Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Kamu Selalu Pelit Kepada Diri Sendiri, Ini Penyebabnya!

ilustrasi uang (pexels.com/Kaboompics)

Pernah gak, kamu merasa berat mengeluarkan uang untuk keperluan pribadi? Bahkan ketika sudah bekerja keras seharian, kamu masih ragu untuk membeli makanan enak atau barang yang diinginkan. Sementara buat orang lain, kamu bahkan gak segan memberikan lebih.

Sikap pelit pada diri sendiri ini sebenarnya cukup umum dan bisa jadi tanda dari sebuah masalah. Jika dibiarkan terus-menerus, kebiasaan ini bisa mengganggu kesehatan mental dan kualitas hidupmu. Yuk kenali lima alasan kenapa kamu selalu pelit kepada diri sendiri!

1. Kamu tumbuh dengan mindset kekurangan dan trauma finansial

ilustrasi mengelola uang (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Pengalaman masa kecil dapat membentuk cara memperlakukan uang di saat dewasa. Kalau kamu tumbuh dalam keluarga yang sering kesulitan keuangan, ada ketakutan bahwa uang bisa habis kapan saja.

Trauma finansial ini menyebabkan kamu merasa perlu menabung dan menghemat, bahkan untuk hal-hal yang sebenarnya penting bagi kesejahteraanmu. Pola pikir harus hemat masih melekat kuat dan sulit diubah.

2. Kamu terlalu fokus pada masa depan dan melupakan kebahagiaan saat ini

ilustrasi mengelola uang (pexels.com/Kaboompics)

Merencanakan masa depan memang penting, namun terlalu fokus pada target jangka panjang, kamu bisa lupa untuk menikmati hidup. Kamu selalu berpikir "nanti saja" untuk hal-hal yang bisa memberimu kesenangan.

Tanpa sadar, pola pikir "menunda kebahagiaan" ini membuat kamu terus pelit pada diri sendiri. Padahal keseimbangan antara menyiapkan masa depan dan menikmati hidup saat ini itu sama-sama penting untuk kesehatan mental yang optimal.

3. Kamu selalu merasa gak cukup pantas mendapatkan hal baik

ilustrasi mengelola uang (pexels.com/Yan Krukau)

Perasaan gak pantas atau impostor syndrome bisa menjadi alasan kuat kamu selalu pelit pada diri sendiri. Kamu mungkin merasa gak layak menikmati hasil kerja kerasmu sendiri dan selalu mempertanyakan pencapaianmu.

Kamu jadi lebih mudah membelanjakan uang untuk orang lain karena dalam pikiranmu, mereka lebih pantas mendapatkannya. Sementara untuk diri sendiri, kamu selalu merasa "belum cukup berprestasi" untuk menikmati reward, meski sebenarnya sudah bekerja sangat keras.

4. Ketakutan berlebih akan penilaian orang lain

ilustrasi uang (pexels.com/Kaboompics)

Tekanan sosial dan takut dianggap boros bisa membuat kamu sangat perhitungan terhadap diri sendiri. Kekhawatiran orang lain akan menilaimu sebagai orang yang gak bertanggung jawab jika sering memanjakan diri, membuatmu berpikir berlebih tentang pendapat orang lain.  

Ketakutan akan judgment ini membuat kamu membatasi diri secara berlebihan. Padahal, selama pengeluaranmu masih dalam batas wajar dan kamu tetap bertanggung jawab dengan keuangan, gak ada yang salah dengan sesekali memprioritaskan kesenanganmu sendiri.

5. Terjebak dalam siklus produktivitas yang berlebihan

ilustrasi mengelola uang (pexels.com/Kaboompics)

Di era sekarang, ada tekanan besar untuk selalu produktif dan menghasilkan sesuatu. Memberi reward pada diri sendiri tanpa "alasan" yang kuat sering dianggap sebagai kelemahan atau pemborosan waktu.

Siklus produktivitas tanpa henti ini membuatmu merasa bersalah jika menghabiskan uang untuk hal-hal yang gak langsung berkontribusi pada produktivitasmu. Kamu akan menunda untuk membeli barang yang diinginkan, menunggu sampai waktu "cukup produktif" atau "cukup berhasil" untuk pantas mendapatkannya.

Jangan khawatir, sikap pelit pada diri sendiri ini bisa diubah, kok! Langkah pertama adalah menyadari pola ini dalam dirimu dan memahami akar masalahnya. Coba mulai dengan hal kecil, seperti menganggarkan "uang kesenangan" setiap bulan yang wajib kamu habiskan untuk dirimu sendiri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febriana Sintasari
EditorFebriana Sintasari
Follow Us