang atau sepucuk bedil. Hal ini menunjukkan kalau prajurit perempuan ini adalah sesuatu yang mengagumkan.

Dari situ bisa disimpulkan bahwa meski mereka adalah perempuan, tapi keberadaannya tidak bisa disepelekan. Selain berbekal militer, prajurit estri di Keraton Yogyakarta juga mengantongi keahlian-keahlian laiknya bregada lain. Sebut saja seperti menunggang kuda, menembakkan salvo, sampai dengan cara menggunakan senjata. Keberadaan mereka juga berpengaruh pada situasi politik dan ekonomi meski keberadaannya tidak berlangsung lama yang salah satu alasannya karena dipengaruhi oleh perubahan kepemimpinan di Kasultanan Yogyakarta.

Editorial Team