Jogja Every Core, Pelipur Rindu Kejayaan Musik Hardcore

Upaya mengembalikan kejayaan musik cadas di Jogja

Yogyakarta, IDN Times - Pesona dangdut koplo kini tengah menyihir sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk anak mudanya. Terlebih setelah hadirnya tembang-tembang galau berbahasa Jawa, membuat yang sejatinya sedang baik-baik saja, tapi turut sedih karena lagu. Namun, sebelum lagu dangdut sepopuler sekarang, musik dalam skena underground pernah jadi hiburan hampir semua kalangan.

Di Jogja sendiri, musik keras ini digilai terutama oleh anak-anak SMP-SMA pada medio 2010-2014. Walau kini eranya sudah bergeser, komunitas Jogja Every Core (JEC) yang menaungi penikmat musik cadas yang berbasis di Jogja ini terus berupaya mengembalikan kejayaan musik dalam lingkar underground.

1. Didirikan tahun 2013, komunitas JEC sudah dijalankan oleh generasi keempat

Jogja Every Core, Pelipur Rindu Kejayaan Musik HardcoreJogja Every Core, komunitas skena underground Jogja (instagram.com/jogjaeverycore)

“Komunitas ini sebenarnya sudah ada sejak 2012, tapi bikin acara pertamanya baru 2013. Waktu itu generasi pertama, sementara kalau sekarang ini sudah di generasi keempat,” ujar Anselmus Bagas Putra Kumara, Ketua generasi keempat Jogja Every Core saat ditemui pada Selasa (23/08/2022).

Berawal dari lima band, kemudian terbentuklah sebuah komunitas yang solid dan terus berkembang sampai sekarang.

“Kalau band-band awalnya itu yang masih sampai sekarang tinggal Ask To Me, salah satu personelnya ya foundernya JEC, Sulis namanya,” tambah mahasiswa yang lebih kerap disapa Bugis tersebut.

Untuk saat ini, anggota tetap di Jogja Every Core sebanyak 25 orang yang terbagi dalam beberapa tugas seperti admin sosial media, dokumentasi, media, dan lain-lain. Namun saat mengadakan event, biasanya juga dibantu oleh beberapa orang lain yang disebut Bugis dengan sistem ‘rewangan’. Pun tidak hanya diisi oleh laki-laki, tapi juga ada anggota perempuan di dalamnya.

2. Bertahan hampir sepuluh tahun, Jogja Every Core didukung banyak anggota hebat

Jogja Every Core, Pelipur Rindu Kejayaan Musik HardcoreJogja Every Core, komunitas skena underground Jogja (instagram.com/jogjaeverycore)

Tidak mudah bagi komunitas ini bertahan di era gempuran genre musik lain. Walau begitu, kolaborasi solid antara generasi tua dan baru membuat Jogja Every Core tetap eksis selama hampir sepuluh tahun lamanya.

Bagas menceritakan bahwa tim desain yang dimiliki JEC bukan sembarangan, ada yang bekerja sebagai desain interior, hingga ikut tim salah satu band papan atas Indonesia. Keberhasilan yang didapat setiap anggota JEC dalam kariernya sekarang tidak lepas dari ilmu yang disalurkan anggota generasi lama.

“Itu investasi dari kemarin, dari generasi-generasi yang dulu memberi knowledge. Dan ada juga anggota yang sudah gabung dari dulu dan sekarang bekerja buat media besar, dia memberi relasi dan ilmunya ke (anggota) JEC sekarang,” paparnya.

Baca Juga: Jogja Heroes League, Hadirkan Pahlawan Super di Yogyakarta

3. Tak hanya hardcore, kini JEC menaungi berbagai genre dalam skena underground

Jogja Every Core, Pelipur Rindu Kejayaan Musik HardcoreJogja Every Core, komunitas skena underground Jogja (instagram.com/jogjaeverycore)

Fokus awal dalam pembentukan Jogja Every Core adalah karena kelima band yang tergabung pada saat itu memiliki kesamaan visi dan misi, serta kesamaan aliran musik yaitu hardcore. Namun untuk sekarang, JEC tidak hanya sebatas genre tersebut.

