Mengenal Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Yogyakarta 

Pasar Legi Kotagede selalu ramai selama 24 jam

Pasar Kotagede atau yang dikenal sebagai Pasar Legi Kotagede, merupakan pasar rakyat yang tidak pernah sepi. Dari pagi hingga malam, pasar yang terletak di Jalan Mentaok Purbayan Kotagede, ramai dengan dagangan yang beragam. Mulai dari sembako, keperluan alat dapur, bakso, hingga jajanan pasar. Pasar ini merupakan seakan tak pernah sepi selama 24 jam.   

Benarkan Pasar Legi Kotagede merupakan pasar tertua yang di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)? Yuk kita simak sejarah pasar yang menjadi pusat penjualan jajanan tradisional ini. 

1. Bangunan pertama yang dibangun oleh Ki Gede Pemanahan setelah membuka hutan

Mengenal Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Yogyakarta Pasar Kotagede (instagram.com/tonihandoko)

Mengutip laman Dinas Pendapatan Asli Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diketahui Pasar Kotagede sudah berdiri sejak zaman Ki Gede Pemanahan. Pada saat itu, Ki Gede Pemanahan membuka hutan Mentaok untuk dijadikan sebuah kota. 

Alih-alih membangun istana atau permukiman, Ki Gede Pemanahan lebih dulu membangun Sargede atau yang kini disebut dengan Pasar Gede. Alasannya pembangunannya adalah, karena pasar merupakan jantung perekonomian. 

Pasar menjadi daya tarik, menggeliatkan perdagangan, sehingga perlahan kota menjadi tumbuh, ramai, dan makmur. Terdapat pula sumber yang mengatakan kawasan Kotagede pada abad ke-16 adalah ibu kota Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Ki Gede Pemanahan. 

2. Barang yang dijajakan pedagang adalah hasil bumi

Mengenal Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Yogyakarta pasar kotagede (instagram.com/dimassigit_id)

Kalau kamu membayangkan Pasar Kotagede yang sekarang sama seperti dulu, tentu gak sepenuhnya benar. Secara luas, Pasar Kotagede dulu tak seluas saat ini. Selain itu, sekitarnya juga masih dipenuhi hutan.

Para penjual pun masih menjajakan dagangannya di sela-sela pohon rindang sekalian untuk menghalau panas. Kebanyakan pedagang menjual hasil pertanian seperti buah, sayur, dan beras. Dari tempat asalnya, penjual membawa dagangannya dengan cara digendong atau dipikul.

Baca Juga: 6 Fakta Kipo, Jajanan Khas Kotagede Kesukaan Bangsawan

3. Asal mulaPasar Kotagede disebut juga sebagai Pasar Legi

Mengenal Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Yogyakarta pasar kotagede (instagram.com/timothydaely)

Ada hari di mana Pasar Kotagede paling ramai transaksinya, yaitu di hari pasaran Legi. Pada saat itu penjual tumpah ruah tak hanya menjual hasil pertanian, tapi juga obat-obatan, ikan, jajan pasar, sampai  tembakau. 

Ada juga pedagang yang menyediakan barang dari besi dan tembaga. Sebut saja seperti alat penanak nasi, pisau, dan cangkul. Ditemukan pula penjual gerabah, alat membatik, dan lain-lain. Inilah asal mula Pasar Kotagede juga disebut Pasar Legi.

4. Perkembangan Pasar Kotagede di era Hindia Belanda

Mengenal Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Yogyakarta pasar kotagede (instagram.com/salamnesia)

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Pasar Kotagede mengalami perkembangan jika dilihat dari munculnya los-los pasar yang seragam. Banyak pedagang dari luar Kotagede mulai berdatangan dan menetap. Mereka menjual kayu bakar, mendirikan warung nasi, dan minuman. 

Nah, Pasar Kotagede sudah beberapa kali mengalami pemugaran, namun tidak mengalami perubahan letak. Pasar Kotagede sendiri merupakan bagian dari konsep Catur Gatra Tunggal yang artinya empat tempat yang menjadi satu. Empat tempat tersebut terdiri dari pasar sebagai pusat perekonomian, alun-alun sebagai pusat budaya, masjid sebagai pusat beribadah, dan keraton sebagai pusat kekuasaan. 

Kini, Pasar Kotagede tak hanya sebagai tempat jual beli memenuhi kebutuhan.  Bangunannya juga sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus kita jaga bersama. 

Baca Juga: Rumah Pocong Sumi, Bangunan Horor di Kotagede Yogyakarta

Dyar Ayu Photo Community Writer Dyar Ayu

Jalan-jalan mencari penyu Alabiyu~

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya