Butuh Perhatian, Kondisi Pekerja Gig Masih Rentan
Kesejahteraan dan keselamatan kerja belum terjamin
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times - Pekerja gig dinilai masih menghadapi sejumlah persoalan. Berbagai hal seperti ketidaksesuaian waktu kerja hingga potensi risiko keselamatan kerja perlu menjadi perhatian.
Hal tersebut dikemukakan dalam Forum Group Discussion (FGD) ‘Diskusi Bersama Fairwork Indonesia: Kolaborasi untuk Dukung Kesejahteraan Pekerja Gig’, pada Selasa (8/11/2022) lalu. Kegiatan ini diinisiasi Tim Fairwork Indonesia yang diwakili oleh Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama Center for Innovation Policy and Governance (CIPG), untuk membahas tantangan ekonomi gig yang berkembang saat ini.
Diskusi ini juga untuk mencari jalan tengah atas permasalahan kesejahteraan dan keadilan pekerja gig di Indonesia. Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan bersama adalah untuk mulai memperhatikan perlindungan, pemenuhan jaminan sosial, dan kecelakaan bagi pekerja gig ini.
“Harus didiskusikan lebih lanjut terkait potensi risiko keselamatan kerja, kehilangan penghasilan, ketidaksesuaian waktu kerja, dan kejelasan hubungan hukum antara pengemudi dengan penyesuaian esensi regulasi yang sudah ada atau tengah dipersiapkan,” ujar Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Ditjen Binwasnaker dan K3, Kementerian Ketenagakerjaan RI, Yuli Adiratna.
1. Tantangan penggajian yang didasarkan pada pekerjaan diselesaikan
Tantangan yang dihadapi pekerja gig, terutama bagi karyawan independen dengan penggajian yang didasarkan pada pekerjaan yang diselesaikan (pesanan/order) seperti ojek online atau kurir logistik, sangat terpengaruh pada harga BBM. Kenaikan harga BBM berdampak pada kenaikan tarif dasar bagi industri ini. Akibatnya, banyak pro dan kontra mengenai keadaan yang dianggap sama-sama merugikan driver dan juga pengguna.
Kepala Bidang Kebijakan Angkutan Perkotaan, Kementerian Perhubungan RI, Bram Hertasning menyampaikan survei yang dilakukan Kemenhub terkait penyesuaian tarif ini membuat pengguna jasa ojek online mengurangi penggunaan.
“Pendapatan pengemudi yang hampir sama dengan biaya operasional terdampak penurunan permintaan pengguna menyebabkan adanya indikasi pendapatan pekerja yang masih rendah bahkan ikut menurun,” kata Bram.