Curhat sambil Ngopi Syahdu di Hutan Sermo bareng Kopdarling

Kapan lagi minum kopi yang sekalian healing?

Kulon Progo, IDN Times - Siapa yang belum pernah ke Waduk Sermo, salah satu wisata hits di Kulon Progo? Setiap akan menuju ke wisata tersebut kamu pasti akan melewati Hutan Sermo yang tak kalah indah dan teduhnya.

Banyak yang sengaja berhenti sejenak di Hutan Sermo untuk sekadar berfoto sampai ngopi. Iya, ngopi! Kurang lebih selama 7 bulan ini, setiap akhir pekan sore hari kamu akan menemukan penjual kopi keliling dengan motor yang disebut Kopdarling atau Kopi Darat Keliling. Sederhana saja memang, tapi cukup unik dan patut dicoba.

1. Melihat peluang yang belum tercium orang lain

Curhat sambil Ngopi Syahdu di Hutan Sermo bareng KopdarlingKopdarling di Hutan Sermo (IDN Times/Dyar Ayu)

Adalah Rio Andi Cahyono, seorang warga Kapanewon Pengasih yang menjajal peruntungan sebagai penjual kopi keliling dan mangkal di Hutan Sermo. Ia mengandalkan motor Astrea tua kesayangannya yang disulap menjadi meja berjalan untuk menjajakan kopi.

"Iseng-iseng aja ini, buat mengisi akhir pekan yang kebetulan 'kan saya kerja cuma dari Senin sampai Jumat," ujar Rio saat ditemui pada Minggu (5/3/2023).

Rio yang selama ini bekerja sebagai pegawai honorer di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Kulon Progo tersebut menceritakan awal muncul ide berjualan kopi keliling setelah melihat konten di TikTok. Ia pun memilih Hutan Sermo sebagai tempat mangkalnya karena di sana belum ada penjual dan melihat sering kali ramai pengunjung.

"Di Waduk ada sendiri yang berjualan. Warung juga banyak. Kalau di sini (Hutan Sermo) belum ada yang jualan."

2. Hilir mudik pembeli, kopi saset yang paling dicari

Curhat sambil Ngopi Syahdu di Hutan Sermo bareng KopdarlingKopdarling di Hutan Sermo (IDN Times/Dyar Ayu)

"Kalau kopi kebetulan sasetan," kata Rio lalu menyebutkan beberapa merek kopi saset beserta rasa yang paling banyak disukai. Meski begitu Rio juga menyediakan kopi giling seperti kopi Menoreh dan kopi Temanggung meski peminatnya tak sebanyak kopi sasetan.

"Kalau kopi giling malah gak terlalu banyak peminatnya. Paling cuma bapak-bapak atau komunitas seperti itu," ujar Rio sambil menunjuk sekumpulan pria yang duduk di pinggir jalan Hutan Sermo beralas banner bekas yang ternyata berasal dari komunitas vespa tua. Sementara peminat kopi sasetan lebih umum, mulai dari remaja baik pria maupun wanita, sampai kalangan yang lebih dewasa.

Ia pun mengaku hanya menjual kopi panas saja. Namun yang membedakan Rio dengan kopi keliling lain adalah alih-alih mengandalkan termos, ia membuat 'dapur' sendiri di atas motornya dengan kompor gas portable sehingga kopi buatannya selalu pakai air panas mendidih. "Rasa kopi yang air panasnya mendidih lebih enak daripada kalau pakai termos," tambah Rio.

Baca Juga: Bisnis dan Kemanusiaan di Balik Kereta Kopi Andre Salim

3. Jadi tempat berkumpul berbagai kalangan

Curhat sambil Ngopi Syahdu di Hutan Sermo bareng KopdarlingKopdarling di Hutan Sermo (IDN Times/Dyar Ayu)

Kopdarling di Hutan Sermo tersebut hanya buka Sabtu-Minggu mulai pukul 13.00-18.00 WIB. Meski hanya sebentar, tapi Rio mengaku pendapatannya lumayan dan bisa menjual sampai 35 gelas. Peminatnya datang dari berbagai kalangan, mulai dari pasangan muda, komunitas, bahkan rombongan keluarga yang baru turun dari Waduk Sermo.

"Namanya juga jualan, ya kadang sepi kadang ramai. Tapi susahnya kalau hujan, langsung bingung mau ngiyup (berteduh) di mana," ujarnya. Baik kopi saset atau kopi giling, Rio mematok harga jual Rp3 ribu saja.


Dalam kurun waktu 2 jam nongkrong di Kopdarling milik Rio, benar saja, setidaknya ada tiga mobil menepi buat jajan kopi. Ada juga yang minta diseduhkan pop mie yang kebetulan dibawa sendiri. Mereka lantas duduk-duduk di bawah rindangnya pohon sambil bergurau bersama tanpa sibuk dengan ponsel masing-masing. Momen yang jarang ditemukan di kafe-kafe hits tengah kota!

4. Menyediakan kotak untuk menuliskan curhatan

Curhat sambil Ngopi Syahdu di Hutan Sermo bareng KopdarlingKopdarling di Hutan Sermo (IDN Times/Dyar Ayu)

Rio kemudian menceritakan kalau ia juga membawa buku bacaan. "Awalnya buku bacaan ini saya gelar, tapi waktu hujan saya repot sendiri, diletakkan di tas. Kalau ada orang, baru saja tawarkan mau baca atau tidak," katanya.

Selain buku, Rio menyediakan kotak unek-unek. Di dalamnya terdapat kertas dan pulpen di mana semua pembeli kopinya bisa menulis apa saja yang sedang dirasakan dan terjamin kerahasiaannya.

"Gak semua orang 'kan punya teman cerita dan gak semua orang bisa cerita. Beda kalau menulis, kan semua orang bisa menulis," ujar lelaki berperawakan kurus tersebut. Menurutnya, dengan menulis apa yang dirasakan setidaknya orang bisa merasa lega.

Meski kini kopdarlingnya hanya menyediakan kopi panas, Rio berhadap bisa menambah jenis produk lain seperti camilan. Ia pun mengaku berusaha menjaga kebersihan dengan membawa pulang sampah gelas atau plastik yang dihasilkan dari berjualannya.

Baca Juga: Kisah di Balik Soto Pak Jamal yang Legendaris, 20 Tahun Eksis

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya