Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret Dicki Nur Sidik (instagram.com/dicki_nursidik)
Potret Dicki Nur Sidik (instagram.com/dicki_nursidik)

Intinya sih...

  • Dicki menikmati pekerjaan freelance karena mendatangkan rezeki lebih dari materi

  • Fleksibilitas waktu kerja memungkinkannya tetap berperan sebagai ayah dan suami meski kerja hampir tiap hari

  • Perlindungan hukum bagi pekerja lepas perlu seimbang dengan pekerja kantoran untuk mencegah eksploitasi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Yogyakarta, IDN Times - Menjadi pekerja lepas atau freelancer kini jadi gaya hidup yang banyak diincar milenial dan Gen Z. Fleksibilitas waktu kerja, tidak terikat seragam kantor, hingga tawaran penghasilan yang menggiurkan menjadi alasannya. Namun, di sisi lain, posisi pekerja lepas juga dianggap lebih rentan dan kurang aman di dunia kerja.

Dicki Nur Sidik, anak muda asal Wates, Kulon Progo, yang kini berkarier di Jakarta, berbagi cerita pengalaman dirinya bekerja lepas sebagai fotografer. Ia mengaku cukup menikmati pekerjaannya karena menjadi freelancer membuatnya lebih bisa merasakan hidup sekaligus berkembang.

"Aku sangat menikmati sebagai freelance," ujar Dicki saat diwawancarai pada Jumat (19/9/2025).

1. Menikmati pekerjaan mendatangkan rezeki yang lebih dari materi

Portofolio Dicki Nur Sidik (instagram.com/dicki_nursidik)

Dicki mulai menekuni dunia kerja sejak 2017. Ia mengaku pekerjaan sebagai karyawan tetap sudah tidak lagi potensial baginya. Menurutnya, menjadi freelancer sama halnya dengan membangun bisnis bersama diri sendiri, yang justru dianggap lebih menjanjikan. Apalagi jika pekerjaan itu sudah mampu menciptakan alat sendiri sekaligus market sendiri.

Tak hanya soal finansial, Dicki juga melihat rezekinya bisa datang lewat berbagai pengalaman baru. "Aku jadi bisa tahu karakter orang lebih luas, tahu venue atau lokasi foto yang bagus seperti hotel atau restoran," katanya.

Hal-hal semacam itu, lanjut Dicki, jarang ia temukan ketika bekerja sebagai karyawan kantoran. Ia bahkan membandingkan gaji pekerja tetap yang dalam sebulan mungkin berkisar Rp7-8 juta, sementara dirinya sebagai freelancer bisa meraup pendapatan setara harga satu motor matic terbaru.

2. Tetap berperan sebagai ayah dan suami meski kerja hampir tiap hari

Portofolio Dicki Nur Sidik (instagram.com/dicki_nursidik)

Satu hal yang paling disyukuri Dicki sebagai fotografer lepas adalah waktu kerja yang lebih fleksibel. Sudah berkeluarga, ia merasa beruntung tidak harus rutin nine to five ke kantor setiap hari sehingga bisa memiliki waktu berkualitas bersama anak.

Namun, fleksibilitas ini juga bagai dua sisi mata pisau. Jadwal yang tak menentu sering kali menyulitkan, terutama saat menerima pekerjaan dari vendor yang membuatnya bekerja lebih lama dari perjanjian. Meski berstatus pekerja lepas, hampir setiap hari tetap ada pekerjaan yang harus diselesaikan.

"Aku kan sering ambil job graduation, di kampus-kampus, jadi weekday juga jalan," ujarnya. Waktu luangnya pun kerap dihabiskan untuk menyunting foto dan mengurus file, selain melaksanakan pekerjaan rumah. Sebagai seorang ayah, ia menyadari tugasnya tidak hanya mencari nafkah, tapi juga ikut berperan dalam urusan domestik.

3. Menilai bahwa perlindungan hukum buat freelance harus seimbang dengan pekerja kantoran

Portofolio Dicki Nur Sidik (instagram.com/dicki_nursidik)

Dicki juga pernah mendengar kabar soal eksploitasi terhadap pekerja lepas. Ia sepakat bahwa freelancer membutuhkan payung hukum untuk melindungi mereka dari perusahaan maupun perorangan yang mengambil tenaga dan waktu secara berlebihan.

"Seharusnya ya dapat (perlindungan hukum), seperti pekerja lainnya," ujar Dicki.

Menurutnya, masih banyak vendor besar yang belum memahami regulasi terkait perekrutan pekerja lepas. Baginya, pemerintah perlu membuat aturan yang bisa melindungi sekaligus memberi keadilan bagi setiap masyarakat, apa pun status pekerjaannya. Hal ini penting agar tidak terjadi ketimpangan antara pemberi kerja dengan pekerja.

Meski begitu, Dicki mengaku jarang menghadapi kesulitan saat bekerja sama, baik dengan vendor maupun perorangan. Soal pembayaran pun aman karena sejak awal kedua belah pihak sudah menyepakati hak dan kewajiban masing-masing. Ia juga menerapkan sistem down payment (DP) untuk mengikat dirinya sebagai penyedia jasa sekaligus calon klien.

4. Freelance dan upaya menjadikan pekerjaan sebagai mata pencaharian jangka panjang

Portofolio Dicki Nur Sidik (instagram.com/dicki_nursidik)

Meski begitu, Dicki menyadari pekerjaannya membutuhkan konsistensi jika ingin dijalani sebagai karier jangka panjang. Tak jarang ia sempat bertanya pada diri sendiri, "apa iya sampai tua mau begini terus?" Namun, ia memilih menjalaninya dengan santai, seperti air yang mengalir.

"Aku percaya sih, kalau konsisten dan telaten, akan membuahkan hasil yang baik. Bismillah, ini (pekerjaan freelance) akan baik-baik saja," ujar Dicki.

Mengingat status pekerjaannya tanpa jaminan, Dicki perlahan menyiapkan tabungan untuk masa tua. "Dana pensiun sudah (disiapkan). Disisihkan beberapa persen," akunya.

Selama ini, Dicki lebih banyak bekerja sama dengan vendor, meski sempat terpikir untuk menjajal kerja remote melalui platform tertentu. Kini, ia tetap memilih fokus pada jalur yang sudah dibangunnya sebagai fotografer lepas tanpa melirik cara kerja lain.

Sebagai bentuk profesionalitas, Dicki juga mengelola akun Instagram @dicki_nursidik untuk memamerkan hasil karyanya. Media sosial itu sekaligus menjadi sarana pemasaran dan personal branding, yang membuatnya kerap dipercaya berbagai klien, termasuk artis ibu kota.

Editorial Team