Berbagai jenis varian kopi arabika Gayo di Galeri Kopi Indonesia, Kota Takengon, Aceh (IDN Times/Saifullah)
Semula tak ada akses Hendri untuk mendekati petani kopi. Bagi Hendri, tak mungkin tiba-tiba dia datang ke kebun kopi dan berceloteh panjang lebar tentang kopi yang berkualitas. Kemudian memberi nasehat kepada petani tentang apa yang harus mereka lakukan agar kopinya berkualitas bagus.
“Gak mungkin saya datang ke petani terus minta kopinya harus diginiin. Siapa gue?” kata Hendri.
Perhelatan Jakarta Coffee Week-lah yang menjadi pintu masuk. Mereka mengundang petani-petani kopi berbagai daerah untuk datang. Sebelum acara dimulai pukul 10.00, Hendri mengajak mereka berbincang sembari ngopi bersama pukul 08.00.
Di hadapan sekitar 200 petani, Hendri mulai cerita tentang sebuah kopi yang pernah dicicipinya dan menjadi jawara dalam kompetisi dunia. Kopi Gheisa namanya. Dia meracik kopi itu, menyeduhnya, dan menyajikannya untuk para petani kopi. Banyak komentar dilontarkan petani lantaran rasanya aneh. Rata-rata yang mereka tahu, kopi itu hitam, pekat, pahit, sehingga harus ditambah gula.
“Kok rasanya begini ya, begitu ya. Saya bilang, kopi ini harganya Rp10 juta per kilo,” kata Hendri.
Para petani pun kaget. Harga sekilo kopi mereka sangat jauh dari angka tujuh digit. Sedangkan harga kopi mereka harga berkisar Rp100 ribu–Rp120 ribu per kilo. Itu pun banyak pembeli yang masih menawar dengan harga yang jauh lebih murah.
“Banyak yang bilang ingin bantu petani. Tapi kalau beli kopi ditawar abis-abisan,” kata Hendri.
Berbeda dengan kondisi petani kopi di luar negeri. Petani menetapkan harga, dibeli konsumen, bahkan dilebihkan nominal bayarnya sekian persen. Hendri ingin petani kopi di Indonesia mendapat penghargaan seperti itu.
“Bahkan ada petani kopi yang minta CV pembeli. Dari situ dia menentukan, boleh gak kopinya dibeli,” kata Hendri.
Impian-impian itu bukan hal yang muskil terwujud. Mengingat ada 14 provinsi di Indonesia yang menjadi produsen kopi. Selain itu, iklim tropis Indonesia mendukung tanaman-tanaman kopi tumbuh subur. Juga berada di deretan gunung-gunung berapi.
“Hanya saja masih banyak yang harus diberesin,” kata Hendri.
Dari obrolan ngopi bareng itu, para petani pun ingin tahu bagaimana cara agar kopi mereka bisa punya harga jual tinggi. Suasana pun cair. Mereka ngalor ngidul saling berbagi kisah. Hendri menekankan yang diutamakan adalah kualitas kopi, bukan kuantitas. Tak masalah harga kopi per kilogram Rp 400 ribu. Dan dia yakin tetap ada yang mencari dan membelinya.
“Kalau ngejar kuantitas capek. Akan terus jadi budak,” kata Hendri.