Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Jadi Lulusan Termuda S2 UGM 2025, Safira Ingin Majukan Petani

Safira Nur Aini (ugm.ac.id)
Intinya sih...
  • Tumbuh di lingkungan petani jadi awal kecintaannya pada pertanian
  • Perjalanan akademik cepat berkat program fast track
  • Tesis tentang bioherbisida jadi wujud kepedulian lingkungan

Di usia 22 tahun 7 bulan 18 hari, Safira Nur Aini menorehkan prestasi istimewa. Ia menjadi lulusan termuda jenjang magister dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam periode wisuda Juli 2025. Safira menyelesaikan pendidikan S2 Agronomi dari Fakultas Pertanian UGM, jauh lebih cepat dari rata-rata usia kelulusan program magister yang tercatat 28 tahun 6 bulan 15 hari.

Perjalanan akademik Safira tak hanya mencerminkan kecerdasan, tapi juga kepedulian sosial yang tinggi, khususnya pada sektor pertanian di kampung halamannya di Temanggung. Sebagai anak desa yang besar di tengah lingkungan agraris, ia tumbuh dengan pemahaman langsung tentang realitas yang dihadapi petani.

1. Tumbuh di lingkungan petani jadi awal kecintaannya pada pertanian

ilustrasi petani (unsplash.com/Derry Azwar Rizaldy)

Safira berasal dari Desa Ngaditirto, Temanggung, di lereng Gunung Sumbing. Lingkungan pedesaan yang sangat kental dengan aktivitas pertanian membentuk kecintaan Safira terhadap alam dan dunia tani. Sejak kecil, ia menyaksikan sendiri kehidupan para petani yang menggantungkan hidup dari hasil bumi.

“Sejak kecil saya sudah akrab dengan tanaman, tanah, dan siklus alam. Hampir seluruh penduduk di tempat saya hidup dari bertani, dan saya melihat langsung tantangan yang mereka hadapi,” ungkapnya, Jumat (24/7/2025) dilansir laman resmi UGM.

2. Perjalanan akademik cepat berkat program fast track

Agronomi UGM (ugm.ac.id)

Setelah lulus dari program S1 Agronomi UGM pada 2023, Safira mendapat tawaran mengikuti program fast track ke jenjang magister. Ia mengaku semula hanya ingin membantu petani di desanya, namun dorongan dari keluarga membuatnya mantap melanjutkan ke S2.

“Awalnya saya hanya ingin menyelesaikan tantangan pertanian di daerah. Tapi dengan dukungan keluarga, saya berani mengambil keputusan besar melanjutkan ke Magister Agronomi. Prodi ini tepat karena mengajarkan teknik budidaya, teknologi, hingga inovasi yang jadi jawaban nyata atas masalah petani,” jelasnya.

3. Tesis tentang bioherbisida jadi wujud kepedulian lingkungan

ilustrasi bioherbisida (ditjenbun.pertanian.go.id)

Di tengah kesibukannya, Safira juga sempat bekerja paruh waktu di Akademik Fakultas Pertanian UGM. Ia menilai pengalaman itu membuka wawasannya, bahkan menginspirasi pilihan karier ke depan.

Penelitiannya dalam tesis berjudul Potensi Tanaman untuk Bioherbisida pada Aktivitas Pertanian menggambarkan kepedulian Safira pada isu lingkungan dan keberlanjutan. “Saya ingin menemukan solusi dari alam yang lebih ramah bagi petani dan bumi,” ujar Safira. Tesis ini ia kerjakan di bawah bimbingan Dr. Dyah Weny Respatie, dan Prof. Dr. Ir. Aziz Purwantoro.

4. Lulus cepat karena kebiasaan menempuh pendidikan lebih dini

Safira Nur Aini (ugm.ac.id)

Pencapaian akademiknya tak lepas dari dukungan keluarga yang sudah membiasakannya dengan pendidikan dini. Ia mulai SD pada usia 5,5 tahun dan terus menyelesaikan jenjang sekolah lebih cepat dari teman sebayanya.

Sebagai perempuan muda di dunia pertanian, Safira merasa bangga. Ia menekankan pentingnya peran ilmu pengetahuan dalam membangun pertanian yang berkelanjutan. “Ilmu pertanian bukan hanya tentang hasil besar dengan modal kecil, tapi tentang keberlanjutan. Memahami alam adalah kunci menuju pertanian yang berkelanjutan,” tegasnya.

Ke depan, Safira ingin ilmunya bermanfaat luas, terutama untuk para petani di kampung halamannya. Ia berharap semakin banyak anak muda terutama Perempuan yang berani menempuh pendidikan tinggi dan mengambil peran penting dalam ketahanan pangan. “Pendidikan adalah bagian dari bela negara. Mari berani bergerak untuk Indonesia yang lebih maju,” pesannya.

Dengan semangat dan visi yang kuat, Safira Nur Aini bukan hanya berhasil menyandang gelar sebagai lulusan S2 termuda di UGM. Ia juga membawa harapan besar untuk masa depan pertanian Indonesia yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan. Kisahnya menjadi inspirasi bahwa pendidikan bukan hanya soal ijazah, tetapi alat untuk mendorong perubahan sosial yang nyata.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Paulus Risang
EditorPaulus Risang
Follow Us