ilustrasi Sunan Kalijaga (id.wikipedia.org/Sunan Kalijaga)
Ada dua versi tentang asal-usul mitos ini. Pertama, berakar dari kisah Sunan Kalijaga yang datang untuk syiar agama Islam di Dusun Kasuran sekitar 600 tahun lalu. Saat menginap di rumah seorang warga bernama Dejali, Sunan meminta kasur dan guling kapuk untuk beristirahat. Namun, seorang tokoh agama lain bernama Soncodalu mengirimkan santet ke kasur tersebut.
Keesokan harinya, Sunan terbangun dalam kondisi kesakitan dan tubuhnya gemetar. Menyadari hal tersebut, dia berpesan kepada Dejali agar tak seorang pun boleh tidur di kasur. Kemudian, Dejali mengumpulkan warga dan menyampaikan pesan Sunan Kalijaga sebagai peringatan.
Berdasarkan jurnal Preservasi Pengetahuan Lokal Mitos di Dusun Kasuran Seyegan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, karya W. Baroroh (2024), pesan yang dimaksud Sunan Kalijaga adalah larangan tidur di kasur yang ada teluhnya, karena khawatir orang tersebut bisa meninggal. Namun, karena Dejali menyampaikan informasi kepada warga, bahwa Sunan yang berilmu tinggi, badannya panas dan gemetar, apalagi warga biasa. Nah, sejak itulah masyarakat tidak berani tidur menggunakan alas kasur.
Versi kedua yaitu dipengaruhi kisah Pangeran Diponegoro yang keterkaitannya dengan sejarah terbentuknya Dusun Kasuran. Pada tahun 1825-1830, saat Pangeran Diponegoro dan pasukannya termasuk keluarga beserta anak-anaknya mencari tempat berlindung di Dusun Njaron , yaitu nama lama dari Dusun Kasuran. Pasukan Pangeran Diponegoro mengalami kekalahan melawan penjajah Belanda. Dalam bahasa Jawa, kalah disebut asor, sedangkan kekalahan besar disebut kasoran. Untuk mempermudah penyebutan, warga setempat menamai Kasuran yang kini jadi Dusun Kasuran.
Kisah ini juga memperkuat kepercayaan bahwa tidur beralaskan kasur membawa kesialan. Semenjak itulah, muncul mitos ini dan mengakar kuat di budaya setempat.