Perang Tarif Agen BRILink, Persaingan Sehat dan Ancaman Kualitas?

Apa yang akan dilakukan BRI?

Sleman, IDN Times- Di tengah hiruk pikuk Pasar Pakem di Jalan Kaliurang KM 17, Sleman, Yogyakarta, sebuah plang neon box bertuliskan BRILink terpampang di depan sebuah toko, bersebelahan dengan spanduk bertuliskan Eltron, nama toko tersebut.

Sudianto, sang pemilik toko, sibuk melayani pelanggan yang ingin belanja kebutuhan sehari-hari maupun berbagai transaksi keuangan. Ia merupakan salah satu dari 61 ribu lebih agen BRILink yang tersebar di seluruh regional Yogyakarta.

Kehadiran mereka menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat akan akses keuangan yang mudah dan terjangkau, terutama di daerah pedesaan.

“Selama 2023, terjadi 93 juta transaksi di Agen BRILink RO Yogyakarta dengan jumlah FBI yang dihasilkan sebesar Rp122 miliar dan total nominal transaksi (sales volume) lebih dari 100 triliun,” kata Regional CEO BRI Yogyakarta John Sarjono melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times.

Di balik pesatnya pertumbuhan agen BRILink, muncul sebuah fenomena yang layak ditelisik, yaitu perang tarif. Para agen BRILink berlomba-lomba menawarkan tarif yang lebih murah untuk menarik pelanggan.

Persaingan sehat atau ancaman tersembunyi?

Perang Tarif Agen BRILink, Persaingan Sehat dan Ancaman Kualitas?ilustrasi persaingan yang ketat (https://www.pexels.com/id-id/@pixabay/)

Setiap transaksi antar sesama rekening BRI di gerai Agen BRILink, bakal dikenai biaya sebesar Rp3 ribu. Dari jumlah tersebut, Rp1.200 diperuntukkan untuk ke sang agen, sedangkan sisanya masuk ke BRI.

Tak jarang, agen yang sudah lama bergabung, tarif yang dipasang bisa mencapai Rp5 ribu per transaksi, sehingga bisa meraup cuan Rp3.200 per transaksi.

Nico, salah satu Agen BRILink di Ngaglik, Sleman, mengeluhkan pemasukannya menurun akibat persaingan dengan agen baru yang semakin banyak. “Mereka pasang tarifnya juga kendel-kedelan (nekat-nekatan). Mereka tetap main di Rp3 ribu. Padahal, di grup Whatsapp Paguyuban Agen BRILink se-Sleman sudah ada tata harga standar Rp5 ribu,” ujar Nico yang menolak memberi tahu agen mana yang ia maksud.

Sudianto pun merasakan dampak adanya perang tarif. "Sekarang, banyak agen yang memasang tarif sangat murah," keluhnya. "Saya harus mempertimbangkan turun tarif juga agar tidak kehilangan pelanggan. Mau dipikir-pikir dulu," imbuhnya. 

Perang tarif dapat dilihat sebagai bentuk persaingan sehat yang mendorong agen BRILink untuk meningkatkan kualitas layanan. Pelanggan pun diuntungkan karena memiliki lebih banyak pilihan dan dapat menikmati tarif yang lebih murah.

Di sisi lain, perang tarif dapat membawa dampak negatif. Salah satunya adalah potensi penurunan kualitas layanan. Agen BRILink yang terobsesi dengan tarif murah kemungkinan tergoda untuk mengurangi standar layanan mereka, seperti memotong waktu operasional atau tidak menyediakan layanan lengkap.

IDN Times berhasil menemui salah seorang Agen BRILink yang memasang tarif rendah. Ia mengaku mempunyai alasan tidak mengikuti standar paguyuban. “Kalau kita yang di kampung-kampung gini kan gak tega pasang tarif tinggi. Wong mereka [warga] nyari duit untuk bayar utang masa dimintai biaya tinggi?” kata agen yang menolak identitasnya ditulis tersebut.

 

Baca Juga: Menjelajahi Geliat Wisata Hargobinangun, Desa di Kaki Gunung Merapi

Mencari Titik Keseimbangan

Perang Tarif Agen BRILink, Persaingan Sehat dan Ancaman Kualitas?Yudha Kencana Saputra, Pimpinan BRI Cabang Sleman. (IDN Times/Yogie Fadilla)

Menyadari potensi dampak negatif dari perang tarif, BRI mengambil langkah untuk menengahi situasi. Yudha Kencana Saputra, Pimpinan BRI Cabang Sleman, menjelaskan BRI telah mematok standar tarif minimum untuk agen BRILink.

"Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa agen BRILink dapat memberikan layanan yang berkualitas dengan tetap mendapatkan keuntungan yang wajar," kata Yudha kepada IDN Times dalam sebuah wawancara.

Akan tetapi, dengan letak geografis yang beda-beda, misalnya lebih ke pedalaman, biasanya agen memasang tarif lebih besar. Yudha mengakui bahwa penegakan standar tarif minimum ini masih menjadi tantangan. "Masih ada agen BRILink yang nekat memasang tarif di bawah standar," ujarnya.

Selain menentukan patokan tarif, BRI juga mendesain sedemikian rupa agar jarak antar BRILink tidak saling berdekatan.

Membangun Kesadaran dan Etika Bisnis

Perang Tarif Agen BRILink, Persaingan Sehat dan Ancaman Kualitas?Kantor BRI Cabang Sleman (IDN Times/Yogie Fadila)

Untuk mengatasi perang tarif, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak. BRI perlu memperkuat pengawasan dan penegakan standar tarif minimum. Agen BRILink juga perlu diberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kualitas layanan dan membangun etika bisnis yang sehat. Pelanggan pun perlu memainkan peran aktif.

"Pelanggan tidak hanya terpaku pada tarif murah," kata Yudha. "Mereka juga harus mempertimbangkan kualitas layanan dan reputasi agen BRILink sebelum memilih."

Perang tarif agen BRILink adalah sebuah fenomena yang kompleks dengan konsekuensi positif dan negatif. Diperlukan solusi yang tepat untuk mencapai keseimbangan antara persaingan yang sehat dan kualitas layanan yang optimal.

Dengan kerja sama dan kesadaran dari semua pihak, agen BRILink dapat terus berkembang dan berperan sebagai pilar penting dalam mendorong inklusi keuangan di Indonesia.

Baca Juga: Jadi Panutan Komitmen BRI pada Lingkungan dan Sosial Tunjukan Hasil

Topik:

  • Yogie Fadila
  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya