‘Maracosa', Kolaborasi Magis Papermoon dan Nona Rara Batik
Meski diputar daring tak mengurangi keindahan teaternya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times – Papermoon Puppet tidak pernah lelah memberikan pertunjukan yang tidak hanya rupawan, tapi juga penuh makna. Kali ini, pertunjukan seni boneka itu berkolaborasi dengan salah satu jenama lokal yang namanya telah mendunia, Nona Rara Batik. Kolaborasi ini diwujudkan dalam sebuah pertunjukan sinematik yang diberi judul Maracosa.
Pertunjukan tersebut ditayangkan secara terbatas dan daring pada Sabtu (18/12/2021). Dalam pertunjukan daring yang dihadiri IDN Times, di kolom chat tak sedikit penonton yang mengaku merasa terharu dengan cerita yang dihadirkan.
Butuh waktu empat bulan untuk mempersiapkan pertunjukan sepasang nenek dan cucu perempuannya yang diberi nama Mbah Malam dan Canting ini. Meski diakui Ria dari Papermoon Puppet, itu adalah waktu yang sangat singkat untuk membuat sebuah teater. Maracosa sendiri sebuah kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya melihat sendiri.
“Aku itu suka ya cari-cari kata dari bahasa Sansekerta, jadi maracosa ini diambil dari bahasa tersebut,” kata Ria dalam pemutaran perdana Maracosa. Dan kata sekaligus judul ini dianggap mewakili keseluruhan cerita.
Baca Juga: Masa Pandemik, Papermoon Kembali Gelar Pesta Boneka secara Daring
1. Sinopsis Maracosa
Buat banyak orang, kain batik tak ada bedanya dengan kain bermotif lainnya. Namun untuk Mbah Malam, setiap helai batik memiliki sisi magis tersendiri. Mbah Malam tak hanya menjual, tapi juga memaknai batik sebagai pembawa kebahagiaan. Sayangnya, hal ini tidak dirasakan oleh Canting, sang cucu.
Di suatu hari, Canting tergeletak lemas di kamarnya karena sakit. Tak lama, Mbah Malam datang dan menyelimuti tubuh Canting dengan sehelai kain batik motif tambal yang dipercaya bisa menangkal kesedihan, mengobati kesakitan, dan menutupi kehilangan.
Magis, kain batik ini membawa Canting melihat keajaiban yang selama ini tak pernah dirasakannya. Ia melihat sendiri bagaimana batik bisa menambal, mengisi, dan jadi penawar di hidupnya.
Baca Juga: Sisi Lain Yogyakarta Lewat Podcast Cerita Kampung Halaman