TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pengembangan Produk Substitusi Jadi Solusi Ketergantungan Kedelai

Harga kedelai impor tengah melambung dan bikin bingung

Pixabay/1737576

Sleman, IDN Times - Beberapa saat terakhir, harga kedelai di pasaran mengalami kenaikan di sejumlah daerah di Indonesia. Jamhari, Pakar Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi tingginya harga kedelai yakni dengan melakukan substitusi kedelai.

Menurutnya, substitusi kedelai ini bisa menjadi salah satu solusi jangka panjang jika diupayakan secara serius oleh pihak-pihak terkait, termasuk di antaranya pemerintah dan pelaku industri.

"Untuk membuat tempe tidak harus dengan kedelai, ada kacang-kacangan lain seperti koro pedang yang cukup baik dikembangkan di daerah tropis seperti Indonesia untuk substitusi kedelai impor,” ungkapnya pada Senin (4/1/2021).

Baca Juga: Harga Kedelai Naik, Perajin Tempe: Laris Tapi Untung Sedikit

1. Pengembangan varietas lain belum maksimal

pexels.com/Polina Tankilevitch

Jamhari menerangkan, dengan komitmen yang baik, dia meyakini Indonesia mampu mengatasi masalah ketergantungan akan kedelai impor. Menurutnya, selama ini pengembangan substitusi dari kedelai impor seperti koro pedang, belum mencapai produktivitas yang maksimal.

Hal ini lantaran kurangnya keseriusan dalam pengembangannya. Padahal, ujung tombak dari upaya ini seharusnya terletak pada mereka yang memiliki sumber daya teknologi dan kemampuan untuk mengembangkan produk pertanian yang sesuai dengan iklim Indonesia.

“Bisa, tapi harus serius. Sama seperti gandum yang menjadi bahan baku mi pun bisa disubstitusi dengan tepung ubi kayu, tapi komitmen ke situ belum serius,” katanya.

2. Pemerintah perlu keluarkan kebijakan untuk dorong subtitusi kedelai

pexels.com/Polina Tankilevitch

Menurut Jamhari, di sisi lain, pemerintah pun juga harus terlibat dengan kebijakan terkait kandungan lokal atau local content, misalnya mensyaratkan penggunaan bahan baku lokal sebesar 60 persen sehingga industri akan melirik bahan baku pengganti kedelai yang dapat diproduksi di dalam negeri. Selain itu, diperlukan juga rekayasa supply chain dengan pengelompokan petani kecil sebagai penyuplai di dalam suatu sistem yang telah terbangun.

“Petani kecil jangan dibiarkan sendiri-sendiri, harus ada kekuatan dari pemerintah yang memimpin ekonomi yang kecil ini,” imbuhnya.

Baca Juga: DIY Targetkan Vaksinasi COVID-19 Mulai Pertengahan Januari 2021

Berita Terkini Lainnya