Viral Mahasiswa UNY Pentaskan Tari Gambyong, Pakai Riasan dan Sanggul

Mengangkat isu gender lewat gerak tubuh

Yogyakarta, IDN Times - Baru-baru ini, viral di media sosial sekelompok mahasiswa Departemen Pendidikan Seni Tari, Fakultas Bahasa, Seni dan Budaya Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melaksanakan pentas akhir tahun. Bukan tari modern, melainkan tari gambyong yang biasanya dipentaskan oleh perempuan, justru dilakukan oleh mahasiswa laki-laki, lengkap pakai riasan, sanggul, sampai jarik.

Dalam sejumlah video yang terunggah di media sosial, para mahasiswa tersebut mampu menari dengan gemulai menari tapi beberapa justru punya kumis sampai berewok. Hal ini sontak menuai gelak tawa, tapi tak sedikit juga yang kontra.

1. Ingin mengangkat isu gender dan telah mendapat izin untuk menarikan tari gambyong

Viral Mahasiswa UNY Pentaskan Tari Gambyong, Pakai Riasan dan SanggulViral Mahasiswa UNY Tampilkan Tari Gambyong (dok.istimewa/Bagus Mahendra)

Pementasan ini merupakan agenda rutin tahunan dan dilaksanakan pada 8 Desember 2023 lalu. Setidaknya ada 18 mahasiswa yang menampilkan tari gambyong yang terdiri dari beberapa angkatan. Bukan tanpa alasan para mahasiswa tersebut memilih tari gambyong. Mochamad Samiaji, mahasiswa semester 5 yang turut menjadi penari menjelaskan bahwa pemilihan tari tersebut karena ingin mengkritisi persoalan gender.

"Kami coba mengangkat isu sosial yang berkaitan dengan gender, yang biasanya emansipasi tidak jarang ditemukan hanya sebagai kedok dan pembenaran untuk pembelaan diri," ujar Samiaji kepada IDN Times pada Senin (11/12/2023). Mereka mengaku ingin melihat apa efek yang timbul di masyarakat jika melihat pria memakai kemben dan sanggul.

Ada banyak pertimbangan mengapa akhirnya dipilih lah tari gambyong yang merupakan tarian putri, termasuk jika nantinya dipermasalahkan oleh para seniman. Apalagi untuk tari klasik yang biasanya dimainkan di keraton, haruslah seizin Mpu tari atau penciptanya. Para mahasiswa ini paham benar bahwa tari klasik memiliki aturan yang harus diikuti baik dari segi kostum, riasan, dan gerakan yang tak bisa diubah.

"Sedangkan yang masih dalam jangkauan kami, di UNY ada dosen yang merupakan putra dari pencipta tari gambyong itu sendiri, ketika kita mendapatkan ijin untuk mengembangkan tari tersebut. Jadi jika nanti ada kesalahpahaman kita bisa meluruskan hal tersebut," tambah Samiaji.

2. Disaksikan oleh ratusan orang dari berbagai kalangan dan daerah

Viral Mahasiswa UNY Pentaskan Tari Gambyong, Pakai Riasan dan SanggulViral Mahasiswa UNY Tampilkan Tari Gambyong (dok.istimewa/Bagus Mahendra)

Samiaji menjelaskan bahwa secara keseluruhan ada 8 penampilan di mana 3 di antaranya wajib diikuti oleh angkatan 2021,2022, 2023 dan sisanya dosen, mahasiswa aktif, dan alumni. Ada juga mahasiswa yang berperan sebagai kru panggung dan produksi.

Setidaknya ada 500 orang yang hadir dan menyaksikan agenda tahunan dari Himpunan Mahasiswa Seni Tari UNY tersebut. Yang hadir bukan hanya dari pihak keluarga UNY saja, tapi juga disaksikan mahasiswa kampus lain dan penikmat seni dari berbagai daerah di Yogyakarta. Meski secara jumlah terbilang kurang dari kuota 900 orang, tapi Samiaji mengaku bangga dan senang bisa tampil secara optimal.

Buat Samiaji dan teman-teman, tak ada kesulitan yang berarti saat menari gambyong. Meski ia harus mengapal gerakan, tari gambyong memang telah masuk materi perkuliahan. "Kesulitannya hanya pemakaian sanggul karena hampir semua rambut kita cepak makanya banyak sanggul yang jatuh ketika gerak," ucapnya.

Baca Juga: UNY Buka 3 Jalur Penerimaan Mahasiswa Baru 2024, Simak Infonya

3. Tuai beragam komentar dari warganet

Viral Mahasiswa UNY Pentaskan Tari Gambyong, Pakai Riasan dan SanggulViral Mahasiswa UNY Tampilkan Tari Gambyong (dok.istimewa/Bagus Mahendra)

Video yang viral di jagad maya tersebut menuai berbagai reaksi. Ada yang menganggapnya lucu, menghibur, dan menganggap hal yang lumrah selaiknya karya seni. Namun, tak sedikit juga yang menganggapnya sebagai sekadar sensasi bahkan mengaitkan pada isu agama sampai LGBT hanya karena kostum tarinya.

Sebagai salah satu yang terjun langsung, Samiaji menyadari bahwa setiap orang memang bebas berpendapat karena tak semuanya memiliki bekal pengetahuan tentang seni. "Padahal di sinopsis karya sudah jelas tujuannya adalah satire, mencoba menyindir konsep kesetaraan gender. Kita bergerak di bidang tari jadi bahasa kita juga bahasa tubuh. Perjuangan kita menyuarakan isu juga melalui karya," kata dia.

Samiaji juga mengaku tak berekspektasi kalau konten tarinya akan viral di media sosial. Padahal, pemakaian riasan dan kostum putri telah sering dipakai ketika ada ujian tari putri serta telah masuk dalam kurikulum kampus. "Mungkin karena ketidaktahuan orang di luar pendidikan seni jadi masih di anggap tabu." ujar mahasiswa asli Yogyakarta tersebut.

Samiaji turut menjelaskan bahwa mahasiswi di fakultasnya juga perlu menghafal dan menampilkan tarian laki-laki dan tari Nusantara lain sehingga berpenampilan cross gender adalah hal yang lumrah buat mereka.

Baca Juga: Mahasiswa KKN UNY Tanam Pohon Bareng Komunitas Resan Gunungkidul

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya