Sejarah dan Peran Wayang Orang di Lingkup Keraton Jogja

Wayang orang juga jadi sarana belajar tata krama

Di Indonesia, terdapat beberapa jenis wayang yang populer yakni wayang kulit, wayang golek, sampai dengan wayang wong atau kerap disebut wayang orang.

Tidak main-main, gelaran wayang orang di keraton, tak ubahnya drama tari akbar yang megah dan dihadiri ratusan penonton.

Sejarah wayang orang di Jogja, awalnya digelar untuk merayakan momen penting di Keraton. Tidak main-main, gelaran wayang orang di keraton, tak ubahnya drama tari akbar yang megah dan dihadiri ratusan penonton.

Penasaran bagaimana sejarah wayang orang di Jogja, khususnya di Keraton Jogja? Yuk, simak ulasan lengkapnya berikut ini!

1. Wayang orang disebut di Prasasti Wimalasmara di Jawa Timur tahun 930 Masehi

Sejarah dan Peran Wayang Orang di Lingkup Keraton JogjaKemendikbud Ajak Generasi Muda Lestarikan Wayang Orang (dok. Kemendikbudristek)

Dikutip dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, wayang wong atau wayang orang merupakan drama tari yang di dalamnya terdapat perpaduan harmonis antara drama atau cerita yang dibawakan dengan dialog berbahasa Jawa, tarian, dan instrumen gamelan sebagai pengiringnya.

Wayang orang dan kulit berkembang bersama dan saling memengaruhi. Menurut laman Kraton Jogja, keberadaan drama yang diperankan oleh manusia ini telah disebut di Prasasti Wimalasmara di Jawa Timur yang berlatar tahun 930 Masehi. Dalam prasasti tersebut disebut wayang wwang menurut bahasa Jawa Kuno (Kawi), wayang berarti bayangan dan wwang berarti manusia.

2. Persebaran wayang orang di Jawa Tengah dan Keraton Jogja

Sejarah dan Peran Wayang Orang di Lingkup Keraton Jogjapotret Keraton Yogyakarta (instagram.com/kratonjogja)

Wayang wong berasal dari Mataram Kuno di Jawa Tengah yang turut dilestarikan oleh kerajaan penerusnya seperti Singsari, Majapahit, dan Kediri. Begitu juga dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang melalui Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), merupakan raja pertama yang menciptakan ulang kesenian tersebut.

Gelaran wayang orang pertama kali diselenggarakan tahun 1757 dengan mengangkat lakon Gandawardaya di Jogja. Saat itu ukuran panggung yang digunakan tak besar tapi panjang, dan pergerakan pemainnya menggunakan pola dua dimensi.

Wayang ini juga kerap ditampilkan sebagai pertunjukan ritual kenegaraan hingga untuk merayakan upacara penting seperti pernikahan anak dan ulang tahun penobatan Raja.

Baca Juga: Bale Raos, Resto Dekat Keraton Jogja dengan Sajian Kesukaan Sultan

3. Perkembangan wayang orang di ruang lingkup Keraton Jogja

Sejarah dan Peran Wayang Orang di Lingkup Keraton JogjaKeraton Yogyakarta (dok. Balai Pelestarian Cagar Budaya Kota Yogyakarta)

Wayang orang berkembang pesat di masa Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855), yang terkenal memiliki perhatian khusus pada seni dan budaya. Bahkan terdapat babad yang mengisahkan Sri Sultan Hamengku Buwono V bersama sang adik, Pangeran Mangkubumi, menari bersama dalam sebuah pertunjukan.

Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono V, setidaknya digelar sebanyak lima kali pertunjukan wayang wong. Sri Sultan HB V juga melakukan pengembangan penulisan Serat Kandha yang telah dimulai sejak era Sri Sultan Hamengku Buwono I. Serat Kandha merupakan teks cerita yang dibacakan oleh pemaos kandha atau pembaca cerita yang terdapat dalam pertunjukan wayang orang.

Selanjutnya pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII (1877-1921), wayang orang dilengkapi dengan Serat Pocapan yang merupakan teks dialog dari masing-masing tokoh yang dipentaskan. Teks ini tidak dibawa saat pentas melainkan sebagai pegangan saat latihan. Kemudian tahun 1918, dua putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII, yakni GPH Tejokusumo dan BPH Suryodiningrat, mendirikan perkumpulan Kridha Beksa Wirama yang menandakan masyarakat dapat mengenal dan mempelajari tarian keraton. Sehingga para penari untuk pementasan wayang wong makin bertambah banyak yang datang dari luar lingkungan Keraton Jogja.

4. Wayang Orang dan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII

Sejarah dan Peran Wayang Orang di Lingkup Keraton JogjaIlustrasi. Penampil Wayang Jogja Night Carnival (WJNC) #8 di kawasan Tugu Yogyakarta pada Sabtu malam (7/10/2023). (Humas Pemkot Yogyakarta)

Perkembangan wayang orang mengalami kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939), yang dikenal sebagai pelindung besar wayang orang. Di masa ini, ada sebelas pertunjukan wayang orang yang digelar secara besar-besaran, di antaranya terdapat lakon bersambung Mintaraga dan Samba Sebit. Gelaran tersebut diadakan selama empat hari untuk merayakan perkawinan beberapa putri Sri Sultan.

Hebatnya lagi, setiap pertunjukkan bisa melibatkan 300-400 penari, dipentaskan selama tiga sampai empat hari berturut-turut dari pukul 06.00 sampai 23.00 WIB tanpa istirahat. Pada masa sebelumnya, gelaran wayang akan selesai pukul 18.00 WIB, setelah munculnya listrik petunjukan diperpanjang sampai tengah malam.

Biaya produksi gelaran ini bisa menyentuh biaya 15 ribu gulden hingga 200 ribu gulden untuk pembuatan busana. Diketahui busana yang digunakan para penari, banyak meminjam dari pakaian prajurit. Karakterisasi para tokoh turut naik level, termasuk kelengkapan pentas yang dibuat menjadi lebih realistis.

5. Peran wayang wong dalam Kraton Jogja

Sejarah dan Peran Wayang Orang di Lingkup Keraton JogjaIlustrasi. Penampil Wayang Jogja Night Carnival (WJNC) #8 yang berlangsung di kawasan Tugu Yogyakarta pada Sabtu malam (7/10/2023). (Humas Pemkot Yogyakarta)

Wayang orang bagi Kraton Jogja bukan sekadar hiburan, melainkan sebagai ritual kenegaraan dan sarana legitimasi kekuasaan. Terutama bagi Sri Sultan Hamengku Buwono I yang menciptakan dan mementaskan, tak lama setelah berdirinya Kasultanan dapat dianggap sebagai salah satu upaya untuk menunjukkan keabsahannya sebagai penerus Raja-raja Jawa.

Disebutkan juga dalam laman Keraton Jogja, bahwa wayang orang sebagai salah satu seni tari tradisional gaya Jogja, turut berfungsi sebagai sarana belajar pendidikan jiwa dan tata krama. Tak heran Sri Sultan dan putra-putrinya turut belajar tari tradisional dan mengambil peran penting dalam lakon pementasan.

Baca Juga: 4 Tips Mengunjungi Keraton Jogja ala Putri Raja, Catat ya!

Topik:

  • Febriana Sintasari
  • Mayang Ulfah Narimanda

Berita Terkini Lainnya