TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bermula dari Event Kecil, Ini Sejarah Ngayogjazz yang Harus Kamu Tahu

Ngayogjazz menjadi event yang selalu ditunggu 

Instagram.com/ngayogjazz

Jika kita berbicara tentang musik jazz di Yogyakarta, tentu tak akan lepas dari acara Ngayogjazz yang diselenggarakan rutin tiap tahunnya. Ngayogjazz menjadi acara yang dinantikan masyarakat Yogyakarta karena menyuguhkan musik jazz dari musisi-musisi nasional maupun internasional dengan gratis. Tak heran penonton Ngayogjazz selalu ramai tiap tahunnya.

Ngayogjazz tidak menjadi besar begitu saja. Butuh sebuah usaha bertahun-tahun untuk menjadi besar seperti sekarang ini. Ngayogjazz diprakarsai oleh Djaduk Ferianto, seorang seniman asli Yogyakarta yang meninggal Rabu (13/11) lalu. Djaduk lah yang mengajak teman-temannya untuk memulai perhelatan jazz terbesar di Yogyakarta ini.

Baca Juga: Ngayogjazz 2019: Satu Nusa Satu Jazz-nya, Tribute To Djaduk Ferianto 

1. Tahun 2007, awal mula Ngayogjazz dimulai

Padepokan Seni Bagong Kussudiardja - Psbk.or.id

Pada tahun 2007 adalah momen Ngayogjazz pertama kali diselenggarakan. Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) yang didirikan oleh ayah Djaduk, Bagong Kussudiardja, bersama Komunitas Jazz Jogja yang juga dikenal dengan acara Jazz Mben Senen-nya memulai sejarah dengan melangsungkan Ngayogjazz pertama di Dusun Kembaran, Kasihan, Bantul, yang juga tempat padepokan ini berada. Di tempat ini pula akhirnya menjadi persemayaman terakhir Djaduk saat meninggal dunia.

Kala itu Ngayogjazz 2007 belum seramai dan semegah saat ini. Musisi yang perform pun hanya dari Indonesia saja. Namun kala itu Ngayogjazz 2007 sudah menarik untuk ditonton karena juga mengundang bintang tamu papan atas ibu kota yaitu Trie Utami, Syaharani, Viky Sianipar, dan Iga Mawarni.

2. Tahun 2009 Ngayogjazz mulai tumbuh dengan menghadirkan musisi dari mancanegara

Harri Stojka, salah satu musisi mancanegara yang tampil di Ngayogjazz 2009 - harristojka.at

Barulah pada tahun 2009 Ngayogjazz menghadirkan musisi luar negeri, seperti Harri Stojka dan Claudius Jelinek dari Austria, serta Albert Yap and Basgroove 100 dari Malaysia.

Untuk artis Indonesianya pun semakin bervariasi dengan kehadiran Dewa Budjana dan Dwiki Dharmawan. Djaduk tetap memertahankan acaranya sebagai acara jazz yang 'kere' sehingga yang tampil masih terbatas dari musisi-musisi yang sudah dia anggap seperti keluarga saja.

3. Sempat tidak diselenggarakan karena aktivitas gunung Merapi

Kemeriahan penonton Ngayogjazz - Instagram.com/ngayogjazz

Pada tahun 2010 Ngayogjazz tidak diselenggarakan karena erupsi gunung Merapi sehingga tidak memungkinkan untuk diadakannya acara. Namun panitia mengobati kerinduan para pecinta musik jazz dengan menghadirkan Ngayogjazz dua kali di tahun 2011, yaitu pada bulan Januari di Pelataran Joko Pekik dan bulan November di Kotagede.

Di tahun berikutnya Ngayogjazz berlangsung lancar dan selalu ramai meskipun sering diguyur hujan karena diadakan di bulan November atau Desember yang merupakan musim penghujan.

4. Desa dipilih sebagai tempat mendekatkan jazz dengan berbagai elemen masyarakat

Berbagai elemen masyarakat menjadi satu di dukuh Kwagon saat Ngayogjazz 2016 - Instagram.com/ngayogjazz

Sejak awal dibentuk, tujuan utama Ngayogjazz adalah untuk mendekatkan musik jazz ke semua kalangan. Karena di Indonesia musik jazz identik dengan musik yang elit dan hanya bisa didengar di kafe atau restoran saja. Ngayogjazz ingin menunjukan bahwa musik jazz bisa sangat dekat dengan berbagai elemen masyarakat hingga sampai ke masyarakat pedesaan. Tanpa memandang status sosial, masyarakat desa dan masyarakat kota bisa berkumpul menjadi satu untuk menyaksikan musik Jazz. Dari situ, Ngayogjazz rutin diadakan di pelosok-pelosok desa setiap tahunnya.

Ngayogjazz juga bisa meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan, karena tempat diselenggarakannya Ngayogjazz bisa menjual makanan dan minuman untuk penonton yang hadir.

Selain itu mereka juga bisa menjual barang-barang kesenian khas Yogyakarta kepada pengunjung. Masyarakat juga bisa menyewakan toiletnya bahkan ada juga jasa ojek motor untuk penonton yang hadir karena tempat acaranya yang berada di pelosok desa sulit untuk dilalui mobil.

Baca Juga: Tanpa Djaduk Ngayogjazz tetap Digelar, Tujuh Panggung telah Disiapkan

Berita Terkini Lainnya