pakaian prajurit Keraton Yogyakarta (instagram.com/kratonjogja)
Selain warna, motif pakaian prajurit Keraton Yogyakarta juga sarat makna mendalam. Dari total 10 pakaian prajurit, ada tiga jenis motif kain yang dipakai. Ketiga motif ini adalah kain batik, lurik, dan cindhe.
Kain motif batik biasa dikenakan oleh Prajurit Bugis dan Surakarsa. Secara simbolik, kain batik melambangkan adanya hirarki di Kasultanan Yogyakarta, namun secara detail, makna motif pakaian batik sangat kaya, mengingat ragam hias batik begitu banyak.
Sementara itu, kain lurik lebih sering dipakai oleh prajurit Keraton Jogja. Biasanya, motif ini dikenakan sebagai baju luar oleh Prajurit Jagakarta, Ketanggung, dan Mantrijero. Karena pemakaiannya untuk sehari-hari, makna yang terkandung dalam kain lurik pun tidak sebesar batik.
Motif lurik melambangkan nilai-nilai dasar kemanusiaan, seperti kesederhanaan, kesetiaan, dan kejujuran. Selain itu, motif lurik juga mengandung makna mendalam bagi prajurit, yaitu kesetiaan kepada raja. Ditambah simbol kesatuan antar prajurit.
Terakhir, pakaian motif cindhe biasa digunakan oleh Prajurit Ketanggung, Patangpuluh, dan Prajurit Mantrijero. Motif cindhe memiliki makna teknis sebagai aksen kain polos dan batik prajurit. Namun secara mendalam, makna motif cindhe yang didominasi merah menggambarkan keberanian prajurit.
Pakaian prajurit Keraton Yogyakarta bukan sekadar warisan budaya, tetapi juga mengajarkan nilai kemanusiaan. Hingga sekarang, pakaian prajurit tersebut masih dilestarikan, serta aktif dipakai abdi dalem Keraton Jogja di upacara adat.