ilustrasi patung punakawan (pexels.com/Ditta Alfianto)
Dilansir laman ullensentalu.com, beberapa prasasti Jawa Kuno yang berasal dari abad XI-XIII, termasuk Prasasti Cane (1021), mencatat adanya beberapa orang dengan kelainan fisik. Sedangkan dalam Rama-Legenden und Rama-Reliefs in Indonesien (1925) karya WF Stutterheim mengklasifikasikan sejumlah orang berkelainan fisik sebagai bagian Abdi Dalem dan menyebutnya dengan hulun haji. Mereka tinggal dalam ruang lingkungan keraton dan kehidupannya bergantung pada gaji yang diambil dari perbendaharaan raja.
Tak jauh berbeda dengan tulisan Boechari yang berjudul Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti (1986), di mana disebutkan ciri orang-orang yang disebutkan sebelumnya, dan dikenal dengan nama kelompok rawanahasta.
Keberadaan abdi dalem ini pada masa lalu didukung dengan relief candi periode Singosari (abad XIII) dan periode Majapahit (abad XIV) di antaranya yaitu Candi Jago, Tegawangi, Kedaton, dan Surawana. Di sini, mereka digambarkan berperawakan pendek, gemuk, berkepala besar, dan mengenakan kain.
Hal ini yang menjadi dasar adanya sangkut paut antara Abdi Dalem Palawija dengan tokoh Punakawan. Ya, tokoh yang berisikan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong ini digambarkan dengan bentuk tubuh yang unik. Misal Semar dengan tubuh yang gempal, pendek, dan bulat. Atau Petruk yang tinggi kurus, beserta mata yang melebar.
Punakawan dalam cerita-cerita Jawa terkenal jenaka. Selain itu, mereka memiliki tugas yang tak jauh berbeda dengan Abdi Dalem Palawija, yaitu sebagai pendamping dan melayani tuannya. Meski begitu, apakah Punakawan terinspirasi dari abdi dalem ini masih perlu digali dengan lebih seksama.