Ilustrasi Kampung Ketandhan (IDN Times/Tunggul Kumoro)
Ada alasan lain kenapa orang Tionghoa tidak boleh punya tanah di Jogja. Dikutip dari laman Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, pada tahun 1948 sejarah mencatat bahwa sebagian besar keturunan Tionghoa justru memilih mendukung pasukan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia.
Juga, komunitas China di Jogja memberi sokongan kepada Belanda yang membuat Sultan Hamengku Buwono IX mencabut hak kepemilikan tanah terhadap etnis China di Yogyakarta hingga hanya diizinkan memiliki hak guna bangunan (HGB) dalam kurun waktu tertentu.
Karena keputusan ini, Yogyakarta pernah mendapat kecaman sebagai kota antitoleransi hingga digugat berbagai pihak karena bersifat diskriminatif. Apalagi di mata hukum, semua orang adalah setara dan berhak mendapatkan kesempatan dan kemudahan.
Namun, seperti yang tertulis dalam jurnal Afan Husni (2021: 207) bahwa Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa bisa mengatur hal-hal tertentu termasuk perihak tanah seperti yang terterang dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2012 dalam Pasal 7. Dengan begitu, tidak ada yang bisa mengajukan judicial review.