Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi belanja online (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Gratis ongkir bikin ilusi hemat padahal bikin boros

  • Efek FOMO, takut kehilangan promo berujung belanja paksa

  • Nilai ongkir ditutupi dalam harga barang

Siapa sih yang bisa menolak godaan "gratis ongkir" saat belanja online? Tiga kata ajaib ini kayak punya kekuatan magis yang bikin tombol checkout dipencet lebih cepat dari niat awal buka aplikasi e-commerce. Padahal cuma pengin lihat-lihat, tapi begitu muncul notifikasi "Bebas ongkir", tiba-tiba keranjang belanja langsung penuh. Fenomena ini bukan sekadar strategi marketing biasa, ada banyak trik psikologis di baliknya yang ternyata sukses bikin konsumen makin konsumtif.

Buat yang merasa belanja online jadi lebih impulsif akhir-akhir ini, mungkin efek gratis ongkir diam-diam sudah mulai terasa. Tanpa sadar, kita jadi sering beli barang-barang yang bahkan gak terlalu dibutuhkan, cuma karena gak mau kehilangan kesempatan dapat ongkir gratis. Nah, daripada terus terjebak tanpa mengerti penyebabnya, mending simak dulu lima fakta tersembunyi soal gratis ongkir yang ternyata lihai banget menjebak psikologi konsumen.

1. Gratis ongkir bikin ilusi hemat padahal bikin boros

ilustrasi belanja online (freepik.com/freepik)

Banyak orang merasa sedang berhemat saat melihat tulisan “Gratis ongkir”. Padahal, kenyataannya bisa sebaliknya. Demi bisa memenuhi syarat gratis ongkir, konsumen sering kali terdorong menambah belanjaan, bahkan sampai dua kali lipat dari yang sebenarnya dibutuhin. Ilusi hemat ini akhirnya menyesatkan dan justru bikin pengeluaran makin bengkak.

Ketika ongkir ditiadakan, otak langsung mengasosiasikannya sebagai keuntungan dan bukan bagian dari strategi penjualan. Rasa senang karena merasa menang dari sistem belanja bikin pertimbangan logis jadi kabur. Akibatnya, keputusan belanja jadi berdasarkan emosi, bukan kebutuhan. Di sinilah jebakan itu bekerja dengan manis tapi berbahaya.

2. Efek FOMO, takut kehilangan promo berujung belanja paksa

ilustrasi belanja online (freepik.com/freepik)

Promo gratis ongkir sering disisipkan dengan batasan waktu atau kuota, misalnya “Gratis ongkir hanya hari ini” atau “Untuk 100 pembeli pertama”. Sekilas, ini kelihatan kayak penawaran menarik, tapi secara psikologis justru memicu efek FOMO (Fear of Missing Out). Orang jadi terdorong belanja bukan karena butuh, tapi takut kehilangan kesempatan.

Rasa takut ketinggalan bikin otak merasa harus bertindak cepat. Akhirnya, konsumen malah asal beli demi aman dari kerugian semu. Padahal, kerugian sebenarnya justru muncul setelah sadar barang yang dibeli ternyata gak esensial. Inilah kekuatan FOMO yang sering kali dimanfaatkan e-commerce lewat gratis ongkir.

3. Nilai ongkir ditutupi dalam harga barang

ilustrasi belanja online (freepik.com/freepik)

Salah satu fakta yang jarang disadari, ongkir sebenarnya tetap dibayar, cuma diselipkan ke dalam harga produk. Banyak penjual menaikkan harga barang secara halus, agar tetap bisa menanggung biaya kirim yang katanya “Gratis”. Konsumen yang gak jeli bakal merasa diuntungkan, padahal secara total bisa jadi justru bayar lebih mahal.

Harga yang terlihat sedikit lebih tinggi sering gak disadari karena fokus tertuju pada embel-embel “Gratis”. Dalam psikologi konsumen, ini disebut sebagai price framing, cara menampilkan harga agar terlihat lebih menarik. Jadi, meskipun gak bayar ongkir secara terpisah, total belanja bisa aja tetap sama atau bahkan lebih mahal.

4. Rasa kepuasan palsu dari ongkir nol rupiah

ilustrasi belanja online (freepik.com/lifeforstock)

Setiap kali checkout dengan ongkir Rp 0, muncul rasa puas dan senang yang gak bisa dijelaskan. Rasanya kayak menang hadiah meskipun sebenarnya gak dapet apa-apa. Inilah bentuk instant gratification atau kepuasan instan yang diburu konsumen modern. Sayangnya, kepuasan ini sering menyesatkan.

Karena rasa puas itu datang cepat dan kuat, banyak orang jadi kecanduan sensasi belanja yang sama. Ini bisa bikin kebiasaan boros makin terbentuk tanpa disadari. Padahal, kalau dipikir-pikir, barang yang dibeli mungkin bukan prioritas, tapi sensasi dapet gratisan yang lebih menggoda.

5. Batas minimum belanja bikin belanja tambahan jadi wajar

ilustrasi belanja online (freepik.com/freepik)

Strategi paling umum dari gratis ongkir adalah menetapkan batas minimum belanja. Misalnya, harus belanja minimal Rp 50.000 untuk dapat ongkir gratis. Karena udah kepalang belanja, orang cenderung menambah barang ke keranjang supaya memenuhi syarat itu. Akhirnya, beli barang yang gak terlalu penting jadi terasa wajar.

Trik ini disebut threshold manipulation dalam ilmu perilaku konsumen. Ketika dikondisikan untuk mencapai target tertentu demi mendapatkan sesuatu yang terasa gratis, konsumen akan merasa pengorbanan itu sepadan. Padahal sebenarnya, pengeluaran bertambah hanya untuk mendapatkan penghematan yang sebenarnya semu.

Gratis ongkir memang terlihat sebagai fitur yang memanjakan, tapi di balik itu ada banyak strategi psikologis yang efektif menjebak. Tanpa disadari, kebiasaan belanja bisa berubah jadi impulsif dan konsumtif hanya karena tiga kata ajaib itu. Jadi, lain kali sebelum checkout, coba pikir dua kali: beneran butuh, atau cuma lagi terhipnotis “Gratis ongkir”?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team