Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi seseorang sedang interview kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Sering merasakan bosan dengan lingkungan kerja, atau teman baru tidak merasa cocok, hingga kebiasaan gonta ganti pekerjaan? Ada yang bilang ini bagian dari self-growth. Ada juga yang menilai, gonta-ganti kerja adalah tanda ambisius. Tapi hati-hati, kalau terlalu sering pindah kerja dalam waktu singkat, justru bisa memberikan efek negatif ke masa depan karier.

Tren loncat kerja atau job hopping memang makin populer, terutama di kalangan Gen Z, yang gak mau diam di satu tempat. Yuk bahas risiko yang bisa muncul jika kamu punya kebiasaan gonta-ganti kerja terlalu cepat.

1. Dianggap gak loyal sama perusahaan

ilustrasi seseorang sedang interview kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Perusahaan akan mencari orang yang bisa bertahan dalam wkatu tertentu. Kalau riwayat kerjamu penuh tanggal pendek, bisa muncul kesan kamu gampang cabut. Loyalitas itu penting, apalagi untuk posisi yang butuh adaptasi dan komitmen jangka panjang. HRD biasanya akan berpikir dua kali untuk mengajak kerja orang yang sering pindah. Butuh waktu dan biaya buat rekrut dan training. Kalau cepat cabut, perusahaan akan merugi.

Selain itu, kesan gak loyal bisa mengurangi nilai plus kamu sebagai kandidat. Padahal skill oke belum tentu menutupi kekurangan attitude. Jangan sampe branding-mu jatuh cuma karena terlalu sering ganti kerja.

2. Susah dapat promosi atau tanggung jawab besar

ilustrasi seseorang sedang interview kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Karyawan yang sering pindah kerja jarang dapat kepercayaan besar. Alasannya simpel, atasan ragu kamu bakal tinggal lama. Padahal promosi butuh bukti kontribusi dalam jangka waktu tertentu.

Cepat pindah kerja membuat proses pengembangan skill terpotong. Gak semua hal bisa dipelajari dalam waktu singkat. Kadang butuh berbulan-bulan buat mengerti sistem dan budaya kerja. Kalau terlalu buru-buru, akhirnya cuma dapat ilmu di permukaan saja, hal ini menjadikan pengalamanmu gak matang.

3. Sulit bangun reputasi profesional

ilustrasi seseorang sedang interview kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Reputasi itu hasil dari konsistensi yang membutuhkan waktu untuk membangun citra diri sebagai profesional yang solid. Kalau sering pindah kerja, kamu gak punya waktu untuk menunjukan siapa dirimu sebenarnya. Hal ini menjadikanmu kesusahan dapat rekomendasi dari atasan di kantor lama. Padahal dunia kerja itu sempit, dan nama baikmu bisa menentukan masa depan.

4. Dicap gak konsisten di mata HR

ilustrasi seseorang sedang interview kerja (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

CV yang isinya hanya kerja tiga bulan, atau empat bulan, dan terjadi berulang kali akan membuat recruiter garuk-garuk kepala. Mereka bisa mikir kamu gak konsisten. Padahal konsistensi itu kunci kepercayaan. Gak sedikit orang ditolak karena riwayat kerja yang terlalu fluktuatif. Walau punya alasan pribadi, recruiter gak selalu tanya detail. Mereka langsung nilai dari pola riwayat kerjamu.

Lebih baik pikir matang sebelum pindah. Gak semua tawaran kerja yang keliatannya menggiurkan akan bagus untuk jangka panjang. Mending bertahan dan berkembang dulu, baru cari tantangan baru setelah siap mental dan skill.

Pindah kerja memang hak semua orang, jika terlalu sering dan terlalu cepat dilakukan, bisa bikin karier malah jalan di tempat. Kalau cuma ikut-ikutan tren atau gampang bosan, malah bikin masa depan kerja gak stabil. Jadi, sebelum pindah kerja lagi, tanya ke diri sendiri: apakah membutuhkan perubahan, atau cuma lari dari masalah?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team