Tari Srimpi Klasik Gaya Jogja, Lambang Empat Arah Mata Angin

Tari sakral yang dulunya jadi ritual penting di Keraton

Tari tradisional dari Jogja ada banyak jenisnya, termasuk tari srimpi atau serimpi. Tari satu ini dimainkan oleh empat penari wanita dengan gerakan gemulai dan tidak bisa sembarangan dimainkan.

Tari srimpi memiliki makna dan terbagi dalam beberapa jenis. Usianya konon sudah ratusan yang membuat tari srimpi kian istimewa. Nah berikut adalah perkembangan, jenis, dan makna tari srimpi yang harus kamu ketahui. 

1. Perkembangan tari srimpi gaya Jogja

Tari Srimpi Klasik Gaya Jogja, Lambang Empat Arah Mata Anginpotret tari srimpi gaya klasik jogja (x.com/kratonjogja)

Menurut laman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, tari srimpi sudah ada sejak pemerintahan Sultan Agung, di era Mataram Islam. Tari tersebut kian berkembang di Keraton Yogyakarta di masa Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855).

Tak sembarangan, tari srimpi awalnya hanya diajarkan di lingkup tembok keraton sehingga hanya dikuasai oleh kerabat Sultan dan abdi dalem.

Tarian sakral ini hanya dimainkan saat peringatan khusus yaitu kenaikan takhta, resepsi pernikahan, atau upacara kenegaraan. Di tahun 1918, berbarengan pendirian Sanggar Kridha beksa Wirama oleh putera Sri Sultan Hamengku Buwana VII, tari Srimpi dan tari istana lainnya dapat dipelajari dan disaksikan oleh masyarakat.

2. Riasan dan busana Tari Srimpi gaya JAwa

Tari Srimpi Klasik Gaya Jogja, Lambang Empat Arah Mata Anginpotret tari srimpi gaya jogja (warisanbudaya.kemdikbud.go.id)

Tari srimpi klasik gaya Jogja dimainkan oleh penari perempuan yang berjumlah empat orang. Para penari memiliki peran yang sama, masing-masing melambangkan kiblat papat atau empat arah mata angin.

Penari akan dirias dan menggunakan busana laiknya pengantin perempuan saat upacara pernikahan adat Jawa tradisional. Mereka menggunakan dodot ageng dengan kain bermotif cindhe dan riasan paes ageng lengkap dengan sanggul bokor mengkurep.

Awalnya tarian ini pernah dimainkan oleh penari kakung atau pria. Mereka mengenakan busana rompen atau baju tanpa lengan, gelung sinyong dan hiasan kepala bernama jamang yang berhias bulu burung onta atau bulu burung kasuari. Akhirnya ditiadakan di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.

Baca Juga: Keraton Yogyakarta Gelar Hajad Dalem Garebeg Besar, Ini Maknanya

3. Macam-macam jenis Tari Srimpi gaya Jogja

Tari Srimpi Klasik Gaya Jogja, Lambang Empat Arah Mata Anginpotret tari srimpi klasik gaya jogja (kratonjogja.id)

Tari srimpi mempunyai beberapa macam yang disesuaikan dengan nama gendhing pengiringnya. Misalnya Srimpi Layu-layu yang diambil dari judul gendhing utama yang digunakan yaitu Gendhing Layu-Layu. Layu-layu berasal dari kata ‘lalayu’ merupakan bendera kecil yang disematkan pada senjata seperti ujung tombak dan panah sebagai gambaran kemenangan.

Ada juga tari Srimpi Pramugari yang diambil dari judul gendhing utama iringan tari tersebut. Makna pramugari tersebut tidak ada hubungannya dengan profesi pramugari saat ini, namun mengisahkan lelampahan salira dalem atau kisah pribadi Sri Sultan Hamengku Buwono I saat berperang dan terjadi sebelum Perjanjian Giyanti atau Paliyan Nagari.

Di masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX (1940-1988) terjadi penyederhanaan besar-besaran di berbagai lini di Keraton Jogja termasuk dalam seni pertunjukan. Beberapa tarian yang hanya diperuntukkan di acara penting, dapat disaksikan di pertunjukan terbuka.   

Baca Juga: Curhat Pengusaha Kafe di Jogja, Banyak Rombongan Jarang Beli

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya