Fourcolours Films, Rumah Produksi Jogja Hasilkan Karya Penuh Makna

Film Kucumbu Tubuh Indahku diproduksi di sini, lho!

Film Kucumbu Tubuh Indahku berhasil membawa pulang sederet penghargaan di ajang bergengsi Festival Film Indonesia (FFI) 2019. Film ini ternyata diproduksi oleh rumah produksi asal Yogyakarta bernama Fourcolours Films. IDN Times berkesempatan untuk datang ke rumah produksi yang berada di kawasan Kotagede ini dan mewawancarai Eddie Cahyono, salah satu founder Fourcolours Film pada Senin (24/12).

1. Nama Fourcolours diambil dari judul film yang tidak jadi dibuat

Fourcolours Films, Rumah Produksi Jogja Hasilkan Karya Penuh MaknaBeberapa peralatan editing di Fourcolours Films - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Berawal dari sekumpulan mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI), Eddie Cahyono, Ifa Isfansyah, Narina Saraswati, dan Tomy Taslim, yang membentuk sebuah komunitas sebagai tempat berdiskusi tentang film.

Pada awalnya Fourcolours adalah judul naskah sebuah film, namun karena masih banyak keterbatasan pada saat itu, film tersebut tidak pernah jadi diproduksi. Film Fourcolours sendiri pada awalnya direncanakan untuk dijadikan empat buah cerita dalam format film pendek yang saling menyambung. Karena filmnya tidak jadi dibuat, maka Fourcolours diabadikan menjadi nama rumah produksi dengan harapan Fourcolours Films bisa berhasil memproduksi film. 

Fourcolours Films terbentuk pada tahun 2000. Pada tahun 2001, Eddie membuat film pendek pertamanya untuk Fourcolours dengan judul Di Antara Masa Lalu dan Masa Sekarang. Film tersebut berhasil memenangkan film terbaik dan film favorit di Festival Film-Video Independen Indonesia yang pada saat itu merupakan satu-satunya festival film pendek di Indonesia.

Semenjak berhasil menyabet penghargaan tersebut, Fourcolours Films menjadi lebih bersemangat untuk kembali menelurkan karya-karya bagusnya seperti Air Mata Surga dan Mayar pada tahun 2002. Sampai pada akhirnya Garin Nugroho melihat bakat-bakat yang dimiliki oleh anak-anak muda di Fourcolours Films. Apalagi dengan adanya Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) yang digagas oleh Garin sejak 2006 menjadikan para filmmaker Yogyakarta saling bekerja sama termasuk Fourcolours Films.

2. Prestasi dalam dan luar negeri berhasil diraih melalui karya-karya filmnya

Fourcolours Films, Rumah Produksi Jogja Hasilkan Karya Penuh MaknaBeberapa hasil karya Fourcolours Films - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Jauh sebelum Kucumbu Tubuh Indahku yang berhasil memenangkan berbagai macam penghargaan di FFI 2019, Fourcolours Films ternyata juga sudah menyabet berbagai penghargaan baik di dalam maupun luar negeri.

Selain Di Antara Masa Lalu dan Masa Sekarang yang memenangkan penghargaan di dalam negeri, Fourcolours Films juga berhasil memenangkan penghargaan di kancah internasional dengan menyabet Best Performance for Silver Screen Award di Singapore International Film Festival 2014, Best Scriptwriter di Shanghai International Film Festival 2015, Honourable Feature Mention di 19th Toronto Reel Asian International Film Festival 2015, dan Special Mention di 9th Warsaw Five Flavours Film Festival 2015 untuk film Siti (2016). Tak hanya Siti, namun juga Turah (2016) berhasil meraih Special Mention di dalam Singapore International Film Festival 2016.

Karya lainnya yang juga berhasil menjuarai festival film internasional adalah Sekala Niskala (The Seen and Unseen) (2017) yang disutradarai oleh Kamila Andini yang juga tergabung dalam Fourcolours Films. Film ini berhasil memenangkan Grand Prix award dalam Generation Kplus International Jury program di 68th Berlin International Film Festival pada tahun 2018, dan masih banyak penghargaan dalam negeri yang berhasil diraih.

