Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Menapaki Wates di Masa Lalu bersama Kolektif Eureka

Tur sejarah bersama Kolektif Eureka di Wates, Kulon Progo (IDN Times/Dyar Ayu)
Intinya sih...
  • Membagikan ilmu literasi yang lebih luas Kolektif Eureka berangkat dari keresahan anak muda terhadap kurangnya literasi di Wates.
  • Angkat keresahan soal sejarah yang dinilai sulit dipahami, dengan mengadakan acara Mengeja Sej(arah) untuk membuat sejarah lebih menarik.
  • Mengupayakan belajar sejarah yang pop dan menarik anak muda, dengan mencari sumber sejarah dan mengadakan obrolan tentang sejarah di tempat nongkrong.

"Wates itu adalah kota bentukan kolonial. Dapat dilihat cirinya yaitu fasilitas kotanya terpusat di satu lokasi." Ujar Zhafran Naufal Hilmy membuka Tur Situs Sejarah yang diadakan oleh Kolektif Eureka di Wates, Kulon Progo, pada Sabtu (26/7/2025) lalu.

Ini adalah kegiatan yang menyegarkan di sebuah kota kecil dalam kabupaten. Festival budaya, pasar malam, atau pameran buku mungkin telah berulang kali diadakan di sini. Namun tur jalan kaki membicarakan Wates, Kulon Progo di masa lalu, bisa dihitung dengan jari jumlahnya.

1. Membagikan ilmu literasi yang lebih luas

Tur sejarah bersama Kolektif Eureka di Wates, Kulon Progo (IDN Times/Dyar Ayu)

Kolektif Eureka berangkat dari keresahan sekumpulan anak muda yang merasa bahwa di sini, literasi tak tumbuh dengan subur. Diskusi dan berbagi perihal buku menjadi hal yang sulit dijangkau.

"Namun yang sepertinya menjadi pembeda dengan komunitas literasi lain adalah, Eureka memposisikan literasi sebagai sesuatu yang luas, gak hanya secara tekstual, tapi juga lewat seni, film, dan pembacaan kondisi sosial di sekitar." Ujar Zhafran saat ditemui sehabis tur.

Komunitas ini baru terbentuk pada Juni 2023 lalu, tapi mereka cukup aktif mengadakan berbagai acara.

"Di awal kami bikin Serial Literasi yang acaranya bedah buku, diskusi film, dan kelas menulis. Kemudian, beberapa kali kami bikin surah buku, itu membaca satu buku bersama lalu setiap orang menjelaskan POV mereka sambil diskusi buku," lanjut Zhafran. Eureka kini tampil sebagai nafas segar bagi peminat literasi dan sejarah di Kulon Progo yang mulai haus akan ilmu baru dari tanah kelahirannya sendiri.

2. Angkat keresahan soal sejarah yang dinilai sulit buat dipahami

Tur sejarah bersama Kolektif Eureka di Wates, Kulon Progo (IDN Times/Dyar Ayu)

Dalam tur tersebut, kami berhenti sejenak di eks gedung Dinas Kesehatan Wates. Dijelaskan bahwa gedung ini dulunya adalah bekas Rumah Sakit Patronella Wates milik zending Belanda. Keberadaannya yang bersebelahan dengan penjara, adanya alun-alun, hingga rumah-rumah pejabat ini kian meyakinkan kalau Wates dibentuk oleh pemerintahan Belanda pada masa itu.

"Kami bikin acara sejarah baru kali ini, mengangkat tema besar: Mengeja Sej(arah). Sebenarnya ini lagi-lagi berasal dari keresahan bahwa sejarah belum banyak dilihat sebagai sesuatu yang penting dan menyenangkan, terutama di Kulon Progo." Kata Zhafran.

Ia mengaku bahwa menuturkan soal sejarah di bumi Menoreh ini tak mudah. Anggapan tentang sejarah yang berat, tentang hafalan, dan kuno menjadi alasan. Padahal, menurutnya sejarah atau masa lalu akan selalu bisa relevan di masa hari ini karna apa yang terjadi di hari ini juga karena dibentuk oleh tumbukan-tumbukan dalam sejarah.

Memilih tagline Mengeja Sej(arah) pun ada maknanya. Zhafran menjelaskan, "kami mengambil kata 'Mengeja' yang berarti belajar secara perlahan layaknya anak kecil, dan kata "Sej(arah)" yang diartikan bahwa sejarah bukan sesuatu yang final dan mutlak, ia bisa ditafsirkan dan dituliskan oleh banyak tangan dan pandangan."

3. Mengupayakan belajar sejarah yang pop dan menarik anak muda

Tur sejarah bersama Kolektif Eureka di Wates, Kulon Progo (IDN Times/Dyar Ayu)

Mengadakan acara berbau sejarah di Kulon Progo memiliki kesulitannya sendiri. Zhafran mengungkapnya kalau di sini, sejarah tak populer dan hanya datang lewat kelas-kelas di sekolah atau talkshow sejarah yang diadakan instansi pemerintahan. Eureka ingin sesuatu yang berbeda, yang lebih pop, dan disukai oleh kawula muda.

"Jarang gitu yang bikin obrolan tentang sejarah di tempat nongkrong, di coffeeshop," Kata Zhafran lagi.

Selain itu, ia bicara bagaimana mencari sumber sejarah yang juga memiliki plus dan minusnya. Ia bisa menemukan sumber melalui website KITLV atau Global Press Archive yang mana memuat foto, peta, dan berita yang membicarakan Kulon Progo dari abad ke-19 sampai abad ke-20.

"Kalo dibilang gampang juga enggak, sulit juga enggak. Cuma susahnya adalah banyak arsip yang berbahasa Belanda, jadi kami harus bacanya pelan-pelan buat mengerti maksudnya."

Meski terasa sulit, Zhafran melihat bahwa masih ada harapan untuk mengenalkan sejarah tentang Wates kepada khalayak. Apalagi dalam tur ini didominasi warga lokal dan anak muda yang masih awam tentang masa lalu daerahnya sendiri. Ia berkeyakinan akan membuat tur sejarah lagi dengan metode yang lebih seru lagi di kemudian hari.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us