“Kalau sekarang ku pikir JEC sudah mulai meluas, ya, musiknya juga gak hardcore saja. Kalau sekarang sudah ada pop-punk, metal, emo murni juga ada,” jelas Bagas.

Ia pun mengatakan kalau semakin berwarnanya musik yang ditampilkan, bisa memberi warna dan pesona baru di komunitasnya.

Sementara itu, anggota Jogja Every Core tidak hanya datang dari Jogja saja meskipun tidak dimungkiri mayoritasnya tetap orang lokal.

“Ada yang asli Jogja, ada yang orang luar, kuliah di Jogja, terus gabung ke JEC karena suka musik hardcore juga. Dulu banyak orang luar Jogja, tapi ‘kan biasanya mereka selesai kuliah terus pulang, atau ada juga yang kerja terus bubar.”

Bagas juga mengungkapkan kalau pernah ada band yang seluruh personelnya adalah orang Kalimantan yang berkuliah di Jogja. Setelah semua lulus, mereka pulang ke daerah asalnya tapi tetap bermain musik hardcore bersama di sana.

4. Bangkitkan geliat kesukaan musik cadas di masyarakat Jogja

Jogja Every Core, Pelipur Rindu Kejayaan Musik HardcoreJogja Every Core, komunitas skena underground Jogja (instagram.com/jogjaeverycore)

“Kalau di Jogja sudah mulai naik lagi (penikmat musik core). Karena yang bergerak itu malah band lama, yang dulunya vakum, terus comeback. Nah, itu yang ditunggu-tunggu.” tutur mahasiswa jurusan sastra Inggris di salah satu perguruan tinggi negeri di Jogja tersebut.

Bagas juga menyebutkan kalau peran Jogja Every Core adalah membangkitkan skena musik hardcore lama di Jogja sewaktu anniversary kesembilan, tepatnya pada 2021 lalu. Waktu itu pertunjukan digelar Maguwoharjo dengan mengundang band-band lama, tapi yang paling banyak ditunggu. Setidaknya 700 penonton memadati venue.

“Mungkin pemicunya itu, saking banyaknya penonton, penuh, orang jadi berpikir kalau ternyata orang masih antusias dengan band lama. Nah, sejak itu band legendaris tersebut main lagi dan bahkan mau rilis album tahun ini. Ya itu, peran JEC ke satu skena Jogja, mengembalikan kejayaan musik hardcore,” ungkap Bagas.

5. Kembalinya pertunjukan hardcore juga menjadi ajang reuni

Jogja Every Core, Pelipur Rindu Kejayaan Musik HardcoreJogja Every Core, komunitas skena underground Jogja (instagram.com/jogjaeverycore)

Bukan sekadar kini kembali unjuk gigi, musik hardcore dan metal juga jadi ajang reuni. Di tahun 2010-2014 di mana penikmatnya waktu itu adalah anak SMP sampai SMA, kini sudah beranjak dewasa sehingga menonton pertunjukan musik hardcore pun jadi ajang nostalgia. Bagas juga menyebutkan bahwa penonton-penonton sekarang telah mengalami pendewasaan.

Sewaktu musik hardcore naik daun, banyak dijumpai adanya perkelahian antar penonton. Berbeda dengan sekarang yang lebih tenang dan menghormati selera musik masing-masing. Bagas menceritakan juga bahwa baik mantan pemain band atau penonton pertunjukan hardcore yang kini telah bekerja, banyak memberi privilese pada JEC saat ini. Mulai soal penjagaan karena ada yang telah jadi polisi, sampai memberikan pinjaman tempat untuk gigs karena relasinya yang luas.

Harapan Bagas sederhana, ia ingin musik hardcore kembali didengarkan oleh berbagai kalangan, termasuk bisa masuk ke pentas seni sekolah-sekolah dan universitas seperti yang pernah ia rasakan dulu.

“Ya harapanku bisa melihat cah enom-enom (anak muda-muda), bisa jamming bareng-bareng di studio,” pungkasnya.

Baca Juga: Komunitas Wayang Merdeka Kenalkan Wayang secara Menyenangkan

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya