Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi orang sedang membatik (pexels.com/John Bastian)

Intinya sih...

  • Batik Gurda sebagai simbol kekuasaan dan kepemimpinan di Keraton Jogja
  • Motif Gurda hanya boleh dikenakan oleh Raja, putera mahkota, permaisuri, dan anggota keluarga kerajaan dengan gelar Pangeran
  • Aturan penggunaan motif Semen Gedhe Sawat Gurda dan Semen Gedhe Sawat Lar bagi kalangan bangsawan Keraton Jogja

Tak hanya sebuah kain bermotif indah, batik sarat makna dan punya filosofi, terutama dalam lingkungan keraton Jogja. Salah motif batik yang digunakan di Keraton Jogja adalah Gurda atau Garuda.

Motif ini sebagai representasi tatanan sosial yang berlaku di keraton. Gurda sering dikombinasikan dengan motif lainnya yang ditemukan dalam batik larangan, jenis batik yang hanya dikenakan oleh kalangan tertentu. Peraturan tersebut mencerminkan bahwa batik memiliki peran dalam sistem sosial struktur Keraton Jogja. Menariknya, ada perbedaan aturan antara Raja dengan kalangan lain terkait motif Gurda. Yuk, pelajari motif Gurda dalam aturan penggunaannya di keraton Jogja berikut ini.

1.Garuda Ageng: Simbol kekuasaan dan kepemimpinan

ilustrasi motif Garuda Ageng (batikbumi.com/Batik Motif Jawah Liris Seling Sawat Gurdo)

Dikutip jurnal berjudul “Fungsi Motif Gurda pada Batik Yogyakarta” karya Septianti (2024). motif Gurda Ageng dalam batik keraton Jogja, bermakna sebagai simbol kekuasaan dan kepemimpinan. Motifnya yang berbentuk sawat jadi elemen yang menunjukkan keagungan. Sawat menyerupai sayap lebar yang melambangkan Burung Garuda, tunggangan Dewa Wisnu dalam mitologi Hindu.

Sebagai simbol yang berkaitan dengan pemerintahan, motif ini dikenakan oleh Raja, putera mahkota, dan permaisuri. Dalam makna penggunaannya tak hanya menunjukkan status sosial, tapi juga menegaskan kelayakan seseorang yang berkuasa. Desainnya yang megah dan agung menampilkan dua sayap dan satu ekor, secara struktural hal ini menunjukkan dominasi kepemimpinan. Hanya individu dengan kedudukan tinggi seperti bangsawan dan pemegang jabatan penting yang diperbolehkan menggunakan batik dengan motif Gurda Ageng. Pemaknaan mendalam pada motif ini bukan sebatas pilihan estetika, juga bagian identitas bagi mereka yang berhak memakainya.

2.Semen Lar, motif Gurda untuk Keluarga Kerajaan

ilustrasi motif batik semen lar (jnjbatik.com/Batik Yogyakarta Motif Semen Sido Asih)

Motif Gurda ini memiliki makna khusus yang masih berkaitan dengan status dan garis keturunan bangsawan. Elemennya mirong dan lar, diperuntukkan bagi anggota keluarga kerajaan yang memiliki gelar Pangeran.

Motif ini berkaitan dengan kemakmuran dan kesuburan, semen berasal dari kata “semi”, yang artinya tumbuh berkembang. Motif semen lar melambangkan harapan, kesejahteraan, serta kepemimpinan yang bijaksana.

Dalam motif Semen terdapat berbagai elemen seperti gunung atau meru, garuda, sayap, candi, serta naga. Pamakai motif ini diharapkan mampu melindungi dan mendukung kesejahteraan bawahannya.

Dilansir laman kratonjogja.id, aturan yang berhak mengenakan motif semen Gedhe Sawat Gurda adalah cucu sultan, istri para pengeran, penghulu, Wedana Ageng Prajurit, Bupati Nayaka Lebet, Bupati Nayaka Njawi, Bupati Patih Kadipaten, Bupati Polisi, Penghulu Landraad, Wedana Keparak Para Gusti (Nyai Riya), Bupati Anom, serta Riya Bupati Anom. Sedangkan untuk semen Gedhe Sawat Lar dikenakan oleh buyut dan canggah sultan.

Aturan ini menunjukkan bahwa batik juga punya nilai sejarah  dan hierarkis dalam lingkungan bangsawan Keraton Jogja. Melalui motif ini terdapat pembelajaran bahwa seseorang yang menjadi pemimpin mampu bertanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya.

3.Motif Semen digunakan oleh Raden Mas atau Raden

ilustrasi motif semen mentul (batikbumi.com/Batik Motif Semen Mentul)

Motif ini digunakan oleh keluarga jauh dari garis keturunan Sultan, dikenakan oleh orang-orang yang bergelar Raden Mas atau Raden. Busana dengan motif ini saat dikenakan oleh orang-orang tersebut, maka ada ciri khasnya yaitu tidak menyertakan lambang Gurda.

Menariknya, ada satu pengecualian dalam pemakaian motif Semen yaitu, boleh digunakan oleh siapa saja tanpa harus melihat garis keturunannya jika tidak mengandung lukisan meru, garuda, atau sayap. Biasanya, motif tersebut diganti dengan unsur lain seperti tumbuhan dan ornamen alam lainnya yang tetap mencerminkan kesuburan dan kesejahteraan.

Motif Semen juga memberi ruang kepada masyarakat agar bisa menikmati keindahan batik dan mengenakannya tanpa harus terkendala aturan yang ada. Motif dalam batik tak hanya sekadar hiasan saja ya namun mengandung makna dan tata dalam berbusana.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team