Mengapa Warga Dusun Kasuran di Sleman Pantang Tidur Beralaskan Kasur?

Intinya sih...
- Dusun Kasuran memiliki kepercayaan pantangan tidur di atas kasur, diyakini mendatangkan musibah bagi yang melanggar.
- Kepercayaan ini berasal dari kisah Sunan Kalijaga dan Pangeran Diponegoro, menjadi identitas lokal dan dihormati warga setempat.
- Mitos ini mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal, memperkuat solidaritas warga, dan menjaga identitas Dusun Kasuran.
Dusun Kasuran, terletak di Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dusun ini menyimpan sebuah kepercayaan unik yang diwariskan turun-temurun yaitu pantangan tidur di atas kasur. Bagi yang melanggar, diyakini mendapat musibah seperti sakit mendadak hingga mengalami kejadian aneh yang sulit dinalar.
Mitos tak sekadar cerita masa lalu, tapi juga mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal. Kepercayaan semacam ini berakar dari pengalaman dan menjadi identitas lokal. Meski terdengar aneh bagi sebagian orang, mitos ini tetap dihormati warga setempat. Dari mana asal-usul pantangan ini, dan apa dampaknya terhadap masyarakat Dusun Kasuran?
1.Mitos pantang tidur di atas kasur, khususnya terbuat dari kapuk randu
Ada larangan untuk warga tidur beralaskan kasur khususnya yang terbuat dari kapuk randu. Mitos ini mengakar kuat dalam budaya setempat dan diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Bagi yang melanggar, sipercaya mendatangkan kesialan mulai penyakit, bahkan kejadian aneh yang susah dijelaskan secara rasional.
Beberapa warga memilih tidak tidur menggunakan alas kasur sebagai upaya menjaga dirinya dari bahaya tersebut. Meski, secara ilmiah belum ada buktinya, tradisi ini dihormati oleh warga Kasuran sebagai bentuk kearifan lokal. Bukan sekadar cerita hiburan dari leluhurnya, tapi juga simbol kepatuhan terhadap adat.
2.Berakar dari kisah Sunan Kalijaga dan Pangeran Diponegoro
Ada dua versi tentang asal-usul mitos ini. Pertama, berakar dari kisah Sunan Kalijaga yang datang untuk syiar agama Islam di Dusun Kasuran sekitar 600 tahun lalu. Saat menginap di rumah seorang warga bernama Dejali, Sunan meminta kasur dan guling kapuk untuk beristirahat. Namun, seorang tokoh agama lain bernama Soncodalu mengirimkan santet ke kasur tersebut.
Keesokan harinya, Sunan terbangun dalam kondisi kesakitan dan tubuhnya gemetar. Menyadari hal tersebut, dia berpesan kepada Dejali agar tak seorang pun boleh tidur di kasur. Kemudian, Dejali mengumpulkan warga dan menyampaikan pesan Sunan Kalijaga sebagai peringatan.
Berdasarkan jurnal Preservasi Pengetahuan Lokal Mitos di Dusun Kasuran Seyegan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, karya W. Baroroh (2024), pesan yang dimaksud Sunan Kalijaga adalah larangan tidur di kasur yang ada teluhnya, karena khawatir orang tersebut bisa meninggal. Namun, karena Dejali menyampaikan informasi kepada warga, bahwa Sunan yang berilmu tinggi, badannya panas dan gemetar, apalagi warga biasa. Nah, sejak itulah masyarakat tidak berani tidur menggunakan alas kasur.
Versi kedua yaitu dipengaruhi kisah Pangeran Diponegoro yang keterkaitannya dengan sejarah terbentuknya Dusun Kasuran. Pada tahun 1825-1830, saat Pangeran Diponegoro dan pasukannya termasuk keluarga beserta anak-anaknya mencari tempat berlindung di Dusun Njaron , yaitu nama lama dari Dusun Kasuran. Pasukan Pangeran Diponegoro mengalami kekalahan melawan penjajah Belanda. Dalam bahasa Jawa, kalah disebut asor, sedangkan kekalahan besar disebut kasoran. Untuk mempermudah penyebutan, warga setempat menamai Kasuran yang kini jadi Dusun Kasuran.
Kisah ini juga memperkuat kepercayaan bahwa tidur beralaskan kasur membawa kesialan. Semenjak itulah, muncul mitos ini dan mengakar kuat di budaya setempat.
3.Nilai sosial dari mitos pantang tidur beralaskan kasur
Hasil penelitian jurnal yang ditulis M. Sabela (2021), Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Kepercayaan Larangan Tidur di Kasur di Dusun Kasuran Margodadi Seyegan Sleman, terdapat beberapa nilai kearifan lokal terkait mitos ini, salah satunya yaitu nilai sosial.
Mitos ini mendorong terbentuknya solidaritas kuat dan terus meningkat di antara warga. Ini terlihat dari sikap masyarakat saling mengingatkan untuk tidak melanggar hukum adat terkait pantangan tidur di kasur.
Kepercayaan terhadap mitos menjadi cara masyarakat untuk menjaga dan melestarikan pengetahuan lokal. Inilah identitas Dusun Kasuran yang berbeda dari daerah lain. Tanpa ada mitos tersebut, bisa saja warga lokal kehilangan salah satu ciri khasnya yang berharga.
Dalam buku Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, karya Franz Magnis Suseno (2001), dijelaskan prinsip kerukunan berperan penting di kehidupan sosial masyarakat Jawa. Tujuannya untuk mencegah konflik sehingga terwujud keselarasan sosial dan ketenteraman bersama. Tak juga berarti dilarang berbeda, melainkan agar setiap individu mampu mengelola diri, bersikap menghargai dan senantiasa membawa diri sebagai pribadi dewasa.
Bertahannya mitos tersebut, sekalipun kini kehidupannya mengalami perubahan disebabkan warga yang mulai berpikiran terbuka, namun tradisi lisan warisan nenek moyang ini dihormati dan diupayakan lestari. Tetap hormat terhadap adat, sambil menjaga sikap dalam hidup bermasyarakat.