Jejak Sejarah Keraton Kerto di Bantul Musnah Akibat Kebakaran

Keraton dibangun mulai tahun 1617

Apakah kamu pernah mendengar nama Keraton Karto di Jogja? Mungkin tidak banyak yang tahu tentang keberadaan keraton ini. Diketahui dari laman Jogja Cagar, Karto dulunya adalah lokasi bekas ibukota kerajaan Mataram Islam Abad XVII, atau pada periode pemerintahan Sultan Agung 1613-1646. Saat ini kawasan tersebut berada di wilayah administratif Dusun Kanggotan, Desa Pleret, Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul.  

1. Sejarah pembangunan Keraton Karto

Jejak Sejarah Keraton Kerto di Bantul Musnah Akibat Kebakaranpotret peninggalan Keraton Kerto (pleret-bantul.desa.id)

Terdapat berbagai variasi nama dalam penyebutan Keraton Karto, di antaranya adalah Charta, Karta, Kerta, dan Kerto. Literatur lama Belanda, nama keraton ini sering ditulis dengan nama Charta, dan digambarkan sebagai tempat yang luas dan terbuka.

Diketahui jurnal Jejak Kraton Sultan Agung (Rekonstruksi Awal Berdasarkan Data Arkeologis dan Historis), karya Alifah (Balai Arkeologi Yogyakarta):2009, Babad Momana, menjadi data awal yang menulis tentang Keraton Karto. Disebutkan bahwa Angka : 1539, taun Alip, awit babad badhe Kadhaton ing Kerta, sareng dhusun Pamutiyan dipun babad bade Kadipaten, artinya pada tahun 1539,
tahun Alip, awal dimulainya pembukaan lahan untuk pembangunan kraton di Kerto, bersamaan dengan pembukaan lahan di daerah Pamutiyan untuk pembangunan kadipaten.

Dari tulisan tersebut diketahui Keraton Karto dibangun pada tahun 1539 Alip (tahun dalam kalender Jawa) atau 1617 Masehi

2. Masa pembangunan Keraton Kerto

Jejak Sejarah Keraton Kerto di Bantul Musnah Akibat Kebakaranpotret peninggalan Keraton Kerto (pleret-bantul.desa.id)

Menurut Babad Momana, Keraton Kerto mulai dihuni tahun 1618, namun ibu suri belum menempatinya, lantaran pembangunannya belum sempurna. Fasilitasnya pun belum lengkap karena Prabayeksa atau tempat tinggal raja baru dibangun tahun 1542 berdasarkan kalender Jawa, yang merupakan dua tahun setelah pindahnya Sultan Agung ke Kerto dari Kotagede.

Disebutkan telah terjadi perluasan keraton di tahun 1625-1626 Masehi. Dimulai pembangunan Siti lnggil Kraton dimana Raja Mataram menarik banyak orang dari berbagai penjuru untuk bekerja membangun Siti lnggil tersebut.

Sultan Agung juga membangun kolam sebagai media rekreasi bagi raja dan para selir. Namun, berdasarkan Babad Momana disebutkan, beberapa kali terjadi kebakaran yang menewaskan abdi dalem keraton.

Dalam Babas Momana juga ditemukan mengenai kejadian kebakaran Keraton Kerto menghancurkan salah satu bangunan inti, sehingga Kerto ditinggalkan karena pusat pemerintahan telah dipindahkan oleh Amangkurat I ke Ngeksigondo sejak 1570 kalender Jawa.

Angka: 1589, taun Jimawal, pambesemipun Prabayeksa ing Karta, nunggil mangsa dadosipun yasa Dalem serat Caraka-basa. Artinya adalah Angka: 1589 tahun Jimawal, hancurnya Prabayeksa di Kerto bersamaan dengan selesainya Serat Caraka-basa. 

Baca Juga: Omah UGM Kotagede, Bangunan Tradisional yang Jadi Cagar Budaya

3. Runtuhnya Keraton Kerto

Jejak Sejarah Keraton Kerto di Bantul Musnah Akibat KebakaranTim Eskskavasi Keputrean Plreret-Kerto menemukan gerabah berbentuk wadah air yang tak memiliki tutup. Terdapat ukiran yang mengindikasikan merupakan benda peninggalan Majapahit abad ke-13 (Humas Pemda DIY)

Dalam jurnal yang sama, dituliskan bahwa seabad kemudian, tepatnya dekade ketiga abad 18 Masehi, bekas Keraton Kerto muncul kembali terkait perebutan tahta kerajaan. Kerto menjadi ibukota Kerajaan Mataram tandingan oleh Pangeran Purbaya dan Pangeran Slitar yang ingin merebut Kerajaan Mataram yang diduduki oleh Sultan Amangkurat IV, yang tak lain adalah kakaknya sendiri.

Kerajaan Mataram tandingan itu berpusat di sebuah wilayah yang diberi nama Kertosekar atau Kertosari. Tak bertahan lama, aksi tandingan ini gagal dan nama Kerto tenggelam kembali. Sejak saat itu, belum ada informasi mengenai penghunian Keraton Kerto pada masa-masa setelahnya. Keraton Kerto yang berawal dari tahun 1617 Masehi lantas berakhir sekitar 1700an.

Dikutip dari laman Jogja Cagar, pada tahun 2007 terdapat temuan berupa umpak-umpak batu andesit yang berukuran besar. Temuan hasil penggalian berupa struktur fragmentaris dari bata yang mengindikasikan bentuk talud, anak tangga, gapura, dan pagar cepuri, serta stratigrafi yang menunjukkan adanya kegiatan peninggian permukaan tanah.

Hal ini didukung dengan adanya toponimi, yaitu lemah dhuwur Keraton Kerto, atau disebut sebagai siti inggil. Kompleks Keraton Kerto diperkirakan memiliki fasilitas yang cukup lengkap meski ukurannya lebih kecil dibandingkan keraton lainnya

Baca Juga: Mengenal Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Yogyakarta 

Topik:

  • Febriana Sintasari
  • Mayang Ulfah Narimanda

Berita Terkini Lainnya