Baca Juga: Menang Banyak di FFI 2019, 8 Fakta Film Kucumbu Tubuh Indahku

3. Kucumbu Tubuh Indahku menjadi sebuah penyampaian gagasan

Fourcolours Films, Rumah Produksi Jogja Hasilkan Karya Penuh MaknaSalah satu adegan dalam film Kucumbu Tubuh Indahku - Instagram.com/fourcoloursfilms

Eddie menyampaikan bahwa dalam membuat film bukanlah untuk saling diadu dan memenangkan kompetisi namun membuat film adalah merupakan bentuk penyampaian gagasan.

"Kita membuat film itu tidak untuk menang-menangan, tapi lebih pada bagaimana kita bisa sharing tentang gagasan. Gagasan tentang kemanusiaan, gagasan tentang keadilan sosial, bahkan tentang spiritual," ucap Eddie saat disinggung tentang pencapaian berbagai penghargaan dari film Kucumbu Tubuh Indahku.

Eddie pun menambahkan, film-film Fourcolours Films memang ditempatkan di ranah festival. Jalur-jalur distribusinya bukanlah di jalur mainstream yang lebih mudah dilihat orang-orang di bioskop namun lebih mengarah ke jalur di mana film merupakan sebuah karya seni sehingga yang dituju adalah layar festival film terlebih dahulu.

"Karena kadang-kadang ketika kita ke festival itu gagasan kita akan lebih sering atau lebih bisa diterima, karena di situ jelas terjadi banyak sekali dialog. Jadi ada semacam diskusi dan tanya jawab yang sangat penting buat kita," tutur Eddie.

Termasuk Kucumbu Tubuh Indahku yang sempat menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Namun bagi Fourcolours Films hal itu wajar karena ketika membuat sebuah film yang berbeda pasti ada risiko untuk tidak diterima sebagian masyarakat, dan ini menjadi pelajaran bagi semua untuk bisa menerima perbedaan dalam berkarya. 

4. Dari film seni sampai horror diproduksi di sini

Fourcolours Films, Rumah Produksi Jogja Hasilkan Karya Penuh MaknaAbracadabra, salah satu film produksi Fourcolours Films yang akan tayang 9 Januari 2020 - Instagram.com/abracadabrafilm

Setelah Kucumbu Tubuh Indahku, kini Fourcolours Films tengah difokuskan dengan proyek selanjutnya yaitu Abracadabra yang akan tayang 9 Januari 2020, dan film seriTunnel yang diangkat dari serial Korea Selatan berjudul sama. Tunnel sendiri saat ini sudah mulai tayang dan bisa ditonton melalui aplikasi streaming film GoPlay.

"Prinsip kita sebenarnya pasti akan membuat film yang berbeda secara visi, karena Fourcolours sangat menghargai (film) director. Jadi director maunya apa itu kreatifnya director yang harus kita jaga," tutur Eddie.

Dari situ Fourcolours Films memiliki sebuah program bernama Real One untuk memerhatikan film director muda. Di program tersebut Fourcolours Films memproduksi film-film pertama sutradara termasuk Mountain Song (2019) yang berhasil mendapat penghargaan Best Scripwriter di Shanghai International Film Festival. Di dalam program tersebut juga sedang diproduksi film horror, action, hingga black comedy.

5. Berharap dunia perfilman Indonesia semakin mampu menerima perbedaan

Fourcolours Films, Rumah Produksi Jogja Hasilkan Karya Penuh MaknaEddie Cahyono, salah satu founder Fourcolours Films saat ditemui pada Senin (23/12) - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Fourcolours Films memiliki idealisme bahwa film yang diproduksi harus bisa di-share ke banyak penonton dan masyarakat karena mengedepankan gagasan dan pemikiran sutradara yang bisa menjadi pembelajaran bersama antara sineas dan penonton.

"Harapannya yang jelas film Indonesia bisa menerima perbedaan dan semakin banyak orang yang menonton dalam artian budaya menontonnya semakin tinggi dan cara berpikir penontonnya juga semakin bagus," tutup Eddie saat menyampaikan harapan bagi perfilman Indonesia.

Baca Juga: Sabet Piala Citra, Shah Rukh Khan Beri Dukungan Untuk Muhammad Khan

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya