Sejarah RRI Yogyakarta dan Peran Radio di Momen Bersejarah Indonesia

Penyambung komunikasi para pejuang di masa penjajahan

Siapa bilang kalau perjuangan rakyat Indonesia berhenti ketika kumandang proklamasi terdengar? Salah, bahkan setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, sekutu masih berupaya menjajah kita dengan berbagai cara.

Di sinilah peran radio menjadi begitu krusial, termasuk di bumi Mataram. Jika sekarang radio adalah sarana hiburan, dulu radio digunakan untuk menyebar semangat dan menjadi alat komunikasi oleh para pejuang. Yuk, pelajari lebih lanjut sejarah RRI Yogyakarta dan peran radio di momen bersejarah Indonesia!

1. Awal kemunculan MAVRO

Sejarah RRI Yogyakarta dan Peran Radio di Momen Bersejarah IndonesiaSejarah Radio Republik Indonesia (rri.go.id)

Menurut laman Radio Republik Indonesia, pada masa penjajahan radio hanya boleh digunakan untuk menyiarkan berita dengan kepentingan penjajah saja. Adalah Bataviase Radio Vereniging (BRV) yang merupakan siaran radio pertama di Indonesia dan disiarkan di Batavia atau yang kini disebut Jakarta, tepatnya di Hotel des Indes.

Setelah itu, banyak radio-radio daerah termasuk di Yogyakarta yang dikenal dengan Mataramsche Vereeniging voor Radio Omroep (MAVRO). MAVRO resmi mengudara di Yogyakarta pada tahun 1934. Berdirinya stasiun radio tidak lepas dari upaya Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang membantu secara finansial. Saat itu terdapat dua studio penyiaran yang berada di Kepatihan untuk sore hari dan di Ndalem Ngabean untuk siaran malam.

Sayang, MAVRO tidak bertahan lama. Ketika Jepang datang dan menduduki Indonesia, banyak stasiun radio daerah yang diambil alih termasuk MAVRO. Dari laman Radio Republik Indonesia diketahui bahwa Jepang menggunakan radio-radio untuk menyiarkan propaganda Jepang ke masyarakat Indonesia.

2. Peran radio di Era Revolusi

Sejarah RRI Yogyakarta dan Peran Radio di Momen Bersejarah IndonesiaMonumen Serangan Umum 1 Maret (kemdikbud.go.id)

Terjadinya pengeboman di Hiroshima dan Nagasaki membuat tentara Jepang di Indonesia turut berhasil dipukul mundur. Tanpa berlama-lama, pada 11 September 1945, perwakilan dari delapan bekas radio tawanan Jepang mengadakan pertemuan bersama pemerintah di Jakarta. Dari pertemuan ini Radio Republik Indonesia (RRI) resmi didirikan dan tanggal tersebut hingga kini diperingati sebagai Hari Radio Indonesia.

Sayangnya, Sekutu kembali mengancam buat menduduki Indonesia setelahnya. Hal ini memicu kembali bangkitnya radio di era revolusi. Salah satu momen yang cukup krusial di Yogyakarta adalah ketika empat tahun pasca merdeka, tepatnya pada 1 Maret 1949 atau yang kita ketahui sebagai Serangan Umum 1 Maret. Dikutip dari laman Benteng Vredeburg, penyerangan ini dilakukan oleh gabungan masyarakat Indonesia, termasuk TNI, Kepolisian, laskar, dan masyarakat sipil yang gigih membela kemerdekaan.

Dalam pertempuran tersebut, Radio Perjuangan menjadi media komunikasi sekaligus penyampaian informasi kepada masyarakat secara luas. Setiap harinya, radio menyiarkan kalimat-kalimat motivasi dan inspirasi dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Di daerah lain, seperti Surabaya, radio juga miliki peran besar, lho. Pada Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, masyarakat gabungan angkat senjaya melawan sekutu dan radio menjadi alat yang mengkoordinasikan gerakan lawan serta menyebarkan semangat.

Baca Juga: Fakta dan Sejarah Selokan Mataram, Kanal Air untuk Hindari Romusha

3. Sejarah gedung bangunan RRI Yogyakarta

Sejarah RRI Yogyakarta dan Peran Radio di Momen Bersejarah IndonesiaGedung RRI Yogyakarta (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Letak gedung RRI Yogyakarta saat ini beralamat di Jalan Ahmad Jazuli Nomor 4, Kotabaru, Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun sebelum menetap di kawasan tersebut, RRI Yogyakarta memiliki tempat yang tak kalah strategis.

Menurut laman Dinas Kebudayaan Kota Jogja, saat Jepang menduduki Yogyakarta mereka menggunakan bangunan yang saat ini kita kenal sebagai gedung BNI 1946 sebagai kantor radio Jepang dengan nama Hoso Kyoku. Pasca Jepang lengser, gedung ini digunakan oleh MAVRO yang kemudian menjadi cikal bakal RRI Yogyakarta tersebut.

Sedangkan gedung yang saat ini dipakai pun diketahui telah berusia lebih dari seabad. Bangunan tersebut telah dibangun sejak 1919 dan merupakan rumah tinggal Dr. Yap Hong Tjoen yang tak lain adalah ayah Dr. Yap Kie Tiong. Kemudian di tahun 1951, pemerintah Republik Indonesia membeli bangunan tersebut hingga pada sekitar tahun 1958 digunakan sebagai tempat pemberitaan dan penyiaran Radio Republik Indonesia sampai detik ini.

Baca Juga: Sejarah Tugu Ngejaman Malioboro, Penanda Kekuasaan Belanda

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya