Malam Selikuran, Tradisi Keraton Jogja Menyambut Lailatulkadar

Sudah dilaksanakan sejak zaman Wali Songo hingga saat ini

Keraton Jogja mempunyai tradisi menyambut datangnya Malam Lailatulkadar, yaitu Malam Selikuran. Malam Lailatulkadar, adalah malam yang mulia, karena di malam tersebut Allah membuka pintu ampunan dan mengabulkan segala permintaan manusia. Apa makna Malam Selikuran, dan tradisi apa saja yang dilakukan di Keraton Jogja

 

1. Makna sebutan Malam Selikuran

Malam Selikuran, Tradisi Keraton Jogja Menyambut Lailatulkadarpotret Malam Selikur di Kraton Jogja (kratonjogja.id)

Menurut laman Keraton Jogja, Malam Selikur yang disebut juga Selikuran, diyakini sebagai tradisi yang awalnya dilakukan oleh Wali Songo, sebagai bagian penyebaran agama Islam di Pulau Jawa.

Lalu, apa makna Malam Selikur? Ada berbagai macam pemaknaan, yang pertama adalah dari kata 'selikur' sebagai sing linuwih ing tafakur. Tafakur berarti mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, sedangkan 'sing linuwih' berarti berusaha lebih giat.

2. Waktu dilangsungkan Malam Selikur di Keraton Jogja zaman dulu

Malam Selikuran, Tradisi Keraton Jogja Menyambut Lailatulkadarpotret Malam Selikur di Kraton Jogja (kratonjogja.id)

Malam Selikur menurut bahasa Jawa berarti 'malam' dan 'selikur'. Selikur adalah 21 sehingga mengacu pada tanggal 21. Tanggal 21, adalah hari pertama dari sepertiga bulan puasa yang menjadi awal penantian dari Malam Lailatulkadar yang jatuhnya pada salah satu malam tanggal ganjil di bulan tersebut.

Di masa lampau, Malam Selikur diadakan secara besar dan meriah. Tidak hanya dihadiri oleh abdi dalem keraton, tapi juga Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Umumnya, acara dimulai kisaran pukul 17.00 WIB, pada tanggal 20 Pasa yang juga bertepatan dengan tanggal 20 Ramadan. Sebagaimana yang diketahui, Raja Kerajaan Mataram, Sultan Agung, mengubah penanggalan Jawa yang sebelumnya berdasarkan penanggalan matahari, menjadi penanggalan bulan agar bisa menyelaraskan kegiatan kerajaan dengan peringatan hari-hari besar Islam.

Upacara Malam Selikur akan diakhiri tak lama usai azan Maghrib berkumandang, tanda berbuka puasa. Nah, dalam penanggalan Jawa atau Hijriah, pergantian hari dimulai saat matahari tenggelam. Acara tersebut selesai pada awal malam tanggal 21, atau disebut Malam Selikur.

Baca Juga: Fakta Benteng Keraton Jogja, Awalnya Dibangun dari Gelondong Kayu

3. Peringatan Malam Selikur di Keraton Jogja masa kini

Malam Selikuran, Tradisi Keraton Jogja Menyambut Lailatulkadarpotret Malam Selikur di Kraton Jogja (kratonjogja.id)

Tradisi Malam Selikur di Keraton Jogja saat ini, diselenggarakan di Bangsal Sri Manganti yang awalnya hanya dilakukan dengan menunggu azan Maghrib berkumandang. Sejak tahun 2017, acara Malam Selikur kian bervariasi mulai dari qiratul Al-Quran, qiroah, tausiyah, zikir, istigfar, doa, dilanjutkan dengan buka puasa bersama.

Ritual lain yang diadakan Keraton Jogja dalam menyambut Lailatulkadar juga terjadi di pintu gerbang menuju Keraton Kilen, dua di Gedhong Sedahan, tiga belas di Gedhong Prabayeksa, satu di Bangsal Pengapit, dan empat di Bangsal Kencana. Abdi Dalem Keparak akan menyalakan lilin saat matahari mulai terbenam, termasuk sebatang lilin yang diletakkan di pintu gerbang menuju Keraton Kilen yang dilengkapi dengan cawan berisi bunga dan bokor berisi air.

Tradisi ini diyakini sudah ada sejak masa Wali Songo. Dipercaya saat malam Lailatulkadar tiba, pintu surga yang terbuka sehingga arwah para leluhur turun dan datang berkunjung.

Lilin menjadi simbol penerang bagi arwah yang pulang sekaligus 'padhang atine' atau hati yang terang. Sedangkan air bermakna 'ayem tentrem atine' atau hati yang tentram. Dan bunga memberi keharuman pada jalan yang dilewati.

Saat ini Malam Selikur tidak hanya dilakukan oleh keluarga Keraton Jogja saja, tapi juga masyarakat. Misalnya seperti masyarakat di Kalurahan Tepus, Gunungkidul, yang juga melaksanakannya dengan mengadakan doa dan makan bersama. Nah, kalau di lingkunganmu adakah tradisi untuk menyambut Malam Lailatulkadar?

Baca Juga: Fakta Situs Warungboto, Tempat Istirahat Keluarga Keraton di Masa Lalu

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya