Distorsi Memori Masa Kecil Seniman Muda di Artotel Yogyakarta

Resurgence pameran tunggal Arief Hanungtyas

Sleman, IDN Times-Distorsi memori mencoba diwujudkan Arief Hanungtyas dalam potongan-potongan karya bertema Resurgence, Kamis (10/10). Pameran tunggal seniman muda ini akan berlangsung hingga 24 November mendatang.

Art Director Artotel Group, Windi Salomo mengatakan karya-karya yang dipamerkan oleh Hanung lebih kepada memori ingatannya secara personal. Sehingga melalui pameran Resurgence ini audience diajak memahami bagaimana ia membentuk persepsi akan sebuah lukisan non-figuratif atau abstrak tersebut.

"Melalui beberapa karya lukisannya dari tahun 2016-2019 dengan warna yang menenangkan dan dengan khayalannya yang liar, Hanung ingin menunjukkan seberapa jauh prosesnya dalam berkarya dan mampu bertahan di masa yang sangat kompetitif ini," jelas Windi.

1. Enam tahun berproses menggarap Resurgence

Distorsi Memori Masa Kecil Seniman Muda di Artotel YogyakartaIDNTimes/Holy Kartika

Hanung mengungkapkan selama enam tahun, dia berproses menghasilkan karya yang beragam, hingga pameran terbarunya pada tahun 2019 di Kiniko Art Space. Melalui pameran tunggal di Artotel Yogyakarta inilah menjadi momen untuknya merekam, sekaligus menjadi sebuah karya retrospektif selama ia berkarya.

"Karena karya yang saya tampilkan ini adalah perjalanan karya dari sejak 2016 hingga 2019. Ada kurang lebih 23 karya yang dipamerkan," ungkap Hanung.

Resurgence artinya kemunculan kembali atau kebangkitan kembali setelah rentang waktu tertentu. Bagaimana sebuah fenomena dimunculkan ulang, tentu saja ada perbedaan dan perubahan (distorsi) baik bersifat kebendaan maupun bukan kebendaan.

"Ini merupakan momen pameran tunggal kedua saya setelah tiga tahun lalu," papar Hanung.

Baca Juga: Single Terbaru Raisa "You" hanya Ditulis Sehari Dikerjakan di 2 Negara

2. Gambarkan pemandangan pedesaan lewat komposisi warna

Distorsi Memori Masa Kecil Seniman Muda di Artotel YogyakartaIDNTimes/Yogie Fadila

Resurgence menjadi karya yang berbeda dari seorang Hanung. Pasalnya, kebanyakan karya yang dibuat alumnus Universitas Negeri Yogyakarta ini lebih menunjukkan karya-karya figurative

"Kali ini, saya mencoba menampilkan lanskap dengan menghadirkan komposisi warna yang berasal dari distorsi emosi tentang memori saya di masa kecil," ungkap Hanung.

Kecintaan pada alam membawanya pada kenangan masa kecilnya. Di mana pemandangan sawah, pegunungan dan sungai menjadi kenangan yang masih tersimpan.

"Dari situlah referensi dan inspirasi yang melekat pada karya-karya ini," jelas Hanung.

3. Sentuhan jemari untuk pertegas distorsi emosi

Distorsi Memori Masa Kecil Seniman Muda di Artotel YogyakartaIDNTimes/Holy Kartika

Hanung mengungkapkan ketertarikannya akan tekstur dan dan goresan. Beberapa tahun terakhir ini, dia berkutat dengan karya dua dimensi, tekstur, dan deformasi.

"Saya sangat menyukai tekstur dan goresan, baik kuas maupun palet atau yang lainnya, terkadang saya memakai jari-jemari untuk melakukan beberapa sentuhan," papar Hanung.

Karya yang dibuatnya merupakan hasil pendekatan non figuratif atau abstrak yang berdasar pada ingatan lanskap. Maka dari itu, karya yang saya buat berasal dari ingatan akan hal-hal yang dilihat dan dirasakan atas bentuk dan momen yang ditemukan.

"Saya ingin menampilkan seberapa jauh saya mengingat dan merasakannya kembali, seberapa besar distorsi yang terjadi dalam kurun waktu tersebut. Bagi saya, setiap karya yang saya buat merupakan pembelajaran. Saya tidak ingin tahu bagaimana karya saya akan selesai," ungkap Hanung. 

Baca Juga: 8 Ilustrasi Kegundahan di Usia 25an, Pernah Ngerasa Kayak ini? 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya