Sejarah Hotel Tugu Jogja, Dulu Berjaya, Kini Terlupa

Hotel Tugu adalah hotel tertua di Jogja

Tak jauh dari Jalan Malioboro yang terus dipercantik oleh pemerintah, ada sebuah bangunan lusuh nyaris ambruk yang dulunya pernah jadi yang termewah dan saksi sejarah. Letaknya berada di sebelah Utara. Kalau melewati Jalan Kleringan, kamu masih bisa melihat bagian atapnya.

Dulunya bangunan tersebut difungsikan sebagai hotel dengan nama Hotel Tugu. Namun seiring berkembangnya waktu, bukannya kian ramai jadi akomodasi wisatawan, malahan dilirik saja tidak. Menjadi bagian dari sejarah sejak zaman penjajahan sampai merdeka, berikut ini sejarah Hotel Tugu yang mulai banyak dilupakan.

1. Hotel bergaya kolonial yang mewah

Sejarah Hotel Tugu Jogja, Dulu Berjaya, Kini TerlupaSejarah hotel toegoe Jogja (Commons.wikimedia.org/Alqhaderi Aliffianiko)

Mengutip dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Yogyakarta, awalnya hotel ini bernama Gennootschap Grand Hotel de Djogja, kemudian berubah menjadi Naamloose Gennootschap Marba. Terdiri dari sebuah bangunan induk yang diapit dua bangunan pendukung, ketiganya didesain berbentuk persegi panjang dan menghadap ke barat.

Secara keseluruhan, Hotel Tugu didesain bergaya kolonial dengan atap pelana yang memiliki kemiringan tajam. Sementara fasadnya terbilang menonjol juga tinggi sampai menutupi atap. Untuk fasad bangunan kanan-kiri memiliki ornamen tiang-tiang pendek yang simetris memuncak di tengah.

Meskipun berkesan polos, yang membuat kesan mewah bangunan ini adalah jendela atas atau bouvenlicht yang berbentuk melengkung dengan hiasan kaca patri warna-warni. Pun laiknya bangunan zaman dulu, ciri khasnya berupa pintu dan jendela yang besar-besar.

2. Hotel langganan tamu asing dan keluarga Keraton Yogyakarta

Sejarah Hotel Tugu Jogja, Dulu Berjaya, Kini TerlupaHotel Toegoe Yogyakarta sekitar tahun 1900. (Dok. KITLV/Kurkdjian)

Dibangun pada awal abad ke-20, Hotel Tugu didirikan bersamaan dengan Stasiun Yogyakarta dan toko-toko yang berada di sepanjang jalan Tugu Pal Putih sampai di titik Nol Kilometer. Kemudian di tahun 1930, hotel tersebut bertambah fungsinya sebagai restoran.

Tak main-main, dulunya hotel ini adalah yang terbaik dan termewah dengan pelanggan tamu asing. Pun sekalinya ada tamu pribumi, datangnya dari kalangan keluarga bangsawan dan Keraton Yogyakarta. Pada saat ibukota Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta, para pejabat sempat menginap di hotel ini sebelum kemudian pindah ke Gedung Agung.

Baca Juga: Sejarah Geger Sepehi, Penjarahan Keraton Yogyakarta oleh Inggris

3. Beralih fungsi beberapa kali sebelum mangkrak

Sejarah Hotel Tugu Jogja, Dulu Berjaya, Kini TerlupaHotel Toegoe Yogyakarta (Dok. KITLV)

Hotel Tugu berkali-kali beralih fungsi. Misalnya pada tahun 1942-1945, semasa pendudukan Tentara Jepang, bangunan tersebut menjadi markas militer Jepang. Sementara pada Agresi Militer Belanda II, digunakan sebagai pusat markas bagi perwira-perwira tentara Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel D.B.A van Langen. Untuk itu, saat momen Serangan Umum 1 Maret 1949 Hotel Tugu termasuk sasaran utama yang diserbu TNI.

Pasca Indonesia merdeka, beberapa kali bangunan ini digunakan untuk kepentingan umum. Misalnya di tahun 1949 menjadi Hotel Tentara, lalu menjadi kantor sebuah bank, hingga jadi Kedaung Plaza. Juga, Hotel Tugu pernah menjadi saksi bisu rapat antara Indonesia dengan Komisi Tiga Negara dengan anggota dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. Rapat itu membahas persiapan Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

4. Merupakan cagar budaya milik perorangan

Sejarah Hotel Tugu Jogja, Dulu Berjaya, Kini TerlupaHotel Toegoe Yogyakarta sekitar tahun 1900. (Dok. KITLV/Kurkdjian)

Mengutip dari berbagai sumber, bangunan hotel berusia lebih dari 100 tahun tersebut telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya Yogyakarta. Pemiliknya adalah Prabusutedjo, adik dari mantan Presiden Soeharto.

Karena Prabusutedjo telah meninggal pada 2018 silam, apabila pemerintah ingin menyelamatkan eks Hotel Tugu tersebut harus berembuk dengan pewaris sahnya. Apalagi adanya Pasal 75 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang berbunyi, 'cagar budaya yang ditelantarkan oleh pemilik dan/atau yang menguasainya dapat dikuasai oleh negara'.

Baca Juga: Sejarah Kedaton Ambarrukmo, Diisukan Jadi Venue Nikahan Kaesang-Erina

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya