Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi jemparingan di Kampung Wisata Niti Gedongkiwo (kampungwisata.jogjakota.go.id)
ilustrasi jemparingan di Kampung Wisata Niti Gedongkiwo (kampungwisata.jogjakota.go.id)

Jemparingan, sebuah olahraga tradisional yang diwariskan dari Kerajaan Mataram, masih dilestarikan di jogja. Olahraga yang menyerupai panahan ini bahkan sering dijadikan ajang perlombaan.

Ingin tahu lebih banyak tentang jemparingan? Simak informasi selengkapnya!

1. Pengertian jemparingan gaya Mataram

Lomba Jemparingan Paku Alam's Cup (instagram.com/purapakualaman

Jemparingan adalah olahraga panahan yang berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Selain dimainkan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, juga terdapat di Kasunanan Surakarta.

Dikutip laman Kraton Jogja, awal jemparingan lantaran Sri Sultan Hamengku Buwono I ingin pengikut dan rakyatnya, belajar memanah sebagai upaya membentuk watak kesatria. Definisi watak kesatria adalah sawiji, greget, sengguh, dan ora mingkuh. Sawiji artinya berkonsentrasi, greget berarti semangat, sengguh berarti rasa percaya diri, dan ora mingkuh maknanya bertanggung jawab.

2. Filosofi jemparingan

ilustrasi pengertian dan sejarah jemparingan (instagram.com/kratonjogja)

Para pemanah melakukan jemparingan wajib mengenakan busana Jawa, layaknya para abdi dalem. Untuk laki-laki menggunakan busana peranakan, jarik wiron engkol dan blangkon.

Bagi pemanah putri, mengenakan baju janggan warna hitam, jarik bergaya nyamping wiron, sanggul tekuk, dan tanpa aksesori. Warna biru dan hitam pada busana melambangkan ketegasan, kesederhanaan, dan kedalaman. 

3. Perbedaan jemparingan dan panahan

Antara jemparingan dan panahan, walau terlihat sama, yang membedakan adalah posisi pemanah pada jemparingan dilakukan sambil duduk bersila. 

Perbedaan kedua adalah cara membidik sasaran. Apabila pemanah biasa mengandalkan penglihatannya untuk membidik target, jemparingan justru memposisikan busurnya mendatar di depan perut sehingga bidikannya didasarkan pada perasaan dan insting. Hal ini sejalan dengan filosofi jemparingan gaya Mataram, yang berbunyi gamenthanging gandewa pamanthenging cipta yang memiliki pesan agar manusia yang memiliki cita-cita hendaknya berkonsentrasi penuh pada tujuan tersebut agar cita-citanya dapat terwujud. 

4. Jemparingan di lingkungan Keraton Yogyakarta masa kini

ilustrasi jemparingan gaya Mataram (kratonjogja.id)

Olahraga Jemparingan terus berkembang mengikuti perkembangan zaman tanpa menghilangkan ciri tradisionalnya. Hingga saat ini, berbagai perlombaan diselenggarakan untuk melestarikan warisan budaya tak benda ini. Tertarik untuk mencoba jemparingan?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team