Ilustrasi keutamaan salat idulfitri di lapangan (pexels.com/id-id/@aksbykas)
Kepastian bahwa salat id pertama dilaksanakan tahun 1926 oleh Muhammadiyah ini turut tertulis dalam Almanak Muhammadiyah 1394 (1974). Hal ini merujuk pada hasil keputusan Kongres Muhammadiyah ke-15 yang dilakukan di Surabaya.
Selain itu, dalam tulisan ilmiah berjudul Muhammadiyah dalam Perspektif Sejarah, Organisasi, dan Sistem Nilai (2019) karya St. Nurhayat, dkk dijelaskan jika awal keputusan menggunakan lapang sebagai lokasi salat bermula dari kritikan seorang tamu dari negeri India. Hal ini terjadi tahun saat di bawah kepemimpinan Kiai Ibrahim pada 1923-1933. Kala itu, ada seorang tamu India yang memprotes mengapa salat Idul Fitri bertempat di masjid.
Dikutip dari laman Muhammadiyah, menurut tamu tersebut, seharusnya Muhammadiyah melaksanakan salat Idul Fitri dan Idul Adha di tanah lapang selayaknya yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Apalagi Muhammadiyah telah telah memutuskan diri sebagai gerakan Tajdid atau yang artinya pencerahan.
Dan sejak itu, terbentuk penghimpunan para ulama Muhammadiyah yang membahas berbagai persoalan peribadatan dan disebut dengan Majelis Tarjih. Majelis ini di Muhammadiyah baru memperlihatkan eksistensinya pada masa kepemimpinan Kiai Mas Mansur pada 1936-1942. Dan setelah keputusan itu lah mulai digelar secara rutin, salat Idul Fitri dan Idul Adha di konsul dan cabang Muhammadiyah seluruh Indonesia.