Mandala Bhakti Wanitatama, Pengingat Pergerakan Perempuan

Ada perpustakaan lengkap juga museum di dalamnya

Intinya Sih...

  • Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia Mandala Bhakti Wanitatama adalah sebuah gedung yang berfungsi sebagai perpustakaan, museum, dan ruang pertemuan untuk kaum perempuan.
  • Monumen ini didirikan sebagai tanda peringatan Kongres Perempuan I pada tahun 1928 di Yogyakarta dan merupakan penghargaan atas jasa-jasa perempuan Indonesia.
  • Monumen ini memiliki beberapa bangunan seperti Balai Shinta, Balai Srikandi, Balai Kunthi, Wisma Arimbi, Wisma Sembodro yang memiliki fungsi berbeda-beda serta koleksi museum yang menggambarkan sejarah perjuangan perempuan Indonesia.

Di masa penjajahan, perempuan memiliki andil besar dan turut berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Selepas merdeka, perempuan berperan sebagai pendidik dan mencetak generasi penerus bangsa. Inilah mengapa keberadaan perempuan tak bisa dikesampingkan mengingat betapa besar jasa-jasanya.

Atas itu, perempuan tentu layak mendapat penghargaan setinggi-tingginya. Salah satunya melalui Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia yang diinisiasi oleh Sri Mangunsarkoro yang juga ketua pertama dari organisasi Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari).

Berikut ini adalah latar belakang hingga cara berkunjung ke Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia yang dikenal juga sebagai Mandala Bhakti Wanitatama di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

1. Sejarah pembangunan Mandala Bhakti Wanitatama

Mandala Bhakti Wanitatama, Pengingat Pergerakan PerempuanPotret Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia (jogjacagar.jogjaprov.go.id)

Meski namanya adalah Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia, tapi tidak didirikan dalam bentuk tugu seperti kebanyakan. Melainkan berupa sebuah gedung yang tujuannya agar dapat dimanfaatkan, terutama oleh kaum perempuan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut laman Dinas Kebudayaan DIY, monumen ini didirikan sebagai tanda peringatan Kongres Perempuan I pada tahun 1928 di Yogyakarta. Ide pembentukannya tercetus dari Ibu Sri Mangunsarkoro pada Kongres Wanita Indonesia tahun 1952 di Bandung yang kemudian disambut baik oleh para anggota lainnya.

Beberapa panitia lantas menghadap penasehat Yayasan Hari Ibu yang kala itu dijabat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Atas petunjuk beliau, direncanakanlah pembangunan monumen yang akan menempati sebuah tanah seluas 1,25 Ha dan beralamat Jalan Laksda Adisucipto.

2. Proses pembangunan Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia

Mandala Bhakti Wanitatama, Pengingat Pergerakan PerempuanPotret Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia (budaya.jogjaprov.go.id)

Peletakan batu pertama dilakukan oleh Ibu Sukonto selaku Ketua Kongres I, tepatnya pada tanggal 22 Desember 1953. Sedangkan pembangunannya dilakukan secara bertahap karena disesuaikan dengan dana yang masuk hingga akhirnya rampung. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden Soeharto, tanggal 22 Desember 1983.

Terdapat beberapa bagian dari Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia. Di antaranya adalah:

  • Bangunan Balai Shinta yang terdiri dari sebuah pendopo joglo. Gedung ini kerap disewakan untuk acara pernikahan atau wisuda.
  • Bangunan Balai Srikandi yaitu bangunan yang digunakan untuk Museum Pergerakan Wanita Indonesia.
  • Bangunan Balai Kunthi dan Balai Utari yang dimanfaatkan untuk ruang pertemuan.
  • Bangunan Wisma Arimbi adalah sebuah penginapan, sedangkan lantai bagian bawah dipakai untuk kuliah atau rapat.
  • Bangunan Wisma Sembodro dipergunakan untuk penginapan.

Baca Juga: Sejarah Gedung DPRD DIY, Dulu Disebut Loji Setan

3. Koleksi dalam museum

Mandala Bhakti Wanitatama, Pengingat Pergerakan PerempuanPotret Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia (google.com/maps/Dinda Nabila)

Koleksi dalam museum milik swasta ini tak jauh dari penggambaran perjuangan perempuan Indonesia semasa penjajahan. Ada yang berbentuk foto-foto peristiwa, diorama, manekin, dan seragam dari lintas organisasi wanita. Di sana juga bisa dijumpai berbagai bendera dari organisasi-organisasi perempuan yang tergabung dalam Kongres Wanita Indonesia (KOWANI).

Akan didapatkan juga cerita bagaimana pergerakan dan peran perempuan dalam berbagai histori sejarah. Misalnya kala masa penjajahan, masa perang kemerdekaan, masa demokrasi Liberal, masa demokrasi terpimpin, dan masa Orde Baru.

Menurut laman Wisata Budayaku, dalam Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita juga terdapat sebuah perpustakaan yang berisi buku-buku yang ditulis oleh tokoh-tokoh pembawa perubahan pada kebebasan wanita Indonesia. Salah satu buku yang bisa dipinjam dari perpustakaan ini adalah “Habis Gelap Terbitlah Terang” Karya R. A. Kartini.

Berminat buat datang langsung ke Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita? Yuk, mampir pada jam operasionalnya yakni hari Senin sampai dengan Jumat, buka pukul 08.00-16.00 WIB sedangkan hari Sabtu pukul 08.00-14.00 WIB. Harga tiket masuknya juga murah, yakni Rp5 ribu per orang saja, sudah bisa belajar sejarah dengan seru!

Baca Juga: Fakta Benteng Keraton Jogja, Awalnya Dibangun dari Gelondong Kayu

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya