Project S Tik Tok Ancam UMKM, Teten Keluhkan Aturan Jualan E-Commerce
Teten desak urgensi revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times - Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengeluhkan soal revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 yang mandek.
Teten menuturkan, pihaknya telah mendorong Permendag tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE) itu agar direvisi demi menanggulangi dampak Project S TikTok Shop terhadap keberlangsungan UMKM lokal.
Hanya saja, menurut Teten, revisi permendag tak kunjung selesai sejak Zulkifli Hasan (Zulhas) memimpin Kementerian Perdagangan. Padahal, di era menteri Muhammad Lutfi, revisi tinggal proses harmonisasi.
"Sebenarnya sudah dibahas sejak zaman Mendag Pak Lutfi, sudah hampir selesai, tinggal harmonisasi. Begitu ganti Pak Zulhas, berhenti lagi Maka, ketika saya diprotes oleh teman-teman UMKM, ya saya teriak aja. Saya sudah dipanggil oleh Pak Presiden, nanti Pak Presiden lewat Pak Pratik (Mensesneg) akan segera menyelesaikan masalah ini," kata Teten di SMA Muhammadiyah 1 Kota Yogyakarta, Sabtu (22/7/2023).
1. Project S TikTok ancam UMKM lokal, Inggris saja keok
Teten melihat TikTok sebagai socio-commerce, bukan sebatas sebagai media sosial. Sebab, TikTok adalah platform yang menyediakan fitur, menu, dan fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat mempromosikan penawaran barang dan/atau jasa sampai melakukan transaksi.
Namun, kemajuan fitur dalam platform digital saat ini perlu diawasi, sehingga tak memberikan dampak negatif bagi produksi lokal. Bagi Teten, Project S TikTok Shop telah mengancam UMKM lokal karena tak sedikit barang impor yang dijual di marketplace.
"Ini perlu diantisipasi segera, karena ini ancaman bagi pelaku UMKM," tegasnya.
Sementara, lanjut Teten, algoritma TikTok mampu membaca perbincangan atau kebiasaan penggunanya, sehingga dapat mengoleksi data yang menggambarkan keinginan konsumen di Indonesia.
"Karena dengan kekuatan algoritma. TikTok itu penggabungan tiga hal, yaitu social media, cross border e-commerce, dan ritel online. TikTok, antara medsos dengan TikTok shop-nya itu satu tempat. Apalagi ritel online-nya langsung mendatangkan produk mereka ke dalam negeri dengan harga murah. Kita ambil kasusnya di Inggris. Inggris kurang apalah produknya, keok sekarang," ungkapnya.
Baca Juga: Percepatan Revisi Permendag 50/2020 Ditunggu Jutaan UMKM Indonesia
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.