Kisah Pak Bas, Setia Membuat Roti Kembang Waru Sejak 1983

Kudapan warisan Kerajaan Mataram yang kian tergerus zaman

Yogyakarta, IDN Times - Menemukan rumah sekaligus tempat produksi Roti Kembang Waru Pak Bas dan Bu Gidah terbilang tak mudah. Harus masuk dalam gang demi gang yang besarnya hanya muat untuk satu motor.

Pasangan Pak Bas dan Bu Gidah adalah salah satu yang masih bertahan membuat roti kembang waru yang merupakan makanan warisan Kerajaan Mataram. Keduanya masih memakai cara tradisional di tengah produsen lain yang telah memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam pembuatannya.

1. Menjadi seniman, tahanan orde baru, hingga produsen roti kembang waru

Kisah Pak Bas, Setia Membuat Roti Kembang Waru Sejak 1983Roti Kembang Waru Pak Bas Kotagede (IDN Times/Dyar Ayu)

Bernama lengkap Basiran Basis Hargito, dirinya memperkenalkan diri sebagai seorang seniman alih-alih pengusaha roti kembang waru. "Saya itu sudah melawak di mana-mana dulu, tapi saya terjun ke dalam dunia seni ora golek duit," kata lelaki berusia 80 tahun tersebut kepada IDN Times, Rabu (28/9/2023).

Mulai dari kesenian ketoprak, macapat, sampai menjadi penari telah beliau lakoni sebelumnya. Namun bukannya penghargaan yang didapat, Pak Bas justru pernah ditangkap dan masuk penjara selama empat tahun sebagai tahanan orde baru. Hingga kini ia tak tahu mengapa dirinya dijebloskan ke penjara padahal yang dilakukannya saja bukan perbuatan ilegal.

"Saya berkesenian untuk kepuasan hati. Dibayar syukur, ora yo ora masalah, tapi atine seneng (dibayar syukur, enggak juga gak masalah, tapi hati senang), " katanya. "Tapi berkesenian waktu itu belum bisa ngasilke duit (menghasilkan uang) padahal pilar rumah tangga kui 'kan ekonomi," tambahnya. Itulah sebabnya Pak Bas merambah profesi sebagai produsen roti kembang waru di tahun 1983.

2. Utamakan kualitas dengan teknik masak tradisional

Kisah Pak Bas, Setia Membuat Roti Kembang Waru Sejak 1983Roti Kembang Waru Pak Bas Kotagede (IDN Times/Dyar Ayu)

Pak Bas percaya bahwa kualitas adalah segalanya. Inilah mengapa ia memilih masih menggunakan alat masak tradisional dengan arang ketimbang kompor gas. Ia juga tak menitipkan roti buatannya di warung-warung dan memilih buat menjual kepada konsumen langsung di rumahnya.

"Pembeli itu ada dua, yang pertama adalah konsumen langsung dan yang kedua adalah bakul, kulakan (jualan). Konsumen itu mengutamakan kualitas, rasanya bagaimana. Sementara kalau buat kulakan, mereka cari yang untungnya sebanyak-banyaknya," jelas Pak Bas.

Katanya, banyak konsumen yang bertanya soal varian rasa dari roti kembang waru. Pak Bas mengaku bisa-bisa saja membuatnya jadi lebih beragam, sesuai dengan permintaan pasar. Namun sekali lagi, ia memilih buat mempertahankan resep dan teknik masak yang didapat dari leluhurnya.

Baca Juga: Agus Noor Soleh, Cosplay Jadi Ultraman demi Pedagang Kaki Lima

3. Roti yang memiliki filosofi sifat kepemimpinan

Kisah Pak Bas, Setia Membuat Roti Kembang Waru Sejak 1983Roti Kembang Waru Pak Bas Kotagede (IDN Times/Dyar Ayu)

"Roti kembang waru itu 'kan peninggalan zaman Kotagede, zaman Kerajaan Mataram. Selalu jadi andalan setiap keraton ada acara karena belum ada lainnya (kudapan)," ungkap Pak Bas.

Menurut dia, dulunya Keraton Mataram yang berada di Kotagede berlokasi tidak jauh dari pasar. Sementara kondisi pasar zaman dulu juga masih dipenuhi pepohonan seperti pohon talok, beringin, termasuk pohon waru yang justru tidak pernah berbuah meski pohonnya besar dan rindang.

"Mungkin paling gampang menirukan (bentuk) kembang waru kui," kata dia

Pak Bas lalu mengisahkan filosofi roti kembang waru yang memiliki delapan kelopak. "Dunia ini isinya delapan perkara, kalau tembung dalam bahasa Jawa disebut hasto broto. Hasto itu bilangan delapan dan broto itu kemuliaan. Dan manusia yang bisa memiliki delapan sifat tersebut yang bisa menjadi pemimpin."

Menurut Pak Bas, zaman sekarang memang banyak jenis makanan bermunculan, tapi tak semua memiliki cerita. Berbeda dengan roti kembang waru yang kini tetap dicari dan laris karena di baliknya ada history yang panjang.

4. Memegang teguh empat pilar dalam usaha makanan

Kisah Pak Bas, Setia Membuat Roti Kembang Waru Sejak 1983Roti Kembang Waru Pak Bas Kotagede. (IDN Times/Dyar Ayu)

"Nek biyen (kalau dulu) bahan baku ada gula jawa bisa gula pasir bisa, telur ayam kampung, dan tepung ketan," ujar Pak Bas mengenai bahan utama roti kembang waru. Kini beberapa bahan sudah diganti seperti telur yang memakai telur ayam broiler karena sulitnya mencari telur ayam kampung. Juga pemakaian tepung terigu karena saat ini lebih mudah ditemukan ketimbang zaman dulu di mana tepung terigu adalah buatan luar negeri.

Tak ada resep paten, tapi Pak Bas memiliki empat pokok penting saat membuat rotinya. Yakni kualitas terjaga, harga terjangkau, pelayanan yang baik, dan tepat waktu. Ia berusaha memahami bahwa setiap konsumen memiliki sifatnya masing-masing, sehingga jangan sampai membuat kecewa.

Pak Bas hanya berdua dengan istrinya, Bu Gidah, dalam memproduksi roti kembang waru setiap harinya. Sementara anak pertamanya juga menjadi produsen roti kembang waru tapi dengan teknik modern dan anak keduanya meneruskan kecintaannya akan seni dengan menjadi seniman tradisional.

Dalam sehari Pak Bas bisa memproduksi sampai 300 buah roti baik untuk pesanan atau stok jualan di rumah. Awal mula berjualan, sepotong roti kembang waru Pak Bas dihargai Rp45 dan kini seharga Rp2.300. Rotinya pun bisa awet sampai 5-7 hari tanpa perlu di kulkas, cocok jadi alternatif oleh-oleh dari Jogja.

Menariknya, meski sudah berusia lanjut, Pak Bas cukup lihai menerima pesanan melalui gawai tanpa bantuan anak atau cucunya. Meski begitu ia hanya menerima pembayaran secara tunai, ya!


Nama Pak Bas jelas tersohor sebagai pembuat roti kembang waru Kotagede. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya tempelan potongan koran dari berbagai media di dinding rumahnya, serta deretan panjang daftar tamu yang pernah mengunjunginya. Bukan hanya wisatawan lokal, tapi juga mancanegara.

Kesabaran akan ketekunan mempertahankan makanan peninggalan Kerajaan Mataram dengan teknik yang masih tradisional menjadi ciri khas yang tak semua produsen mau melakoninya.

Baca Juga: Bons Fabriek, Sajikan Kombucha Halal dari Dalam Gang

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya