ilustrasi angkringan yogyakarta (unsplash.com/@tidaksantai)
Alasan kenapa UMR Jogja rendah selanjutnya adalah karena romantisasi bahwa Jogja itu murah. Hal ini dapat kamu saksikan langsung di konten-konten media sosial yang menyebut hidup di sini terjangkau dengan makan di angkringan atau banyaknya warmindo sebagai andalan mahasiswa.
Ditambah lagi sebagian besar masyarakatnya hidup di pedesaan yang damai dan hidup sebagai petani atau peternak. Dari situ kemudian terbentuk pandangan bahwa hidup sejahtera tak melulu materi tapi juga bisa datang dari rasa nyaman dan tenang.
Fakta bahwa Jogja adalah kota pelajar dengan mahasiswa rantau dari seluruh Indonesia memberi dampak. Mahasiswa cenderung hidup mengandalkan uang kiriman orangtua sehingga harus berhemat. Mau tak mau, pemilik usaha seperti indekos hingga tempat makan harus menyesuaikan dengan 'isi kantong' mahasiswa dan membentuk pola gaya hidup murah.
Itulah beberapa alasan kenapa UMR Jogja rendah. Meski kenaikannya termasuk yang tertinggi di Indonesia yakni 7,27 persen atau naik Rp144.115, tapi masih UMR-nya masih termasuk yang terbawah. Apalagi mengingat harga-harga kebutuhan yang kian meroket, perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran baiknya sejalan kan?