TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gegara COVID-19, Masa Kejayaan Rempeyek di Kampung Pelemadu Meredup 

Dalam satu bulan hanya satu minggu memproduksi rempeyek

Produksi rempeyek di Kampung Pelemadu, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Bantul, IDN Times - ‎‎Kampung Pelemadu yang berada di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul adalah desa yang terkenal memproduksi rempeyek. Setiap rumah yang ada di kampung ini dipastikan memproduksi rempeyek yang dijual ke Surabaya hingga Jakarta.

Sempat mengalami kejayaan, namun saat ini sinar kampung rempeyek meredup akibat COVID-19. Pedagang yang sebelumnya mengambil rempeyek dalam jumlah banyak, kini jarang tampak, alasannya tak ada lagi yang memesan. 

Baca Juga: Resep Bikin Rempeyek yang Enak, Bikin Juri MasterChef Australia Takjub

1. Sebelum COVID-19 datang, dalam satu hari bisa jual 9.500 bungkus rempeyek

Proses pembuatan rempeyek di Kampung Pelemadu, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Salah satu perajin rempeyek yang tergabung dalam kelompok Sedyo Rukun, Tumilah mengatakan sebelum terjadi pandemik di Indonesia, setiap harinya perempuan berusia 60 tahun ini mampu menjual 80 kardus. Masing-masing kardus berisi 120 bungkus rempeyek.

"Saat itu kita bekerja sebanyak 10 orang dengan lima tungku yang menyala dan siap untuk menggoreng rempeyek," ujarnya saat ditemui di rumah produksi rempeyek Kelompok Sedyo Rukun, Kampung Pelemadu, Desa Sriharjo, Imogiri, Kamis (5/11/2020).‎

Setiap satu kantong plastik yang berisi enam rempeyek dijual dengan harga Rp2.700,  sedangkan satu kantong plastik berisi tujuh rempeyek dijual Rp3.000.

"Ya bisa dibayangkan dalam satu hari uang yang didapat cukup besar bagi ukuran kelompok perajin rempeyek," ungkapnya.

2. Setiap rumah di Kampung Pelemadu memproduksi rempeyek‎

Proses pembuatan rempeyek di Kampung Pelemadu, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Para pedagang yang memesan rempeyek tidak hanya mengambil produksi dari Kelompok Sedyo Rukun, namun juga dari rumah warga.  

"Biasanya pedagang membeli dalam jumlah banyak dan langsung dikirim ke berbagai kota di Indonesia dan jika sudah sampai ke tangan kedua harga rempeyek bisa naik 100 persen," ucapnya.

3. COVID-19 datang, penjualan rempeyek turun drastis‎

Proses pembuatan rempeyek di Kampung Pelemadu, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. IDN Times/Daruwaskita

Sejak adanya COVID-19, tak ada lagi pedagang yang datang memesan rempeyek dalam jumlah besar. Ditambah beberapa daerah menerapkan lockdown. 

"Kita sendiri juga takut karena pedagang yang membeli rempeyek ini berasal dari berbagai kota yang kasus COVID-19 cukup tinggi. Pedagang juga takut keluar kota, kita juga takut kedatangan pedagang," terangnya.

Akibatnya penjualan turun drastis, jumlah pekerja di Kelompok Sedyo Rukun yang sebelumnya 10 orang saat ini hanya tinggal empat orang.

"Dalam satu bulan kita hanya bekerja atau menggoreng rempeyek hanya satu minggu, tiga minggu yang lainnya nganggur," ujarnya.

"Dulu bisa jualan 80 kardus sehari, saat ini hanya jualan sembilan kardus rempeyek per harinya," tutur Tumilah.

Baca Juga: Bantul Sumbang 139 Kasus COVID Baru, 134 Berasal dari Ponpes  

Berita Terkini Lainnya