Masjid Pathok Negoro Plosokuning, Benteng Keraton di Zaman Belanda

Sleman, IDN Times - Masjid Pathok Negoro Plosokuning atau Masjid Sulthoni merupakan salah satu ikon sejarah milik Kasultanan Yogyakarta. Bukan hanya digunakan sebagai tempat peribadatan, Masjid Pathok Negoro Plosokuning juga pernah digunakan sebagai basis pertahanan rakyat.
Meski terdapat perubahan dan pengembangan sesuai dengan kebutuhan, namun ketika dibandingkan dengan Masjid Pathok Negara lainnya, Masjid Plosokuning masih memperlihatkan bentuk dan komponen masjid kuno sesuai dengan ciri-ciri masjid Kasultanan. Bangunan, komponen dan tapak-tapak masjid ini masih terbilang tetap asli.
1. Arsitekturnya serupa dengan Masjid Agung Yogyakarta
Beralamat di Jalan Plosokuning Raya Nomor 99, Minomartani, Ngaglik, Kabupaten Sleman, atau sekitar 9 km arah utara dari Keraton Yogyakarta, Masjid Pathok Negoro Plosokuning dibangun di tanah seluas 2.500 meter persegi dan bisa menampung jemaah hingga 5.000 orang.
Pembangunan masjid ini dilakukan di masa Sultan Hamengku Buwono I, sekitar tahun 1757-1758 M. Jika diperhatikan, arsitektur masjid ini serupa dengan Masjid Agung Yogyakarta yang juga milik Kesultanan Yogyakarta.
Baca Juga: Keistimewaan Masjid Suciati Saliman di Sleman Mirip Nabawi Madinah
2. Ada dua kolam sebagai ciri utama masjid
Di samping serambi masjid, ada dua blumbang atau kolam yang menjadi ciri utama Masjid Pathok Negoro Plosokuning. Kolam ini sendiri memiliki kedalaman mencapai 3 meter, di mana dulunya digunakan untuk cuci kaki dan berwudu.
Dalam Jurnal Arsitektur dan Perencanaan berjudul "Menggali Identitas Kawasan Masjid Pathok Negoro Plosokuning Berdasarkan Pendekatan Collective Memory" yang ditulis oleh Ardiyanto Hadi N dan M. Sani Roychansyah, Masjid Pathok Negoro Plosokuning memiliki atap berbentuk limasan bertumpang dua tingkat. Selain itu, di kompleks masjid juga terdapat memiliki gapura berbentuk paduraksa.
3. Jadi benteng pertahanan zaman kolonial
Selain digunakan sebagai tempat ibadah, sarana belajar, peradilan, dan kegiatan keagamaan masyarakat, masjid ini dulunya juga memiliki fungsi pemantau potensi serangan atau pergerakan dari Belanda.
Merujuk pada buku yang diterbitkan oleh Embun Kalimasada, dulunya masjid ini merupakan benteng pertahanan pada zaman kolonial, dan ditengarai selalu terlindung dari serangan Belanda.
4. Masuk dalam Benda Cagar Budaya
Keberadaan Masjid Pathok Negoro Plosokuning saat ini juga telah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Benda Cagar Budaya. Saat ini kawasan sekitar masjid Pathok Negoro Plosokuning berupa kawasan padat dengan beragam fungsi, seperti pemukiman, pendidikan, perdagangan, jasa, dan pertanian.
Untuk nama pathok negoro adalah penyebutan yang digunakan untuk penghulu pada Pengadilan Surambi, salah satu jabatan struktural di lingkungan Keraton Yogyakarta.
Baca Juga: Masjid Syuhada, Mengenang Gugurnya 21 Syuhada Melawan Jepang